Secara alami, manusia hidup itu membutuhkan tanda dan mencari tanda. Tanda dikenali indera dan dijadikan sebagai salah satu bahan untuk mengambil keputusan-keputusan hidup.
Misalnya orang pacaran, ia butuh tanda dari kekasihnya bahwa ia dicintai dan tak salah untuk mencintai orang. Mulai dari bunga, coklat hingga ciuman mesra pun dilontarkan sebagai tanda bahwa mereka saling mencinta.
Orang yang maju dalam pilpres, pileg maupun pilkada, selama masa kampanye juga sibuk membuat tanda. Mereka melakukan berbagai macam cara untuk membuat tanda bagi orang-orang untuk memilihnya. Ada yang tiba-tiba mau datang ke pasar tradisional supaya bisa jadi pertanda bahwa ia peduli pada rakyat kecil. Ada yang tiba-tiba religius supaya hal itu bisa menjadi tanda bahwa ia orang yang taat dan gemar beribadah.
Membuat tanda dan mencari tanda adalah hal yang lumrah. Tapi kalau demikian adanya kenapa Yesus hari ini mengeluh dalam hati karena ada orang-orang yang meminta tanda dari surga untuk mencari tahu bahwa Ia memang benar-benar mesias yang dijanjikan? (lih. Markus 8:11-13)
Meminta bukan mencari
Karena orang-orang Farisi itu tidak mencari tapi meminta. Kalau mereka bukan orang-orang Farisi, barangkali Yesus tak mengeluh. Tapi karena mereka adalah Farisi yang notabene tahu seluk-beluk Hukum Taurat, mereka sudah diberi tanda tapi tak mau mencari bahkan menolak untuk mengakui. Dalam Hukum Taurat dan kitab para nabi, kedatanganNya sudah dinubuatkan. Hal itulah yang menurutku membuat Yesus berkeluh-kesah.
Bagaimana dengan kita?
Kita harusnya lebih baik dari Farisi! Mereka mendapat tanda tapi kita diberi bukti! Yesus disalib hingga wafat lalu bangkit pada hari ketiga bukan lagi tanda tapi bukti mesianitasNya!
Namun sebagai manusia biasa, meski sudah diberi bukti tapi tak jarang aku merasa seperti orang-orang Farisi tadi, meminta bukti.
Mencari karena sudah diberi
Minggu lalu aku menghadapi masalah yang tak ringan. Tentu aku tak bisa menceritakan masalah itu di sini tapi yang pasti sepanjang minggu aku jadi uring-uringan. Bahkan ada beberapa titik dimana aku mulai mempertanyakan, ?Tuhan, kamu ada di mana? Tuhan kenapa kamu diam saja??
Sabtu kemarin, saat ngobrol dengan istri dan anak-anak, Joyce, istriku, menguatkanku. Aku lupa bagaimana ucapan tepatnya, tapi intinya adalah ia menyadarkanku bahwa justru ketika aku merasa uring-uringan dan merasa ditinggalkan, hal itu sejatinya adalah proses mencari tanda itu sendiri!?
Dari sini lantas aku berpikir, orang beriman itu benar-benar butuh gumregah, butuh proaktif seperti yang kutulis beberapa minggu lalu di sini. Orang beriman yang pemalas tak ubahnya seperti para Farisi. Mereka meminta dan meminta. Orang beriman yang gumregah, mereka tak kan meminta tapi terus mencari semata karena sudah diberi.
Tapi Don, gimana kalau uring-uringan terus?
Wah kalau itu jangan-jangan kamu kangen kepadaku? Hahaha?
Sydney, 18 Februari 2019
0 Komentar