Membantu sesama itu hanya tugas orang-orang kaya saja?

11 Mar 2019 | Kabar Baik

Yesus adalah Tuhan yang penuh rasa solidaritas. Untuk itu Ia pun juga meminta kita, umatNya, membantu sesama yang berkekurangan dan terpinggirkan. Permintaan ini tidak main-main karena bagaimana posisi kita dalam kehidupan kekal nanti amat dipengaruhi seberapa solider kita terhadap yang papa dan terhina di dunia ini.

Yang lapar? Kita harus beri makan!
Yang haus? Kita harus beri minum!
Yang asing? Kita harus beri tumpangan!
Yang telanjang? Kita harus beri pakaian!
Yang sakit? Kita lawat!
Yang dipenjara? Kita kunjungi! (lih
Matius 25:31-46)

Tapi gimana mau bantu, DV? Aku sendiri aja masih kekurangan kok!

Pernah dengar alasan seperti itu? Aku pernah! Tapi sayangnya, ajakan untuk solider itu tak hanya bagi mereka yang kaya saja tapi untuk semua.

Tetap susah, DV! Andai aku punya nasi sepiring dan tempe serta tahu yang bisa kupakai untuk anak-anak dan istriku, haruskah aku membantu kepada mereka yang lebih menderita? Lantas anak-anak dan istriku makan apa?

Wah, susah juga ya kalau begini?! Tapi tunggu, aku punya ide? dan mari perhatikan ideku ini.

Bantu diri sendiri yang kekurangan

Ketika kita memang benar-benar kekurangan, obyek yang harus kita bantu mula-mula adalah diri kita sendiri. Diri sendiri adalah sosok yang harus kita kasihi mula-mula karena bukankah Yesus pernah berfirman kasihilah sesamamu seperti engkau mengasihi dirimu sendiri? (lih. Matius 22:39) Jadi kalau kita tak sanggup mengasihi diri sendiri, kita tak bisa mengasihi sesama karena tak memiliki ?contoh kasih? yang seperti apa yang bisa kita bagikan kepada mereka.

Begitu tak lagi kekurangan dan mencapai level ?cukup?, kita harus segera mengubah obyek bantuan kita, bukan lagi diri sendiri tapi sesama. Persoalannya sekarang adalah, seberapa berani kita untuk jujur menilai bahwa kita sudah cukup dan tak kekurangan serta tak kelebihan? Kita harus waspada terhadap nafsu kedagingan di titik ini. Hawa nafsu membuat kita kadang sulit mengenali bahwa kita telah kecukupan meski uniknya amat mudah untuk menandai bahwa kita kekurangan.

Tak percaya?
Ada berapa orang kaya yang berusaha tak membayar pajak karena merasa ?masih kurang? sehingga uang yang harusnya dibayarkan untuk pajak malah dikemplany dan dinikmati sendiri?

Bantu sesama yang kekurangan meski kita kekurangan

Tapi, DV! Tuhan meminta kita membantu bukan saat kita kecukupan lho! Tapi saat kita kekurangan seperti janda miskin yang menyerahkan seluruh uang itu! (lih Markus 12:38-44)

Benar. Untuk itu strateginya begini?

Kita bisa menolong mereka mencarikan orang yang sanggup membantu. Misalnya ada yang perlu tumpangan sementara kita tak punya sisa ruang, ya mari bantu sebisa kita untuk mencarikan orang yang sudi menampungnya. Atau kalau tak ada kawan sama sekali, bantuan kita untuk melaporkan keadaan kepada, misalnya, dinas sosial adalah hal yang bisa kita kategorikan sebagai bantuan.

Atau misalnya lagi ketika ada orang kelaparan dan kita bener-bener ngepas untuk membantu, baiklah kita bagi sebagian dari yang kita punya kepadanya dengan kesadaran bahwa mereka lebih menderita dari kita. Untuk kekurangan yang ada pada kita, mari kita juga mencari bantuan dari sesama.

Wah kalau itu namanya gali lubang tutup lubang dong, DV!?

Benar, tapi kalau memang terpaksa apa salahnya? Kita toh juga tak tahu bagaimana nasib janda miskin yang memberikan seluruh uangnya itu? Darimana lantas ia mendapatkan uang pengganti yang disumbangkannya?

Asalkan tidak terlalu banyak menciptakan lubang baru dan terus mencari cara menggunakan akal dan budi untuk menutup semua yang sudah terlanjur berlubang kupikir tak mengapa. Sambil berdoa, ?Tuhan, aku sudah mencoba memberi makan orang lain dari kekuranganku, berilah bantuan melalui sesama supaya aku sendiri bisa makan dan tak kekurangan lagi!?

Sydney, 11 Maret 2019

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.