Membagi Waktu Membagi… Cinta

17 Mar 2010 | Cetusan

Hampir sebulan terakhir ini, ada delapan makhluk yang sedang mengalami krisis identitas di rumah setelah kelahiran Odilia, anak pertamaku. ?Mereka adalah ketujuh ikan cupangku (Broto, Parno, Bambang, Jarwo dan tiga lain yang belum kuberi nama) serta Simba, anjing kesayanganku.

Sindrom yang ditunjukkan di antaranya turunnya nafsu makan, kegelisahan yang meningkat (kalau Simba dengan cara meringik sedangkan ikan cupangku menunjukkannya dengan belingsatan menabrak-nabrak kaca akuarium) serta khusus untuk Simba adalah tatapannya yang nanar lengkap dengan ekor yang dijatuhkan tepat diselangkangannya ketika akan kami tinggal tidur ke atas setiap malam tiba.
Lantas kenapa itu semua bisa terjadi?
Tak lain dan tak bukan karena mereka semua merasa kehilangan segala kehangatan yang pernah didapatnya dariku dan istriku hingga sesaat sebelum Odi hadir…
Berikut adalah salah sedikit contoh dari apa yang ‘mereka dapat’ sebelum Odi dilahirkan:

  • Simba, terlebih selama istriku hamil, adalah teman tidur kami. Kami terbiasa membagi ranjang bertiga dengannya.
  • Ketika sedang menonton tv, Simba tak duduk di lantai layaknya anjing biasa, ia dibebaskan melompat dan nangkring di atas sofa bersama dengan kami.
  • Ketika makan, tak jarang kami menyuapinya langsung dari tangan terlebih kalau ia sedang tampak malas melahap, kami sodorkan butir demi butir makanan ke mulutnya.
  • Kami masih agak sedikit ragu dengan manjurnya ungkapan “Beri perhatian pada anjing kesayangan dengan mengelus-elus kepala dan perutnya”, kami lebih merasa optimal untuk menyayanginya dengan cara menciumnya, ya benar-benar mencium, menempelkan bibir kami padanya.
  • Ikan-ikan cupangku, meski mereka tak kami dudukkan di sofa (bagaimana bisa?), mereka bertengger mesra di atas almari pakaian kami di kamar hingga dua hari sesudah Odi pulang ke rumah, mereka kami pindahkan ke kamar mandi.
  • Tiga puluh menit menjelang tidur, dulu kami selalu meluangkan waktu untuk memberi makan dan sekadar bercengkrama dengan para ikan itu tadi.

Sekarang bagaimana? Ya, sejujurnya sekarang jelas berbeda keadaannya. Kami, aku dan istriku, tak bisa lagi memberikan perhatian seperti yang kutulis di atas. Sebagian besar waktu kami habiskan untuk mengurus si kecil Odilia.
Namun meski demikian, dengan segala apa yang ada sejujurnya, cinta kami kepada Simba dan ketujuh ikan cupang itu boleh dibilang tak menghablur sedikitpun! Secuilpun!
Halah, masa? Nggak percaya, coba kalian tanya pada istriku apakah cintanya berkurang pada Simba dan konco-konconya setelah Odi muncul di tengah kami? Dengan gusar, aku bisa membayangkan ia pasti akan menjawab , “Eh, nggak ya! Aku tetep cinta Simba!” Dan, tak kurang akupun juga akan seperti itu kalau ditanya …
Cinta, bagiku, adalah sesuatu yang tak bisa dinilai, ditakar dan didefinisikan akan tetapi kalau disuruh membayangkannya, aku lebih suka menggambarkan cinta sebagai gumpalan sesuatu yang besarnya seperti apa akupun tak tahu. Ia termasuk dalam aras uncountable (tak terhitung) namun justru dari situlah manusia lantas mencoba menghitung serta menakarnya sesuai dengan kemampuan dan keterbatasannya.
Kemampuan dan keterbatasan yang lantas dinamai akal budi itu lantas menggiring kita untuk menggunakan “waktu” sebagai variabel bantu penghitung cinta.Waktu adalah variabel yang bisa dihitung dan padanyalah bersandar pula daur seumur hidup kita, oleh karenanya tak heran kita lantas meletakkan cinta kepada waktu, cinta terhadap waktu.?Perpaduan keduanya menimbulkan ekuivalensi, sebuah persamaan yang sebenarnya tak sama benar seperti kutulis di bawah ini:
Ketika kamu bicara seberapa banyak waktumu untuk mencintai seseorang, orang lain lantas menterjemahkannya sebagai seberapa besar cintamu kepadanya berdasarkan berapa ribu detik yang kau habiskan dalam seminggu untuk bersamanya. Dan konsekuensinya, ketika kamu absen di depan hidungnya, ia yang sebenarnya tetap kau simpan cintanya dalam hatimu itu bisa meluap-luap marahnya hanya karena dalih “Nggak ada waktu.. nggak cinta!?!”
Sekarang persoalannya, salahkah kita menghitung dan menakar cinta?Jawabku adalah tak mengapa, asalkan kita tak semena-mena langsung mengidentikkan hasil penghitungan dan penakaran itu kepada cinta itu sendiri.
Therefore, kembali ke soal hubungan kami dengan para binatang piaraan yang kami begitu cintai,Kalau ukurannya adalah waktu, maka penghakiman tentang berkurangnya cinta kami pada mereka bisa diputuskan sebagai suatu yang benar, tapi kalau ukurannya adalah cinta itu sendiri, hakikatnya tidak akan pernah ada penghakiman karena tak ada hakim yang mampu menakar dan menghitung cinta sejak manusia tak ditakdirkan untuk dapat mendefinisikannya…

Sebarluaskan!

38 Komentar

  1. Cinta memang sudah sewajarnya tak bisa ditakar. cukup dirasa dan diterka.
    Ngomong2 soal hewan dan cinta. Jadi inget film Hachiko …

    Balas
    • Hehehe apaan tuh Hachiko? Film jepang tentang anjing yang pahlawan itukah?

      Balas
  2. Wah kasihan Simba. Aku rasa dia memang merasa dilupakan, krn selama ini dialah “anak” satu2nya, dan kemudian muncul penghuni baru, ur baby. Byk org yg memang jd lupa sama anjingnya, tp mudah2an kalian berdua tdk begitu. Mgkn saat istrimu sibuk dgn ur baby, dirimulah yg main dgn Simba. Ah tapi dikau pasti tahulah bgmn menunjukkan cinta mati pada Simba. Sayangi Simba ya, jgn lupakan dia *aq teringat anjingku yg sudah dead dan rasanya jd sedih :(

    Balas
    • Ya, pada akhirnya memang kami punya ‘dua’ anak :)
      Saat istriku sibuk dengan Odi, sesekali aku turun ke bawah dan main dengan Simba.
      Simba sangat kami sayangi… dan percayalah bahkan pemerintah pun turut campur seandainya ada warganya yang menelantarkan hewan piaraannya

      Balas
  3. As far as i’m concerned, i have 9 babies… :)

    Balas
    • Eh ini Mrs. Verdian? Hiahahaha, salam!

      Balas
    • Simba + 7 ikan + Odi.. lha aku??? :))
      10 dong…

      Balas
      • kowe kuwi bapake Odi… bojone mbak Joice… mosok meh dadi bayi maneh …. jan kebangeten tenan … hahaha

        Balas
  4. Bayangkan misal si Simba itu bukan anjing peliharaanmu, melainkan anak mu pertama, dan Odilia anak kedua… ;-(
    Contohnya lagi, sibuk dengan pekerjaan sehingga habis waktunya untuk bersama2 dengan keluarga (umum banget terjadi).
    Cinta si ayah memang gak berubah (walau ada yang emang udah gak urusan lagi, yang penting setor duit)… tapi sayangnya, gak semua anak bisa menerima cinta semacam itu. Yang bisa menerimanya sekalipun pasti bakal jenuh dan meledak frustrasi kalo dicuekin mlulu hehehe.
    Kamu belajar menyisihkan waktu juga dong PAPAH. Kasian Simbaa!!! Bunuh diri ntar!!!

    Balas
  5. kasian si simba. pasti dia cemburu abis hahaha. andai dia bisa nulis surat atau ngomong, dia pasti udah ngomong tuh :D

    Balas
    • Hehehehehe dia tak perlu ngomong untuk kami ketahui kecemburuannya, Mas…
      Sebenernya dia tidak cemburu karena dia juga tampak sayang ke Odi, cuma dia merasa tersisihkan… obyek yang ia kesali tetap kami bukannya Odi…

      Balas
  6. ati-ati Don, jangan sampai ke”cemburaan” simba berakibat buruk pada odilia lho…
    sebaik baiknya Simba, tetep aja ASU

    Balas
    • Kalimat berikutmu pasti: SENGSU! hahahaha

      Balas
      • sengsu very muach….

        Balas
  7. errrr bukannya ngajarin, hanya berbagi pendapat.
    bagaimana kalau simba dan ikannya diajar untuk mencintai odi juga hihihi…
    nanti pasti odinya juga lama2 cinta sama mereka. akhirnya semua saling cinta dehhh… gak ada yang dikesampingankan toh? iya toh??? :D

    Balas
    • Ya, itu sudah kami pikirkan sejak Odi masih di dalam kandungan…
      Simba tampak tidak cemburu ke Odi kok… dia hanya merasa waktunya tercuri oleh sesuatu yang barangkali ia belum sadari hehehe….

      Balas
      • Apakah berbahaya kalau Simba diajak sekalian ketika mengurus Odi? Tentu saja kesehatan Simba harus selalu dikontrol ya (divaksin rutin atau apa gitu). Kasihan juga membayangkan kesepian hati Simba … :(

        Balas
  8. setuju dengan pendapat Femi (kok malah ngomentari komentator!) ajari Simba dan para Cupang itu untuk mencintai Odi, supaya tidak terjadi efek buruk seperti yg dibilang Bro!
    Kamu bilangin aja Simba dan para Cupang,”Hey, aku tetap mencintai kalian; jadi jangan kuatir ya! Walaupun bentuk cintaku berbeda, namun volumenya tetap sama !”
    Hihihii

    Balas
    • Itu selalu kukatakan hehehe
      Kamu bole sependapat dengan komentator kok… justru kalian itu yang memperkaya kontenku melalui komentar2 kalian

      Balas
  9. kalo gw seh Mas ga pernah menakar cinta dari berapa banyak waktu yang dihabiskan bersama, tapi kualitas menghabiskan waktu bersama. Soalnya laki dinas luar mulu, pulang weekend. Jadi kalo mo nuntut untuk bisa bareng2 mulu yah susah.

    Balas
    • Hahahahahaha…
      long distance relationship memang pengecualian, Mbak :)
      Saya dulu juga seperti Anda…

      Balas
  10. Cinta itu tanpa batas. Jadi tak ada yang mampu mengukurna memang. Karena cinta mampu merubah apapun

    Balas
    • Makasih, Mas Zia… udah meluangkan waktu untuk nge test web ini.
      Salam untuk Sumbawa!

      Balas
  11. kalo hidup di jepang
    ngga bisa menakar cinta dengan waktu
    wong jarak Tokyo-Osaka yang bisa berjam-jam naik kereta biasa aja cuma 3 jam kalau naik shinkansen hihihi….
    Aku ngga usah menambahkan komentar bagus-bagus di atas… cuma aku mau tambahin: cepet aja bikin Justice Timbelake dan akan lebih KACAU lagi jadwal kamian semua bercinta hahahha…..
    EM

    Balas
    • Hahahahah kamu baca juga ya guyonanku di FB.. Justice timberlake.. ide spontan tuh hehehe

      Balas
      • Hihi sekalian juga bikin Justine Tinkerbell…wkwkwk…
        Btw, sms gue bales duong…

        Balas
  12. Cinta itu soal rasa bung! ;)
    Eeeeh potone Simba endi?

    Balas
    • Soal rasa? Apa? Pandan? Hahahaha
      Fotone simba ngga kupasang takut kalian lebih kepincut padanya hahaha

      Balas
      • Aku request potone Simbaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa :D

        Balas
  13. Dan bisa aja nanti Donny merasa kehilangan cinta (atau agak cemburu) …jika selagi lucu2nya (atau sekarang udah ya)..Odi lebih memilih menempel pada mamanya…

    Balas
  14. aduh…..
    cinta ituh berbagai macam ya…
    buat hewan pun ada…hehehehe
    emank susah buat berbagi cinta ituh…hehehe
    salam kenal iia

    Balas
  15. saya gak pernah punya peliharaan sih. hehe, ikan itu pun saya lalai terus di makan kucing. haduh…

    Balas
  16. errr
    jadi apakah Simba ituh?

    Balas
  17. aku percaya kok mas…bahwa cinta itu gak akan habis dibagi2 dengan orang2 tersayang dan hewan kesayangan kita atau bahkan dengan orang-orang disekeliling yang membutuhkan cinta seperti anak2 di panti atau anak2 jalanan.
    pesenku cuman satu harus adil2 ya :D

    Balas
  18. jujur aku ketawa liat nama anak mu krn 10 thn yg lalu aku sdh merancang nama nt anak aku kalau laki Odi kalau perempuan Odilia krn yg keluar laki jadilah dia Odi btw karena Tuhan tau kali yah Odilia milik orang lain.GBU

    Balas
  19. Paklik, jika tiga belum dikasih nama, saya usul masing-masing dinamai dengan awalan huruf S, B dan Y. itu perlu dijadikan monumen… LOL

    Balas
    • Susi, Bimbi dan Yuli ? Demikian, Lik?:)

      Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.