Penggenapan Hukum Taurat yang dibawa Yesus adalah melalui Hukum Kasih. Yesus tidak meniadakan satu iota/titik pun Hukum Taurat. (lih. Matius 5:18) Tapi Hukum Kasih-Nya memberi sudut pandang yang baru tentang bagaimana orang-orang Yahudi saat itu seharusnya menjalankan Taurat.
Misalnya dalam hal persembahan di Bait Allah, adakah hal itu dilakukan atas dasar kasih seseorang terhadap Tuhan Allah atau karena kewajiban saja dan supaya tampak ?indah? di mata sesama?
Hukum Kasih
Hukum Kasih diutarakan Tuhan dalam Kabar Baik hari ini. Pada amanatNya di Perjamuan Terakhir, Yesus menyatakan demikian,
?Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.”? (Yoh 13:34-35)
Prinsipnya jelas.
Kita harus mengedepankan kasih kepada sesama karena Ia telah mengasihi kita. Cara kita mengasihi sesama adalah sama dengan caraNya mengasihi kita.
Kasihi sesama dalam keberagamannya
Aku ingin membawa Kabar Baik ini ke dalam sebuah permenungan terkait dengan apa yang terjadi di Tanah Air belakangan ini.
Suatu waktu, temanku yang adalah kakak angkatanku di SMA Kolese De Britto mengunggah foto yang ia jepret secara tak direncana. Seorang ibu berjilbab bergandengan tangan dengan seorang suster yang hendak menyeberang jalan di sebuah jalan di Jogja.
Foto itu lantas menjadi viral.
Ada begitu banyak yang memuji-muji foto itu. Di satu sisi, aku pun memuji hal itu sebagai wujud kasih dalam keberagaman. Tapi di sisi lain, aku prihatin! Keprihatinanku muncul setelah menyadari kenapa hanya dengan melihat foto seperti itu lantas kita seperti terkaget-kaget dalam memuji?
Bukankah kasih dalam keberagaman adalah sesuatu yang wajar dan sudah ada turun-temurun sejak nenek moyang kita?
Mata air bersih di padang gurun
Hal ini membuatku berpikir jangan-jangan ada yang salah dalam interaksi kita dengan sesama akhir-akhir ini. Terbelenggu dalam perbedaan memperkuat rasa benci dan melemahkan kasih.
Karena pengaruh kepentingan-kepentingan kelompok tertentu, kita jadi melihat toleransi dalam keberagaman bagai mata air bersih di tengah padang pasir sehingga ketika melihat foto itu muncul, kehausan akan kasih terlampiaskan dan kita viralkan kemana-mana.
Kembali pada apa yang dikatakan Yesus tadi, jika kita ingin diaku sebagai murid-muridNya, jika kita ingin masuk dalam kerajaanNya, syarat mutlak yang harus kita lakukan adalah kasihi sesama. Sesama bisa siapa saja termasuk mereka yang berbeda suku, ras, agama, orientasi seksual dan segalanya seperti Tuhan pun telah mengasihi kita apa adanya.
Sanggupkah kita?
Sydney, 19 Mei 2019
0 Komentar