“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
(Lukas 10:27)
Syarat hidup kekal, menurut hukum Taurat yang juga dibenarkan Yesus hanya dua. Pertama, mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, kekuatan dan dengan segenap akal budi. Kedua, mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri.
Dalam Kabar Baik hari ini, orang-orang dari suku bangsa Lewi dan para ahli Taurat dijadikan contoh oleh Yesus sebagai sekelompok orang yang tampak taat beragama, kalau berdoa khusyuk, ucapannya juga seolah teduh. Mereka memang petinggi-petinggi agama waktu itu.
Sementara itu seorang lain adalah dari suku Samaria yang waktu itu dianggap sebagai ?suku luar? yang memiliki kaitan ?antagonisme? terhadap suku Yahudi. Namun justru dialah yang menolong seorang yang nahas yang digambarkan Yesus karena dirampok dan tubuhnya penuh luka-luka dianiaya si rampok hingga sekarat.
Mana yang lebih benar?
Dalam konteks ini, karena yang dihadapi Yesus adalah ahli Taurat, Ia tidak menyalahkan cara mereka beragama tapi Ia meminta supaya ahli tersebut melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan orang Samaria dalam ceritanya tersebut yaitu mengasihi sesama.
Di konteks lain, jika kalian masih ingat bagaimana Yesus bercakap-cakap dengan seorang wanita Samaria di pinggir Sumur Yakub (bdk Yohanes 4:13 – 43), Ia menawarkan ?air hidup? kepada wanita tersebut. Ia mengajak wanita itu untuk percaya kepadaNya (Kata Yesus kepadanya: “Percayalah kepada-Ku, hai perempuan, saatnya akan tiba, bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem. (bdk. Yoh?4:21).
Jika melihat dari keduanya, nyatalah bahwa apa yang dilakukan Yesus adalah mengajak siapapun baik dari kalangan agamis maupun mereka yang ?orang luar? untuk saling melengkapi hal yang belum sempurna. Bagi mereka yang baru mencintai Allah, Yesus mengajak untuk mencintai sesama dan demikian sebaliknya, mereka yang baik terhadap orang lain, kenapa tak juga mencoba mengenal dan ?minum Air Hidup? tempat segala kebaikan itu berawal mula?
Aku tersentuh dengan Kabar Baik hari ini terutama karena dulu aku pernah mengalami hal yang mirip dengan apa yang ditulis oleh Lukas hari ini.
Pernah ada satu masa dimana aku sangat malas untuk ke gereja. Berdoa saja jarang. Ketika diajak pergi ke persekutuan (boro-boro mau!) atau ke Gereja, alasannya selalu, ?Ah yang penting baik ke orang lain lah! Berdoa dan ke gereja nanti saja??
Tapi pernah juga dulu aku merasa begitu dekat dengan Tuhan. Datang ke misa harian, doa rosario setiap hari dan tak pernah alpa dalam persekutuan tapi ketika ada orang lain yang minta waktu untuk curhat, untuk didengarkan masalahnya dan syukur-syukur aku bisa memberikan solusi, aku menolak dengan alasan, ?Waktumu nggak pernah tepat sih! Aku sibuk ke gereja nih! Lain waktu atau cari orang lain aja!?
Sulit ya? Tentu tak mudah! Tapi ada rumus sederhana yang bisa dijadikan alat bantu kita untuk kita mencintai Allah dan sesama.
Mencintai Tuhan dan sesama itu ibarat salib. Salib terdiri dari dua bilah kayu, yang menghadap ke atas adalah pralambang cinta kita kepada Allah sementara itu yang menyamping adalah bagaimana kita harus mencintai sesama kita.
Bagaimana dulu Yesus menghadapi salib adalah hal yang harus kita ikuti untuk membantu kita melakukan kedua tugas mulia tersebut.
Salib tanpa Yesus dan pengorbananNya hanyalah benda mati yang tak ada artinya. Tapi olehNya, salib dipeluk dengan setia. Dipanggul meski sampai tiga kali terjatuh dari Yerusalem ke Golgota. Sesampainya di puncak, tubuhnya dipaku, dilekatkan sehingga tak terpisah lagi, dipancang hingga mati.
Begitulah kita mencintai Allah dan sesama. Aturan mencintai Allah dan sesama kalau tak dilaksanakan dengan setia dan penuh pengorbanan hanya akan jadi aturan saja. Kita harus memeluk salib itu, menjalankan aturan sepenuhnya dan melekatkan diri dengan penuh pengorbanan hingga akhir usia.
Nah, kuncinya sudah tahu, kan?
Soal kesanggupan pun juga jangan khawatir karena ada Roh Kudus yang membimbing dan menopang. Permasalahannya tinggal satu dan hal ini ?klasik? sekali; mau atau tidak? Itu saja!
Sydney, 9 Oktober 2017
0 Komentar