• Skip to primary navigation
  • Skip to main content

Donny Verdian

superblogger indonesia

  • Depan
  • Tentang
  • Arsip Tulisan
  • Kontak

Mas Don, Koh Don

1 Maret 2009 29 Komentar

Waktu masih di Jogja dulu, aku pernah mengganti nama panggilan salah satu temanku yang semula kupanggil, katakanlah, Slamet, lalu karena satu hal yang akan kujelaskan pada kalimat berikut ini kupanggilah ia kemudian dengan sebutan Munyuk, anak kera.

Masalahnya sederhana, bagiku ia adalah seorang yang sangat munafik!
Di depanku ia manthuk-manthuk memanggil aku “Mas Donny” dengan logat yang sangat kental Jawanya, tangan yang ngapurancang serta senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya seakan aku ini masih darah biru keturunan keraton dan ia seperti keturunan kuli angkut Pasar Beringharjo saja. Tapi sebaliknya, di belakangku ia tak segan memanggil aku dengan “Donny” bahkan pernah sekali aku mencuri dengar ia berbicara denganku “Asu Donny kae… lha wingi bla bla bla!” sambil berkacak pinggang!

Aku bukan orang yang gila hormat!
Karena tanpa aku menjadi gila pun orang sudah banyak yang menghormatiku!
Tapi aku gila konsistensi dan gila keterbukaan!

Bagiku, orang seperti Munyuk itu adalah orang yang tak sanggup untuk gigih terhadap konsistensi dan jauh dari yang namanya terbuka. Untuk satu alasan yang aku sendiri tak tahu, ia bisa memanggilku Donny di muka orang lain, tapi ketika ada di depan batang hidungku, secepat kilat ia bisa menyertakan awalan “Mas” begitu saja.

“Lha saya kan pengen menghormati Mas Donny tho!” demikian belanya yang tak kutanggapi selain menggumam “Munyuk! Munyuk! Munyuk!”

Ia juga tak terbuka!
Ia lebih memilih menutup permukaan hatinya dengan segala yang terkesan hormat, ngajeni dan baik!

Orang munafik itu tak ada tempat dalam kamus persahabatanku, sampai ke lorong tinja di WC ku yang tercinta pun ia akan kukorek habis jika kutemukan. Kenapa demikian, karena aku sendiri sudah kepalang munafik adanya hahahahah!

Itulah dulu, dan dulu berbeda dengan sekarang.
Teman kantorku yang bule semua (hanya aku seorang yang Asia, dan hanya aku seorang yang tidak menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa ibu) selalu memanggilku “Donny!” Mereka pun juga tak mau kupanggil “Sir”, “Mister” atau apalagi “Mas” lha wong mereka bukan orang Jawa meski kadang aku ingin memanggil mereka dengan sebutan “Paklik” dan “Bulik” karena usia mereka rata-rata adalah sepantaran adik orang tuaku.

Aku sendiri senang dipanggil nama saja, sesenang aku memanggil orang yang tertinggi di perusahaan ini pun dengan sebutan nama pula. Seperti tak ada tedeng aling-aling untuk bilang A kalau A dan B jika B tak peduli siapa dan apa kedudukannya!

Dan konon adat seperti itu memang tak hanya di kantorku saja tapi nyaris menyeluruh ke semua daratan negeri, mereka sangat jarang memanggil seseorang dengan kata sandang.

Dengan Bahasa Inggris terbata-bata, aku pernah menanyakan satu hal kecil terkait soal panggil-memanggil ini pada teman buleku. Begini ceritanya,

“Kamu kemarin kemana pas weekend, Jack?”
“Oh, fishing ama girlfriendku trus abis itu pergi ke rumah John…”
“Oh, John, siapa itu?”
“Bapakku.”

Modharrrr!
Aku langsung terbayang seandainya nanti aku dianugerahi anak dan yang pasti anak itu dibesarkan di sini lantas memanggilku “Don! Donny! Minta uangnya Don!”

Waduh, kalau si Slamet saja kupanggil Munyuk yang berarti anak kera, mungkin berat bagiku untuk tidak memanggil anakku dengan sebutan Krete, yang dalam Bahasa Jawa berarti anak buaya, bukan karena Papanya dulu buaya tapi lebih karena kekurangajarannya memanggilku, bapaknya dengan nama saja!

Nah kalau sudah begini, di mana aku harus berpijak?
Di dunia yang memandang bahwa memanggil nama saja terlebih pada yang lebih tua itu haram, atau di dunia yang banyak orang bilang modern hanya karena kita bebas tanpa tedeng aling-aling memanggil siapapun dengan nama saja?

Aku memilih di tengah saja!
Dalam banyak hal, posisi tengah adalah yang paling menyenangkan dan menyelamatkan!
Ketika kuingin dipanggil nama oleh mereka yang lebih muda, aku tentu akan berpihak ke budaya sini karena jelas itu akan membuatku merasa sedikit lebih muda ketimbang orang memanggilku dengan sebutan “Pak Donny”
Ketika kuingin dipanggil “Sir (wangun ora yo?!?)” atau “Mas” maka aku akan senang juga karena mereka kuanggap menghargaiku.

Ah, aku tiba-tiba jadi kangen dipanggil “Mas Don” atau “Koh Don”
Dulu banyak wanita di sekeliling memanggilku demikian… Dulu, ya dulu … :)

Sebarluaskan!

Ditempatkan di bawah: Cetusan

Tentang Donny Verdian

Donny Verdian born in Indonesia, 20 Dec 1977. He moved to Sydney, Australia in 2008. Donny is a songwriter, singer and musician. He's also known as Superblogger Indonesia.

Reader Interactions

Komentar

  1. yessy muchtar mengatakan

    1 Maret 2009 pada 7:04 pm

    Mas Don….
    Kenapa tetap ada tulisan tinja di tulisanmu ini?!?!?!?!?
    Ini tulisan tentang munyuk apa tulisan tentang dirimu kangen sama cewek cewek itu? ;)..Mmmmm..???…kekekekek

    Balas
  2. Jamal eL Ahdi mengatakan

    1 Maret 2009 pada 11:22 pm

    Lain Ladang Lain Belalalng,lain lubuk lain ikannya.
    Dimana Bumi Dipijak DIsitu Langit di junjung.
    Pake Aja yg paling sreg mas eh koh hehehehe.

    Balas
  3. p u a k mengatakan

    2 Maret 2009 pada 1:36 am

    Kalau pengen terlihat akrab, daku sih senang aja dipanggil atau memanggil orang lain pakai nama saja. Tapi kalau orang tua sendiri mah, dipanggil namanya saja..malah nggak tega. Hehehe..
    Tapi karena budaya masih2 negara aja kali , mas Don…

    Balas
  4. Riris Ernaeni mengatakan

    1 Maret 2009 pada 7:52 pm

    Hihihi…sama seperti Yessy aku ingin bertanya : Apakah TINJA merupakan salah satu OUTPUT favoritmu, Mas Dony?
    Terus satu lagi : gampangan mana ngajarin anak bayi berenang sama ngajari Buaya Berenang?

    Balas
  5. prameswari mengatakan

    1 Maret 2009 pada 8:10 pm

    Mas Don…. (eh di belakang juga tetap manggilnya mas Don kok)
    Koh Don….dalam hati siy pernah terlintas manggil mas Don dengan sebutan itu. Hehehe
    Kangen Jogja…mumpung ada kopdaran tuh
    pulang…..pulang……

    Balas
  6. mantan kyai mengatakan

    1 Maret 2009 pada 9:11 pm

    ya mas… ada yang bisa saya bantu ???

    Balas
  7. Chandra mengatakan

    2 Maret 2009 pada 2:39 am

    Ih, kalian kan orang Indonesia, bukan?
    Ngebesarin anak ala Indonesia aja Koh Don, di sini juga disaraninnya begitu kok…hehe ntar deh kalo dah lahir anaknya, bakal dapet deh tuh bejibun bahan bacaan (termasuk websites)dari gov, RS, early chilhood centre, etc.
    Busway Mas Don , ga jadi pindah ke Lalor Park, tapi ke Blacktown 2 or 3 minggu lagi…

    Balas
  8. omiyan mengatakan

    2 Maret 2009 pada 3:34 am

    wah saya baru lewat ya pertama kesini….mampir dulu ya

    Balas
  9. dhoni mengatakan

    3 Maret 2009 pada 4:14 am

    Salam kenal dulu dah, Mas Don | Don | Koh Don…
    :D
    *jadiingetnggembirolokojamansemono*

    Balas
  10. hade mengatakan

    3 Maret 2009 pada 2:01 am

    numpang lewat ya koh… :-)

    Balas
  11. windy mengatakan

    3 Maret 2009 pada 7:34 am

    “Tapi aku gila konsistensi dan gila keterbukaan!”
    setojooo…. but some people dont agree with me … mungkin krn gw malah cenderung sinis kali yaa don…

    Balas
  12. sawali tuhusetya mengatakan

    3 Maret 2009 pada 10:35 am

    walah, sapaan itu biasnaya juga sangat erat kaitannya dg adat dan budaya itu, mas donny. seperti aku misalnya, selalu ingin menyapa seseorang dg sapaan “mas” utk lelaki, dan “mbak” utk perempuan, meski usianya lebih muda ketimbang saya, hehehe …. jadi repot juga, yah, hiks. tapi insyaallah saya konsisten dg sapaan itu, loh, mas/

    Balas
  13. edratna mengatakan

    3 Maret 2009 pada 9:05 pm

    Itu tergantung caramu mendidik anak.
    Dosenku, nama panggilannya pak Bastol…anaknya kalau panggil langsung Bastol aja…mungkin karena beliau banyak hidup di luar negeri…ini tahun 70 an lho.
    Dosen satunya, walau anak-anaknya lahir dinegara paman Sam, membuatku kaget karena bisa berbahasa Jawa halus, dan menghormati ayah ibunya seperti kehidupan di Jawa.
    Anak-anakku, semua memakai bahasa Indonesia kalau berbicara dengan ayah ibunya…soalnya bahasa Jawaku kurang bagus…dan ini yang suka bikin kesel suami…hahaha

    Balas
  14. Yoga mengatakan

    5 Maret 2009 pada 9:30 am

    Pertama, begitu baca tulisan ini, mendadak teringat falsafah blangkon, yang katanya “mbendol mburi” itu. Eh, betul kan, cara nulis mbendol-nya?
    Kedua, Apa kabar mas DV? :)

    Balas
    • DV mengatakan

      5 Maret 2009 pada 9:30 am

      Kabar baik Mbak Agoy :) Heheheh aku jadi inget dulu kamu manggil aku Mas DV :)
      Hahahahaha

      Balas
  15. mascayo mengatakan

    5 Maret 2009 pada 5:26 pm

    hahaha … untuk mengantisipasi jenjang pemanggilan itu makanya kubuat branding name ku “mascayo”.
    Maksudnya biar siapa saja nggak muda, nggak tua panggil aja mascayo.
    gimana mau coba cara saya masdonnyverdian.net ?

    Balas
    • DV mengatakan

      5 Maret 2009 pada 5:26 pm

      Saya? Panggil saya Donny, Donny Verdian :)
      Cukup itu :)

      Balas
  16. genthokelir mengatakan

    6 Maret 2009 pada 11:54 pm

    wah saya memiliki cerita yang hampir mirip ini mas kadang memang hal seperti itu membuat kecut dalam benak
    awake ndewes kan rak butuh di mas mas ke yen akhire nang mburi do ngece yo kang

    Balas
  17. King of Goat mengatakan

    16 Maret 2009 pada 12:02 am

    repot ngundang sampean mas opo koh
    sampen ki koyo cino ning koyo jowo opo malah ora loro lorone hahahaha
    nek aku malah di undang peang mergo sirah ku mas
    ning kancaku ono sing di undang manyun ono sing di undang dobleh ono sing di undang BATHUK hahaha sampean seneng di undang Donn wae ya kang hahaha

    Balas
    • DV mengatakan

      16 Maret 2009 pada 12:02 am

      Aku Jowo, tur nek mabuk ngaku cino.:)
      Jowo tenin Mas :)

      Balas
  18. ndaru mengatakan

    17 Maret 2009 pada 12:41 pm

    mas don, ke lik adi yuk!

    Balas
    • DV mengatakan

      17 Maret 2009 pada 12:41 pm

      Yo, ayo! Remon dijak ra? Helm siji wae yo wani ra? Liwat dhalan tikus, IAIN ngidul lewat mBaciro, nrabas-nrabas tekan Kotagede!
      Jancuk! Kangen Jogja, aku!

      Balas
  19. Arie mengatakan

    18 Maret 2009 pada 12:49 am

    Anu boss, numpang nanya. mau menanggapi masalah kantor aja.
    kalo dikantor, Sydney masi bisa “Muni-Muni” kyk dulu gak??
    Hehehehehe

    Balas
    • DV mengatakan

      18 Maret 2009 pada 12:49 am

      Oh jelas! Tambah malah..:) Soalnya di sini nggak ada yang tau arti kata pisuhanku. Paling hanya aku dan Tuhanku..
      Tapi Tuhan kucari-cari di kolong meja dan di CD Rom ku tak nongol juga.
      Berarti makin asyik buat misuh, kan.. Huhuahuahua!

      Balas
  20. Arie mengatakan

    18 Maret 2009 pada 8:38 pm

    Jan#####k!!!
    A#####u!!!
    Ko#####t!!!
    Wakakakakakakka….
    Jadi pengen tau reaksi/ raut wajah temen kerja,boss, kayak apa ya ? pasti *ter-plonga-plongo melihat tingkahmu, boss.

    Balas
    • DV mengatakan

      18 Maret 2009 pada 8:38 pm

      Hahahaha, nek ngomongnya karo ngotot yo mereka pasti tau, tapi coba diucapkan dengan seolah-olah kita memuji dia as “You re great!” dan kata “great” diganti kata-kata saru kita, luwih wangun tho!
      Hahahahah!

      Balas
  21. ndaru mengatakan

    19 Maret 2009 pada 1:05 pm

    bajinguk jogja panase puol!
    kangen jogja mas don? ah tenane?
    kayanya mas don udah ga cocok dengan lembab dan gerahnya jogja huahahaha …
    *ditulis dari bangku angkringan lik adi, lengkap dengan wedang jahe asem, dibantu oleh dinosat!*

    Balas
    • DV mengatakan

      19 Maret 2009 pada 1:05 pm

      Tenan, Su! Kangen aku!

      Balas
  22. Arie mengatakan

    20 Maret 2009 pada 1:47 am

    Wah..Wah..Wah..Ada peluang bisnis!
    Buka angkringan di Sydney
    sudah ada calon pembeli pertama
    Wakakakakakaka…..

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

  • Depan
  • Novena Tiga Salam Maria
  • Arsip Tulisan
  • Pengakuan
  • Privacy Policy
  • Kontak
This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish.Accept Reject Read More
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary
Always Enabled
Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.
Non-necessary
Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.
SAVE & ACCEPT