Mas Bram!

16 Feb 2012 | Agama, Cetusan, Indonesia

Bagiku, Bramantyo Prijosusilo adalah preman yang sesungguhnya! Mereka yang mengeroyok itu hanya preman-premanan, karena kalau preman sejati tentu tak main keroyokan, banci!
Dan, ya… Mas Bram sepakat denganku untuk menyebut mereka banci. “Kena tonyo… ning tonyo banci… ora lara (kena pukul, tapi pukulan banci, nggak sakit – jawa),” begitu jawabnya ketika kutanya apakah dia kena pukul massa dalam percakapan singkatku dengannya semalam via jendela Facebook, sesaat setelah ia keluar dari kantor polisi.
Selain kena pukul, ia juga sempat kehilangan kacamatanya hingga akhirnya seorang wartawan menemukan dan memberikannya kembali. Ia hanya menyayangkan keris pusakanya yang rusak, “Mendhak emasnya hilang dan warangkanya patah!”
Eh, tapi maaf, sebelum kulanjutkan tulisan ini… kalian tahu kan siapa yang sedang kuomongkan?
Ialah Bramantyo Prijosusilo. Media massa kemarin ramai memberitakannya dan menyematkan gelar ‘seniman’ kepadanya, tapi bagiku lebih dari seniman. Ia adalah kawan. Sesama lulusan SMA Kolese De Britto Yogyakarta, meski ia angkatan lama, jauh di atasku.

“…Saya berterima kasih, mereka telah memerankan aksi barbar dengan baik”

Kemarin ia membuat ‘ombak kecil’ dengan membuat pertunjukan seni berjudul “Membanting Macan Kerah” di depan Markaz Majelis Mujahidin, Jl. Karanglo no 94, Kotagede, Yogyakarta.
Dalam siaran persnya, Mas Bram mengabarkan niat dibalik pertunjukan seni itu sebagai berikut:
Menghayati kecenderungan merebaknya kelompok dan penghayatan agama yang bercirikan kegiatan-kegiatan keagamaan yang memecah belah masyarakat dan berpotensi memicu konflik horizontal, serta mengahayati ancaman kekerasan yang diniscayakan oleh adanya kegiatan-kegiatan semacam itu, maka saya memiliki gagasan untuk membuat suatu ?social sculpture? (patung sosial) yang bertema : ?Melawan Radikalisme Agama Dengan Seni Atas Nama Pribadi?.
Sayang memang, belum sempat menggelar karya seni yang konon hanya akan berlangsung lima menit atau paling lama setengah jam jika diikuti tanya jawab ini, ia sudah keburu digrudhuk dan digebuki massa hingga akhirnya ia ‘diselamatkan’ oleh polisi untuk ‘diamankan’.
Merasa gagalkah ia?
Ternyata tidak.

Diatasinya rasa itu dengan jiwa seni dan keterbukaan serta keyakinannya yang begitu kuat bahwa orang yang akan diajak ?bicara? melalui karyanya adalah manusia juga. Sayang, di bagian terakhir ini ia salah.

Simak pernyataannya di bawah ini:
“Saya tidak melaporkan tindakan kekerasan yang mereka lakukan kepada saya itu, karena itu (tindakan kekerasan MMI) merupakan bagian dari proses pembuatan seni saya. Saya berterima kasih, mereka telah memerankan aksi barbar dengan baik,” tukasnya via vivanews.com
Masih melalui jendela messengernya, ia juga berkata bahwa yang penting gelombang ini kian lama kian membesar. “Aku berharap INDIVIDU bangkit bersama jadi kesadaran bersama menolak kekerasan atas nama agama.” Nah, menarik kan?
Bagiku, apa yang dilakukannya siang itu adalah suatu usaha menertawakan radikalisme bertajuk agama yang sekarang marak terjadi. Hal tersebut seharusnya tak ditoleransi keberadaannya di tengah masyarakat yang negaranya mengaku mengusung asaz demokrasi itu.
Mas Bram juga membuang jauh-jauh rasa takut. Diatasinya rasa itu dengan jiwa seni dan keterbukaan serta keyakinannya yang begitu kuat bahwa orang yang akan diajak ‘bicara’ melalui karyanya adalah manusia juga. Sayang, di bagian terakhir ini ia salah. Kalau yang ia ajak bicara adalah benar-benar manusia, tentu mereka akan lebih dulu mendengarkan baru bereaksi, bukan langsung main pukul tanpa tahu apa yang hendak diutarakannya.
Eh, tapi kalian mau tahu hal yang paling menarik dari ‘interview’ ku dengannya semalam?
Ketika kutanya, “Kamu merasa takut, Mas? Kan tadi kabarnya diancam?” Dengan santai (kubayangkan demikian),? ia menjawab, “Ora ki? Emang kudu wedi? (Nggak tuh, memangnya harus takut? – jawa)”
Jadi, tak salah kan kalau aku bilang bahwa Mas Bram lah premannya! :)

 
Simak artikel-artikel menarik tentang Mas Bram dari sekian banyak link yang kutemukan:

 
Credit foto: Halaman Facebook milik Bramantyo Prijosusilo

Sebarluaskan!

43 Komentar

  1. Ejiee temennya seleb
    Ejiee temennya seniman
    Mas Bram baik ya, kalau awes tak laporne mas :D

    Balas
    • Awes??

      Balas
  2. memang don, yang mengeroyok mas Bram itu justru yang banci. orang kok beraninya pakai kekerasan, pertanda otaknya nggak dipakai!

    Balas
    • Kekerasan dicampur dgn ‘tuhan’ :)

      Balas
  3. kasian orang yang tidak mengkotak kotakan agama di negara ini… speechless…
    karena memang pendidikan masih rendah…. sehingga pemikiran masih sempit.. karena yang berpendidikan tinggi mencuci otaknya dengan kebodohan dan berdasarkan kebenaran yang dikotak kotakan.
    Agamamu agamaku… jalani baik baik sendiri sendiri… dan saling menghormatilah.

    Balas
    • Betul! Kuncinya hanya pendidikan, lain tidak!

      Balas
  4. kan bangsa Indonesia itu belajar diskusi HANYA di dalam kelas…mana ada yang pernah menjalankan diskusi seperti yang diajarkan itu di masyarakatnya dengan baik??? Wong pemimpin juga diskusinya sambil tidur :D

    Balas
    • Hehe kelas teori juara, Mel!:)

      Balas
  5. #IndonesiaTanpaKekerasan versus #IndonesiaTanpaKewarasan

    Balas
    • Finalnya lawan pemenang dari #IndonesiaTanpaKaumKafir vs #IndonesiaTanpaKaumMunafik :)

      Balas
  6. salut sama mas bram, masih ada orang yang berani melakukan hal seperti ini untuk membuktikan keyakinannya terhadap apa yang dia lihat, saya sudah melihat banyak tindakan kekerasan karena landasan agama, nggak pengen lihat lagi dan terjadi di dunia ini.

    Balas
    • Sip!

      Balas
  7. berani = bertindak sesuai dengan hati nurani
    kalau mas Bram menganggap tindakannya benar, maka wajar dia tidak merasa takut :)

    Balas
    • Esensial sekali komentar anda. Suka!:)

      Balas
  8. Ketika aksi damai dilawan dengan kekerasan dan dituduh sebagai penistaan agama… Apakah kekerasan sudah menjadi agama di negri ini…??? Salut utk mas Bramantyo Prijosusilo…

    Balas
    • Sip! Lawan! Hajar!

      Balas
  9. Orang yang tidak lagi punya rasa takut adalah orang yang merdeka dan bahagia sesungguhnya. *menunduk hormat*

    Balas
    • Betul, Mbak… Makasi sudah komentar di sini… Salam kenal

      Balas
  10. Cerdas! :lol:
    Nggak perlu repot-repot minta mereka ngaku, akhirnya ngaku sendiri juga :lol:
    Ini sama macam diskusi dengan orang yang pokoknya™ pokoknya™ dan setiap debat nggak mau kalah. Ngalah selangkah tak apa-apalah, yang jatuh juga lawan diskusi karena sikapnya sendiri :mrgreen:

    Balas
    • Betul! Semacam jurus mengelak lalu menohok bagai bangau…*halah

      Balas
    • no komeng kok komeng :)

      Balas
  11. Awalnya kekerasan, besok apa lagi ya?
    Jadi, siapa lagi yang akan menentang? pemerintahpun membiarkan berdirinya kelompok2 yang tujuannya terkadang jauh dari kedamaian. Atau bisa jadi nantinya menyembelih seniman

    Balas
    • Ya… pemerintah itu kok ya mau-maunya tampak tak berdaya di depan mereka ya :)

      Balas
  12. Lihat Bram di”keler” rame2, kok spontan teringat adegan yang mirip dalam film the Passion of the Christ….

    Balas
    • Hehehehe.. benar..

      Balas
  13. Saya tidak mengikuti detail kejadian/berita ini mas. Cuma sekilas saja menonton di berita-berita televisi. Walaupun ndak ngerti apa tujuannya melakukan itu, tapi saya salut dengan keberaniannya.

    Balas
    • Benar, Bli… aku bayangin kalo aku jadi mereka pasti udah ketakutan :)

      Balas
  14. Lelaki sejati… Kata Sting..” Gentlemen walk and never run….” …. Yes, itulah Bram!

    Balas
    • Sip! De britton yang paling de britto!

      Balas
  15. angkat topi tinggi2 untuk keteguhan hati temenmu ini. edan. gak banyak yg segagah dia hari2 ini. kalo cuma ngomong besar sih di mana2 juga banyak. he really is something, no? salam buat mas brahmantyo :)

    Balas
    • Bener! Lelaki sejati! Sembada dan konsekuen dengan cita2 pikirnya:)

      Balas
  16. Gak bisa buka you-tube’eeee :((
    *fakir benwit*

    Balas
    • kacian

      Balas
  17. sudah hampir males ngomongin kekerasan atas nama agama. dari dulu dajjal2 itu selalu ada. mending ke kutub aja…

    Balas
  18. Walah walah walah… Kekerasan lagi kekerasan lagi. Ya wis katon ta yen wong ra isa mikir, isane mung emosi. Wong ki kudune bisa rumangsa, ora kok rumangsa bisa.

    Balas
    • Isane mung koyo ngono.. arep piye maneh :)

      Balas
  19. ngisini ngisini aah si anggota MMI kuwi! Ketok yen ra tau nguntal ilmu, ketok yen uteke isih ANYAR GRESS (rung tau kanggo maksudku) hehehe. Wong kuwi kudune BISA RUMANGSA, ora kok malah RUMANGSA BISA. AMDG.

    Balas
  20. Ketika pertamakali denger namanya,
    ku teringat yang dulu pernahterjadi yaitu “case seputaran puisi dengan Taufiq Ismail”
    Tapi melihat case yang terjadi kali ini, ku acung jempol buatnya, walo ada saja yang bilang: “wong kok cari gara-gara, baca pusisi aja pake ngedeketin penyakit..!” Lain dari “orang bilang” itu, adalah kemerdekaannya serta pembuktian terbaliknya terkemas dalam tindakan itu.
    Sip nuwun Dab sharinge…

    Balas
    • Sip!:)

      Balas
  21. Saya baca beritanya Don…
    Mungkin diperlukan banyak “preman” agar sesama preman tak saling membantai.
    Aneh memang, situasi sekarang ini.

    Balas
    • Hehehe saya senang dengan komen Bu Eny kali ini…:)

      Balas
  22. huwa udah lama ini jurnalnya :D
    saya kurang tau permasalahannya :) .

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.