Mary MacKillop Place

19 Jun 2009 | Cetusan

Satu yang menggelitikku soal ekslusifitas dalam agama adalah demikian, surga dan neraka itu sebenarnya domain agama atau Tuhan?

Kenapa aku berpikir demikian, karena menurut ajaran agama A, semua orang yang diluar A akan susah untuk mendapatkan surga. Demikian juga dengan ajaran agama B, orang diluar B mau tak mau akan langsung dilemparkan ke neraka. Barangkali penyelesaian terbaik dari masalah itu adalah bagaimana kalau kita bertanya langsung saja pada Tuhan, “Tuhan, agamamu apa?” sehingga setelah menerima jawaban, kita bisa beramai-ramai memeluk agama yang dianutNya.
Ada yang mau bertanya padaNya? :)
Ada yang bisa mendengar jawabNya? :)

Mary MacKillop

Anyway,
beberapa waktu yang lalu, bersama istri, aku berkunjung ke Mary Mackillop Place.
Mary adalah biarawati Australia yang hidup di akhir abad ke-19 dan meninggal pada 1909 dan dimakamkan di Kirribilli, North Sydney, Australia.

Beberapa waktu sesudah meninggal, kumpulannya lantas membuat kapel yang melingkupi bangunan makamnya.
Keistimewaan Mary McKillop adalah karena saat ini ia sedang diperjuangkan untuk mendapatkan kanonisasi dari Paus sebagai syarat untuk dianggap sebagai orang suci, sebagai orang yang diyakini saat ini rohnya telah berada di surga.

Mary MacKillop

Proses kanosisasi sendiri bukanlah satu hal yang mudah.
Dibutuhkan waktu yang terkadang sangat panjang, ditempuh pula berbagai macam penelitian terkait berbagai macam hal terkait dengan riwayat hidup serta mukjizat yang terjadi pada sosok calon orang suci dan dunia sekelilingnya.

Mary MacKillop

Carilah informasi soal berapa lama dan berbelitnya proses kanonisasi St Bernadetta dari Lourdes yang akhirnya diangkat menjadi santa. Dan marilah kita hitung (jika sampai usia kita) akan berapa lama proses kanonisasi untuk pengangkatan Ibu Theresa dari Calcutta, Paus Yohanes Paulus II, Romo Sandjaja dari Muntilan, Jawa Tengah, Indonesia hingga Maria McKillop itu nantinya.

Mary MacKillop

Kapel Mary Mackillop atau biasa disebut The Mary MacKillop Memorial Chapel sendiri sebenarnya tak terlalu luas.
Ya, namanya juga kapel meski kuyakin nanti kalau ia benar-benar diangkat jadi santa yang notabene bakalan jadi santa pertama asal Australia, pemerintah pasti akan membangun gereja lebih luas dan lebih bagus dari yang sudah ada sekarang.

Makam Mary berada persis di sebelah kanan altar.
Terbuat dari lempengan marmer lebar dengan patung setengah badannya serta diterangi lampu berwarna kuning keemasan.

Mary MacKillop

Di sebelah kanan bangunan kapel , terdapat bangunan lain yang masih berada satu kompleks dan secara keseluruhan diberi nama Mary MacKillop Place. Bangunan tersebut digunakan sebagai museum dan toko cinderamata. Tampaknya karena begitu banyak minat orang datang (waktu aku ke sana ada rombongan lain yang ternyata berasal dari Indonesia) maka pihak pengelola tak tinggal diam, menyediakan berbagai macam cinderamata seperti kalung rosario, kaset video, CD, DVD, buku serta pernak-pernik terkait dengan sisi hidup Mary McKillop untuk dijual. Dan tak hanya itu, di salah satu sudut toko cinderamata, dibangun coffeeshop kecil yang memungkinkan kita untuk duduk-duduk sembari mengobrol atau membaca buku yang baru kita beli.

Sebarluaskan!

43 Komentar

  1. Wah…….. sumprit fotonya keren-2 banged.
    Kayak bukan main ke blog, tp ke website resmi.. :)

    Balas
    • Oh ya? Suwun!

      Balas
      • Iya, bener mas, image nya bagus tenanan..:)

        Balas
  2. koleksi fotone njenengan apik2 e mas.
    *) tenanan iki mas, ora ngapusi.

    Balas
    • Matur suwun :)

      Balas
  3. Perdebatan akan agama siapa yang benar itu kadang membuat saya geli. Menurut saya agama adalah suatu ritual, namun yang terpenting adalah bagaimana kita menerapkan nilai2 yang kita pelajari dalam agama itu hingga kita dapat emnjadi berkat bagi sekeliling.
    Again, poto2mu apik mas !
    eh ada mbak Joyce juga nongol dr samping :)
    itu tah salah satu koleksi tas nya yg berjumlah puluhan itu ;)

    Balas
    • Iya, itu salah satu koleksi dari puluhan yang ia punya…
      Dan sekarang menjelang ratusan :)

      Balas
  4. woh!! keren!! sebuah kapel di sana saja bisa jadi obyek wisata dengan fasilitas lengkap dan memadai..
    *prihatin dengan Indonesia*

    Balas
    • Hehehe…
      Orang Australia pun juga bakalan kagum kok dengan kreativitas orang Indonesia yang menjadikan pasar kembang sebagai tempat wisata dan centra “jajanan” wakakakak!

      Balas
  5. weleh sip sip tulisane soyo nengsemke ati lan foto fotone keren dap
    hehehe piye kabare mas lakyo do sehat kabeh to lawas ra ketemu jiaakakakaka
    salam yah

    Balas
    • Kabar sae, Mas..:) Matursuwun kunjunganipun :)

      Balas
  6. dalam soal memadukan gambar dan tulisan, mas sonny memang jaginya. gambarnya terkesan lebih indah dari aslinya.

    Balas
    • Ah, Pak Sawali terlalu mengada-ada dan berlebihan menilai saya :)

      Balas
  7. mas Don,
    untuk hal ekslusifitas agama,
    buat saya jelas:
    Untukku Agamaku, Untukmu Agamamu.
    tapi kalau dah nyinggung photo …
    wehhh … saya ngalah .. ngalah wis

    Balas
    • Hehehe…

      Balas
  8. ermmmm ehmmmm hmmmm…
    baca posting yang ini rasanya kok ada pertanyaan yang dijawab pakai foto hehehehe…

    Balas
    • Oh ya? Apa jawabannya? :)

      Balas
  9. heks… nanya lagi ;)) aku gak bisa attach foto don.. jadi ndak isa jawab wakakaka

    Balas
    • Jawab lewat FB aja atau YM ntar sore :)

      Balas
  10. saran: lebih seru ada fotonya bos

    Balas
    • saran: kalo komen tunggu loadingnya kelar, Bos :)

      Balas
  11. keren fotonya. klo soal agama hehe saya gak ikutan hehe dan saya juga bukan orang yang taat dalam beragama. tapi saya berusaha tetap harmonis dgn semuah org termasuk org yg taat dalam beragama.
    iya kali kita hrs tanya langsung ama dia biar jelas tapi caranya gmn hehe ?

    Balas
    • Hehehe.. entahlah

      Balas
  12. Oalah.. kok aku baru tahu di Aussie ada juga beginian. Ada lagi nggak Don?..
    Asyik juga nih, ngeblog disertai photo2 lokasi.

    Balas
    • Buanyak, Puak.. Di sini meski negara barat dimana orang-orangnya kebanyakan sekuler, tapi justru dari sekularitas itu, mereka menghormati keyakinan orang lain di antaranya dengan memfasilitasi pembangunan tempat-tempat beginian :)

      Balas
  13. Cerita dan fotomu menarik Don.
    Soal perdebatan agama, saya tak bisa komen, karena saya sendiri bukan ahlinya. Namun di satu sisi, keluargaku terdiri dari berbagai macam kepercayaan…jadi mestinya sepanjang melakukan kewajiban sesuai agamanya dan berbuat kebaikan, ya bisa masuk surga (ini logika berpikirku lho…)

    Balas
    • Semoga demikian, Bu..
      Alangkah damainya jika dunia ini isinya kayak Bu ED Ratna saja :)

      Balas
  14. yang penting untuk sekarang kita masih hidup berdampingan walau berbeda agama…

    Balas
    • Betul, itu penting!

      Balas
  15. aku komentar foto2ne ae yo don. apik banget. nek soal tulisan: paragraf awal ki mung mbok ngge penarik massa yo? hihihi

    Balas
    • Hahahaha, ono bener ono orane..
      Sakjane pemikiran paragraf pertama kuwi methu pas aku lagi mikir, “ngopo kok kabeh santa/santo ki ra ono sing agama liyane katolik hehehe” :)

      Balas
  16. Pertanyaan yang menarik, Don : “Tuhan, agamamu apa?”. Tapi sebelumnya, ada pertanyaan lain yang harus dijawab dulu, yang ditanya Tuhan yang mana?
    Lalu pertanyaan berikutnya, Tuhan sebenarnya ada berapa? Sama nggak Tuhan agama A, agama B, agama C, dan seterusnya? Kalau Tuhannya sama, kok ajarannya beda-beda? Kalau Tuhan masing-masing agama beda, mereka saling kenal nggak? Bagaimana hubungan mereka? Apakah masing-masing punya surga dan neraka sendiri-sendiri?
    Lalu seperti yang ditulis Donny, jika Tuhan agama A akan memasukkan penganut agama B ke neraka, maka apakah Tuhan agama B tidak membela umatnya?
    Horotoyooh …. piye kuwi? Mumet aku …

    Balas
    • Ini! Ini jawaban yang kunanti-nanti.
      Lepas dari mainstream tapi tetap renyah untuk dijadikan guyonan :)
      Saya sepakat bulat untuk bertanya sepertimu, Bu.
      Berapa Tuhan? Tuhan yang mana? Surga yang mana? Neraka yang mana?
      Hahahaha..
      Mumet Bu? Ndhodhokkk :)

      Balas
  17. mampir :)
    prolog awal ini selaras dengan kisah “pasar malam agama” yang ada di buku “burung berkicau”…
    :)

    Balas
    • Oh ya? Aku punya bukunya tapi ketinggalan di Indonesia dan lom sempat baca sampe kelar.
      Makasih mampirnya :)

      Balas
  18. itu Romo Sanjoyo kenapa lama sekali ya ? kalau nggak salah dari jaman Paus Yohanes Paulus II

    Balas
    • Iya, saja juga heran… semoga saja bukan karena berkasnya hilang, Mas hehehe :)

      Balas
  19. Don,
    aku akan lebih senang menjawab “Aku berTuhan, percaya Tuhan” daripada “Aku beragama”. Bagiku agama hanya sebagai “kendaraan” untuk sampai padaNya. Dan kebetulan kendaraanku adalah “Katolik”.
    Semoga kita dapat lebih dewasa memandang agama kita masing-masing.
    BTW Don, kayaknya kamu emang specialisasi landsekap dan arsitektur ya. Cocok euy anglenya.
    Tulisin spec cameranya dong!

    Balas
    • Imel, aku kurang sependapat denganmu, aku lebih setuju dengan komentar Bu Tuti :)
      Agama bagiku bukan sekadar kendaraan, ia adalah jalan :) Bagiku tidak ada kebetulan, Tuhan telah “menempatkanku” di Katolik.
      Spek kamera? Hehehe.. Canon 50D, 18 – 200 kit lens.. :)
      Begitu…

      Balas
  20. Aku lahir sudah lengkap sepaket dengan agama yang sampai sekarang kuanut.
    Kupercaya, kupelajari, (mencoba) kuamalkan, dan aku cukup puas.
    Tapi kadang aku bertanya, seandainya kita dilahirkan dengan tak punya agama, apa yang akan kita pilih?
    Bagaimana kita memilihnya?
    Tuhan yang mana yang akan kita percayai?

    Balas
    • Hehehe pertanyaan yang bagus, tapi coba kulempar balik pertanyaan padamu, Kalau kita tidak mengenal agama, akankah kita tetap mengenal Tuhan? :)

      Balas
  21. Nah, aku suka baca komentar Ibu Tuti.
    ***
    Bagaimanakah eksistensi surga dan neraka itu sendiri, kitab-kitab suci menuliskannya, tapi hingga kini aku masih merasakan relativitasnya. Wallahualam Don, setidaknya aku masih memiliki “belief” dan amu mensyukurinya.

    Balas
    • Betul Yog… pembuka tulisan ini memang kusengaja untuk membuat orang berpikir dan kumenunggu responsnya, dan Bu Tuti memang berhasil menuliskan respons seperti yang ingin kusampaikan :)
      Bersyukurlah untuk keyakinan, karena konon dari keyakinan itu sesuatu menjadi “ada” :)

      Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.