Mari kita sudahi polemik DBBC.Space ini…

26 Agu 2016 | Cetusan

Perawakan Kunto itu legam, kulitnya gelap.

Mungkin karena bawaan lahir?
Aku tak tahu karena aku baru kenal dengannya sekitar enam belas tahun kemudian, Senin, 19 Juli 1993, saat aku dan dia menjadi siswa baru di SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang kami banggakan dan cintai.

Sifat dan pembawaannya tenang tapi hangat.
Ketika berbicara, Kunto tak hanya berkata-kata menggunakan lidah tapi juga bahasa tubuh yang mendukung kata-kata menunjukkan kuat karakternya. Om-ku yang bertemu hanya lima menit dengannya, Juni 2016 silam mengomentari Kunto begini, “Temanmu tadi itu karakternya sangat kuat. Hanya lima menit bicara sudah seperti kenal seabad rasanya!”

Tapi mungkin karena tenang dan diamnya itu (dan juga mungkin karena gelap dan legamnya) ia rela dikambinghitamkan dan menyimpan semua hal yang membuat ia menjadi kambing hitam selama enam bulan belakangan.

blog_dbbc_space_02

Yang kutahu ia jarang curhat apalagi lewat tulisan. Tapi kemarin, ia menumpahkan semuanya secara terang-benderang di tulisannya ini.

Benarkah ia adalah kambing hitam? Aku tak tahu tapi yang pasti aku bersama Teddy, sepulang dari Sendang Sono, Juni silam, diajak Kunto makan sate klathak, sate berbahan baku kambing yang sedang kesohor itu di pinggir ruas jalan Imogiri sana.

Sejujurnya aku kaget membaca bedahan pikir Kunto terkait DBBC.Space di tulisannya itu.

DBBC.Space, situs agregasi blogger alumni De Britto yang berdiri pada 27 Februari 2016 silam itu kubikin mampus pada 16 Agustus silam karena alasan kesibukan. Aku tak punya waktu kalau harus mengelola banyak situs web terlebih karena tiga hari kemudian, DebrittoNet, rilis.

Tapi membaca tulisannya membuatku mau-tak-mau mengulas apa yang terjadi pada awal pembentukan dulu dan tak menyangka bahwa untuk rilis situs tak penting seperti DBBC.space harus diongkosi dengan mahal; seonggok kambing hitam tambun sebagai kurban.

Jadi, baiklah kuceritakan di sini menurutku apa yang terjadi dan apa yang kurasakan saat itu.

Ide DBBC.Space hadir secara spontan melalui jendela percakapan antara aku dengan seorang kawan alumni lainnya.

Konsepnya jelas, singkat dan tuntas: menjaring alumni yang gemar menulis. Tapi namanya juga lulusan De Britto, aku tergelitik untuk ‘nakal’ menggunakan nama DBBC, kependekan dari De Britto Blogger Club, padahal pada saat itu sedang ngetop-ngetopnya DBBC, De Britto Business Community.

Kenapa bernama sama?
Kenapa tidak?

Ada berapa banyak orang bernama Budi, Adi, Wati dan Tuti di Indonesia? Ada ribuan orang bernama John Smith di dunia. Jadi kalau hanya ada dua DBBC, apa salahnya?

blog_dbbc_space_03

Tapi aku tahu diri. Aku lantas menghubungi kawanku yang ada di De Britto Business Community untuk memperkenalkan konsepku. Bahkan aku tak keberatan kalau harus menggabungkan DBBC.Space ke dalam bagian dari De Britto Business Community; semacam organisasi sayap-lah.

Bagiku, mau berdiri di bawah siapa saja dan di atas siapa saja tak ada masalah, yang penting tujuan muliaku tercapai, terlaksana!

Kebetulan waktu itu, De Britto Business Community sedang akan mengadakan sebuah acara besar yang dihelat pada 27 Februari 2016 dan aku berpikir kenapa tak dijadikan satu saja acara rilis DBBC.Space dalam acara besar itu.

Numpang tenar? Kalau dari sisi personal saya sudah cukup tenar sebagai superblogger hehehe jadi sudah cukuplah panggung yang disediakan untukku. Tapi kalau supaya DBBC Space dikenal dan jadi tenar, benar sekali, itu memang tujuannya!

Caranya?
Ide awalnya aku akan mengadakan teleconference dengan mereka tapi aku tahu untuk itu cost yang dikeluarkan terutama dalam hal network capacity akan amat mahal. Jadi kenapa tak lewat video saja? Aku bikin video untuk mengenalkan DBBC.Space lalu diputar di acara itu sebagai tanda rilis.

Ide itu disambut baik! (Meski lantas ketika video itu tak diputar, ada seorang mengabarkan bahwa seseorang lainnya bertanya “Siapa sih yang waktu itu menjanjikan ke DV untuk memutar videonya?” Bagiku hal ini sama saja dengan kejadian seorang cewek yang dihamili pacarnya lalu menuntut tanggungjawab dan si cowok bilang, “Siapa sih dulu yang menghamili? Aku kan cuma ngencuk dia, nggak menghamilinya!”)

Pada hari pelaksanaan, 27 Februari 2016, aku excited. Teramat-sangat! Tak sabar menunggu kabar baik. Membayangkan para alumni akan rajin menulis lalu diagregasi di DBBC.Space seperti buah ranum yang menunggu jatuh, nggak sabar! Maunya buru-buru!

Sekitar pukul 7 malam waktu Sydney, aku bertanya pada Teddy, kawanku sesama alumni juga yang lantas bersamaku dan Kunto menjadi pemilik dokudoku.id. Ia hadir di acara itu. “Ted, gimana acaranya? Seru? Rilis DBBC.Space-nya gimana?”

blog_dbbcspace_04

Oh, kok nggak diumumkan ya, Don?
Oh ya?
Iya… Nggak ada pemutaran video yang tempo hari kamu tunjukkan kepadaku!

Feelingku mulai nggak enak. Buah-buah yang kubayangkan akan rontok saking ranumnya itu mulai alum, mulai mengkeret tak jadi jatuh tapi membusuk!

Aku bertanya pada seorang kawan yang kebetulan jadi panitia di acara tersebut.

“Gimana, Dab? Asik acaranya?”
“Asik!”
“DBBC.Space jadi kan diluncurin?”
Dan jawaban yang kuterima darinya adalah demikian, “Kunto malah nggak mengumumkan! Dia dikasih waktu untuk mengumumkan DBBC.Space malah ngomongin soal kerjaannya… soal perusahaan tempat dia bekerja… ngayawara nggak keruan!”

Dan jawaban seperti itu kuterima pula dari beberapa pihak hingga beberapa hari berikutnya. Hal yang lantas dalam tulisan Kunto dianggap sebagai titik pengkambinghitaman atas dirinya.

Nah, kenapa Kunto ada di acara itu?
Akulah yang ‘membawanya’ ke sana. Beberapa hari sebelum acara, seorang kawan baik bertanya kepadaku apakah mungkin acara besar itu diliput media? Karena kukenal Kunto, aku lantas menghubunginya dan bertanya apakah mungkin ia mengutus salah satu reporternya untuk datang di sana? Kunto rupanya ingin memberikan yang terbaik. Alih-alih mengirimkan reporter, ia datang sendiri ke sana!

“Lho kok Kunto yang mengumumkan? Bukankah MC yang sudah janjian untuk mengumumkan?” tanyaku.?Aku tak ingat jawaban kawan tadi tapi pokoknya Kunto, Kunto dan Kunto….

blog_dbbcspace_05

Sebagai manusia aku kecewa.
Kecewa karena ada banyak energi kuhabiskan untuk mempersiapkan konsep, membangun website, membiayai domain name, membiayai hosting, berpikir dan memproduksi video dan tetek bengeknya jadi sia-sia.

Tapi karena aku tak mau memandang itu sebagai pamrih mengingat mulianya tujuan dibangunnya DBBC.Space, aku lantas melanjutkan mengembangkan DBBC.Space. Dalam daur hidupnya yang singkat, DBBC.Space pernah sekali mengadakan lomba blog (dan Kunto adalah salah satu jurinya) sebelum akhirnya kutuntasi hidupnya 16 Agustus silam.

Cerita Kunto di blognya itu adalah cerita subyektif. Ia mengkonfirmasi hal itu sebagai apa yang ia dengar, yang ia lihat dan ia rasakan. Tapi dunia ini memang sejatinya tak menyisakan obyektifitas sedikit dan secuilpun. Karena ketika sesuatu yang katakanlah paling obyektif diangkat oleh seseorang, ia menjadi subyektif karena menyangkut subyek yang mengangkatnya yaitu aku, kamu, ia dan mereka!

Jadi?
Sudahlah… Enam tahun lalu aku menyudahi polemik kasus yang terjadi antara aku dan Multiply Indonesia, kali ini aku akan mengucap mantra yang sama: mar-ki-sud, mari kita sudahi saja!

Kita tutup cerita busuk ini supaya harum dari buah yang masak menenggelamkan buah-buah busuk ke dalam jugangannya sendiri-sendiri.?Aku tak menyesal pernah merilis DBBC.Space. Aku tak pernah pula meratapi caraku membuat mampus situs itu.

Aku ingin menyudahi tulisan ini dengan cara yang sama dengan yang Kunto lakukan; merefleksikan kasus ini pada lagu kebanggaan kami semua, Mars SMA Kolese De Britto.

Udrek-udrekan yang terjadi dalam beberapa hari belakangan terkait DBBC.Space membuatku berpikir dan membayangkan akankah mereka yang memainkan politik secara genit terkait DBBC.Space itu masih sanggup meletakkan tangan mengepal di dada kiri, matanya menatap tajam ke depan sambil cocotnya menyanyikan suara blero tur banter hingga air ludah berbau tengik muncrat-muncrat saking keras dan menggelegarnya suara yang dimunculkan…

“…agar dapat menuang tenagaku bagi Tuhan dan bangsaku”

Tuhan yang mana dan bangsa yang mana? Prek, Su!

Oh ya, yang belum pernah melihat video yang harusnya rilis, kalian bisa simak di sini:

 

Sebarluaskan!

3 Komentar

  1. tulisanmu apik om dv … jujur lugas tepat sasaran tanpa tedeng aling aling… hahaha…

    Balas
  2. Okelah disudahi aja, nanti kambing hitam yang sebenarnya akan muncul sendiri, :)

    Balas
  3. menyimak…

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.