Mari berjaga-jaga!

23 Okt 2018 | Kabar Baik

Hamba yang baik adalah hamba yang berjaga-jaga hingga tuannya datang. Berjaga-jaga adalah tetap memasang ikat pinggang dan menyalakan pelita. Hal itu adalah intisari dari Kabar Baik hari ini yang dikutip dari Lukas 12:35-38.

Aku pernah bertanya pada seorang pastor ketika ia menyampaikan tentang perikop ini. Begini pertanyaanku, ?Romo, kenapa tuan itu tak memberi tahu saja kapan tepatnya ia akan datang sehingga para hamba tak kan ada yang tak siap menyambut kedatangannya??

Pertanyaanku tadi membuat Si Romo tersenyum tanpa jawaban.

Aku menghargai senyumnya karena memang ia sendiri tak tahu jawabannya. Perihal kenapa tuan datang tanpa memberi tahu kapan tepatnya itu adalah hak prerogatif tuan, pokoknya yang ia mau para hamba menyiapkan diri at anytime!

Kita sering menghubungkan analogi tersebut di atas dengan datangnya kematian dan hari akhir dimana Tuhan datang untuk mengadili seluruh manusia. Tapi pagi ini, aku rindu untuk kita merenungkan lebih dalam, bahwa kesetiaan untuk siap sedia itu tak hanya dalam rangka menyambut kedua hal di atas tapi juga bagaimana kita menyongsong pengalaman-pengalaman ?ilahiah? yang terjadi setiap hari, setiap saat dalam hidup kita.

Hal yang paling simple tentang bagaimana kita menyiapkan uang koin di saku celana ataupun dashboard mobil untuk memberikannya pada para pengemis dan anak terlantar di perempatan lampu merah.

Terkadang ketika kita ingin memberi pada yang membutuhkan tapi tak menemukan uang koin, kita mendadak gelagapan sementara untuk memberi uang pecahan lebih besar kita tahu masih ada kebutuhan yang harus kita bayar dengan uang tersebut.

Akhirnya, kesempatan memberi itupun terlewatkan. Padahal, memberi pada yang membutuhkan menurutku adalah pengalaman ?ilahiah? karena di sana kita melibatkan kasih dan pengorbanan bagi sesama. Kita yang tak menyediakan koin adalah contoh hamba yang tak berjaga.

Contoh lain terjadi sehari sebelum Papaku meninggal, April 2011 silam. Waktu itu aku sudah tinggal di Australia dan Papa terserang stroke. Di rumah hanya ada Eyang Putri, Mama (yang meninggal lima tahun kemudian) dan Chitra, adikku.

Segera setelah tahu Papa kena stroke, sekitar jam 2 malam, Chitra pergi mengetok pintu rumah Pak RT untuk memohon bantuan pinjam mobil karena kami memang tak punya mobil.

Pak RT yang sedang terlelap itu kemudian bersiap dan segera menggotong Papa ke mobilnya lalu mengantar ke rumah sakit bersama Chitra dan Mama.

Bagiku Pak RT yang baik hati itu adalah sosok yang berjaga-jaga. Ia peduli. Ia rela mengorbankan waktu tidur dan mobilnya untuk membantu Papa dan adikku saat membutuhkan.

Uang koin yang kita sediakan untuk para pengemis, mobil yang Pak RT luangkan untuk keperluan warganya adalah pinggang yang terikat dan pelita yang menyala, bukti kesiapan dan keterjagaan terhadap panggilan Tuhan.

Mari lebih berjaga-jaga!

Sydney, 23 Oktober 2018

Jangan lupa isi?Survey Kabar Baik 2018. Hasil isian kalian dalam survey tersebut sangat mempengaruhi bagaimana pola tulisan dan distribusi renungan Kabar Baik ini akan berkelanjutan.?Klik di sini?untuk informasi selengkapnya!

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.