• Skip to primary navigation
  • Skip to main content

Donny Verdian

superblogger indonesia

  • Depan
  • Tentang
  • Arsip Tulisan
  • Kontak

Mao’s Last Dancer, China vs Amerika?

24 Oktober 2009 37 Komentar

Maos Last Dancer adalah sebuah film apik yang sanggup berbicara banyak!
Di dalamnya tercakup banyak hal tapi yang menjadi sumbu ceritanya kurasa adalah tentang ketegaran hidup seorang imigran.
Adalah Li Cunxin, penari ballet yang berasal dari keluarga miskin kota Qingdao propinsi Shandong, Republik Rakyat China.
Semenjak berusia 7 tahun, ia adalah satu dari sedikit anak yang terpilih untuk menjadi penari yang disekolahkan di The Beijing Dance Academy. Menjelang usia 20-an, nasib membawanya pergi ke Amerika Serikat berkat tawaran pertukaran pelajar dari Ben Stevenson, pelatih ballet dari Houston yang berkunjung ke China.
Beberapa bulan berada di Amerika, Lin semakin kerasan seiring dengan berkembangnya karier sebagai ballet dancer dan salah satu puncaknya adalah ketika ia menjadi soloist dancer di hadapan George Bush Sr. mantan presiden Amerika yang kala itu masih menjabat sebagai wakil presiden.
Titik balik nasibnya ternyata tak bermula di situ.
Beberapa waktu kemudian, ketika hendak memperpanjang visa tinggalnya, konsul jenderal RRC menegaskan penolakannya dengan alasan sebagai usaha menyelamatkan Lin dari pengaruh kapitalisme Amerika Serikat, Lin harus pulang ke China. Lin pun berkeras. Ia nekat menikahi Elizabeth Mackey, kekasihnya, lalu memutuskan untuk tidak kembali ke negara asalnya; sesuatu yang lantas berakibat buruk, Lin kehilangan kewarganegaraan RRC dan putus hubungan dengan keluarga asalnya untuk rentang waktu yang lama.
Film ini sebenarnya cukup klasik, tidak mengetengahkan satu plot cerita yang mengejutkan.
Akan tetapi, film yang diangkat dari buku biografi Lin Cunxin dengan judul yang sama dengan judul filmnya ini pandai memanfaatkan ornamen-ornamen yang ada.
Ornamen yang pertama adalah bagaimana luwesnya film ini mengetengahkan perbandingan dua kultur yang berbeda. China yang waktu 70an akhir dan 80an awal masih sarat dengan nilai-nilai ajaran sosialis-komunis diperbandingkan dengan Amerika Serikat, sebuah simbol kebebasan dan kapitalisme. Kedua kultur itu secara nyata tampak menyimbol dalam diri Lin ketika pada awal-awal datang ke Amerika Serikat serta sesudahnya.
Ornamen yang kedua adalah tentang tema tarian ballet yang memang sudah anggun, membuat film ini memiliki karakter yang kuat. Beberapa kali tampak dalam scene, penonton diaduk-aduk emosinya dengan cara menampilkan keadaan hidup yang di-mix dengan tarian ballet yang didukung musik yang berbeda antara ketika suasana riang ataupun galau.
Yang ketiga, sinematografi film ini lebih dari lumayan.
Penggunaan tone warna yang selaras dengan era film ini diceritakan (1970 – 1980an) sangat menyegarkan, seperti menaruh frame dalam rentang waktu yang sudah ditentukan tanpa meninggalkan perasaan kontras, semua seperti berjalan natural, alami…
Kekurangan film ini?
Tipikal film yang diangkat dari buku, Maos Last Dancer banyak dinilai orang sebagai film yang terkesan sepotong-potong. Ia tak sanggup menampakkan satu kompromi yang kokoh lagi kuat ketimbang buku aslinya.
Namun meski demikian, bagiku, film ini seperti kubilang di atas, sanggup berbicara banyak.
Tapi kalian jangan percaya padaku, utamanya dengan kalimat terakhir di atas!
Aku berkata demikian karena aku belum membaca dan tak berencana membeli bukunya demi mengenang sebuah film yang benar-benar membisikkan spirit kepadaku untuk terus dapat hidup baik di tanah rantau.

Sebarluaskan!

Ditempatkan di bawah: Cetusan

Tentang Donny Verdian

DV, Superblogger Indonesia. Ngeblog sejak Februari 2002, bertahan hingga kini. Baca profil selengkapnya di sini

Reader Interactions

Komentar

  1. zee mengatakan

    24 Oktober 2009 pada 7:14 pm

    Gw selalu kagum sama yg namanya penari. Menurut gw, mereka itu orang2 gifted karena punya tubuh yg bisa sejiwa dengan musik dan alam. Mengagumkan.
    Dulu gw pengen jadi penari kayak modelnya GSP itu hahahaa.. Cuma waktu gabung di sanggar di Medan, sanggarnya gak berkembang. Sayang gw ga besar di Jkt, di Jkt kan banyak yaa…
    *hiks malah curhat…. hahahaa…

    Balas
  2. wira mengatakan

    24 Oktober 2009 pada 9:10 pm

    kayaknya menarik, diputar di bioskop di denpasar nggak ya? semoga saja kalau diputar saya sempat nonton :-)

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      25 Oktober 2009 pada 8:44 pm

      Heheheh betul Bung Wira… kayaknya main juga kok di Bali.. Tunggu saja :)

      Balas
  3. DV mengatakan

    25 Oktober 2009 pada 6:50 pm

    @Zee: makasih :)

    Balas
  4. Ray mengatakan

    25 Oktober 2009 pada 8:57 pm

    Akhirnya….
    PERTAMAX.. pertama menikmati sajian WP di blog donny.
    sip sip, semoga makin kreatif dan makin eksis menjadi blogger huehuehue.

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      25 Oktober 2009 pada 9:08 pm

      @Ray: hehehe suwun, Pak Kost :)

      Balas
  5. Ria mengatakan

    26 Oktober 2009 pada 12:04 pm

    Mas…pertama aku mo ngucapin selamat untuk kemenanganmu di ajang kompetisi XL ;) congratulation…memang hebat seorang DV ini!!!
    btw…untuk film2 sepert ini aku suka apalagi menampilkan kepiawaian penari…aku suka mas…karena dulu memang sewaktu kecil aku suka menari :D *menari membuat badanmu lentur dan singset hehehehe*
    dan mengenai Film yang di ambil dari sebuah buku suka bikin kesel apalagi udah baca bukunya dulu…habis banyak adegan yg tidak dapat menandingi bukunya sendiri :D.
    oot : hari minggu kemaren aku nonton film The Kingdom *setelah sekian lama ngendap di externah HD* hehehehe dan keren…aku suka semuah persahabat yg tidak terbatas pada agama, suku dan kewarga negaraan…*lohhh kok tumben commentku panjang bener ya :D….maap*

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      26 Oktober 2009 pada 12:17 pm

      Makasih, Ria… :))
      Saya hanyalah manusia yang selalu belajar :)

      Balas
  6. boyin mengatakan

    26 Oktober 2009 pada 1:54 pm

    kalo di kamboja gak ada film beginian, kudu beli bajakannya kayaknya..

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      26 Oktober 2009 pada 2:04 pm

      Hehehehehe, nggak ikut-ikut deh kalo mbajak gituw (ikut-ikut menikmati aja) Bwababababababa….

      Balas
  7. fekhi mengatakan

    26 Oktober 2009 pada 3:44 pm

    Kapan ya masuk HBO? wkwkwkwkwk…
    Udah jarang beli DVD :D

    Balas
  8. Riris E mengatakan

    26 Oktober 2009 pada 6:14 pm

    aku tak terlalu suka menonton. Apalagi sejak disibukkan dengan dua pangeran kecilku, tambah gak ada waktu untuk diri sendiri. Membaca tulisanmu, aku seperti nonton filmnya. Bagoes !!

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      27 Oktober 2009 pada 9:31 am

      @Riris: Heheheh, orang aneh, nggak suka nonton hahaha :))

      Balas
  9. Toto mengatakan

    26 Oktober 2009 pada 8:45 pm

    Kayaknya asik buat ditonton nie film-nya… ^^

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      27 Oktober 2009 pada 9:30 am

      @Toto: he eh! :)

      Balas
  10. dobleh yang malang mengatakan

    26 Oktober 2009 pada 11:02 pm

    selamat malam bang
    selalu kagum bue pada postingan abang
    salam hangat selalu

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      27 Oktober 2009 pada 9:30 am

      @dobleh: Ah mas Dobleh berlebihan.. saya baru belajar, Mas :)

      Balas
  11. Tuti Nonka mengatakan

    27 Oktober 2009 pada 4:31 am

    Wah … pangling dengan wajah baru blogmu Don. Kok nggak ada fotomu lagi? Itu yang bikin kangen je (halah!).
    Selamat juga atas kemenanganmu di kompetisi XL (ngelirik komen Ria). Semoga prestasi ini memacu semangat untuk terus meraih yang terbaik (kok koyo petuah bu guru ya .. :D )
    Tentang filmnya, aku nggak bisa komentar, lha wong belum nonton, nggak ada fotonya juga. Tapi kalau soal tari, pasti aku seneng banget, wong aku juga suka nari (meskipun nariku kayak kucing mabuk … hihihi)

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      27 Oktober 2009 pada 9:27 am

      @Tuti: Halah, Bu Tuti memang lebay…. yang ngangeni dari aku kan ngga cuma fotoku tapi semuanya.. hahahaha.. Matursuwun ucapan selamatnya tapi sebenarnya ini bukan kompetisi XL, rabu besok saya release soal kemenangan ini….
      Soal film? Makanya nonton, Bu :))

      Balas
  12. sawali tuhusetya mengatakan

    27 Oktober 2009 pada 10:40 am

    tak hanya musik, mas donny ternyata piawai juga bikin resensi atau review film. china memang cenderung kekiri-kirian. sungguh masuk akal kalau pada akhirnya Lin dibredel hak tinggalnya sbg wn china. namun, saya menduga, ada konflik batin hebat dalam diri lin begitu dia diperlakukan seperti itu. btw, apa pun engine blog yang mas donny gunakan, tampilan dan isinya tetap menarik. sekarang pakai wordpress pun load-nya tetep enteng.

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      27 Oktober 2009 pada 11:58 am

      @Sawali: Wah Pak Sawali ini bisa saja..;) saya sedang belajar menulis dan selalu belajar kok, Pak ;)
      Makasih bimbingannya waktu itu, saya sekarang mantep pakai WordPress!
      Salam hangat kagem keluarga di Kendal, Pak!

      Balas
  13. vizon mengatakan

    27 Oktober 2009 pada 12:38 pm

    Kalau ada film yang diangkat dari novel, maka sikapku adalah: bila aku belum baca novelnya, aku akan tonton filmnya, tapi bila aku sudah baca novelnya, aku gak bakal tonton filmnya. Sebaliknyapun demikian, bila aku sudah terlanjur tonton filmnya dulu, novelnya gak bakal kubaca… :D
    Film yang berlatar tari, termasuk salah satu yang aku suka. Dari ceritamu di atas, sepertinya film ini tidak sekedar “menari”, tapi juga “berbicara”. Ini harus jadi sesuatu yang bakal ditonton nih…
    btw, welcome to WP. sekarang rss feed-mu sudah bisa dibaca di google reader. mantap!

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      27 Oktober 2009 pada 1:13 pm

      @Uda: betul, uda… novel dan film itu pilihan yang sulit. Aku bersikap sama sepertimu… :)

      Balas
  14. Yoga mengatakan

    27 Oktober 2009 pada 12:43 pm

    Hore, akhirnya menjejak di rumah baru DV. Make over-nya lumayan ya Don…
    Jadi bertanya-tanya, dapat ide dari mana ini?
    Tentang film yang diulas di sini, aku belum menonton, belum membaca bukunya.
    Seandainya aku membaca bukunya lebih dulu, mungkin aku tidak akan menonton filmnya lagi, atau jika menonton aku akan siap-siap kecewa. Media film sangat terbatas dalam mengeksplor kekayaan cerita sebuah buku.
    Jika menonton lebih dulu, sepertimu, aku kemungkinan besar nggak mau baca bukunya lagi. Pencitraan di kepalaku bisa rusak…
    Thanks resensinya Don, film ini akan masuk lis-ku. :)

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      27 Oktober 2009 pada 1:13 pm

      @Yoga, hehehe makasih Yog. Idenya.. ide design dari sekenanya aja, ide pemakain wordpress as main engine ya untuk memudahkan sinkronisasi dengan ‘dunia luar’ :)

      Balas
  15. Riris E mengatakan

    27 Oktober 2009 pada 3:24 pm

    apaaaa?? kamu bilang aku orang aneeeehhhh??…wek..bukan kamu aja..suamiku sewaktu pacaran dulu jg bilang gitu..kok bisa sih cewe ga suka diajakin ke Bioskop?? FYI, gw sering tidur kalo nonton, kan sayaaang duitnya..heheh..(gak usah diposting ah, komen gak penting!)

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      27 Oktober 2009 pada 4:00 pm

      @Riris: Luwih parah kuwi!!! :)) Artinya kamu emang anehhhh :)) hahahahahah

      Balas
  16. Edi Psw mengatakan

    27 Oktober 2009 pada 8:07 pm

    Wah, jadi pingin nonton juga nih.

    Balas
  17. kips mengatakan

    27 Oktober 2009 pada 8:33 pm

    Gak bisa berkomentar apa2 tentang filmnya, maklum belum tahu :-D

    Balas
  18. anderson mengatakan

    29 Oktober 2009 pada 1:41 pm

    Wah…rumah baru, Don…keren..keren..
    Tapi mana karikaturmu yang lagi pupi? hehehe… :-D
    Soal film yang diangkat dari novel, saya setuju dengan komen Uda Vizon. Kalau udah baca novelnya, sebaiknya jangan nonton filmnya, karna seringan jadi kecewa.. Kalau udah nonton filmnya, ya udah…ngga usah baca novelnya.. hehehe
    Resensimu bikin aku pengen nonton filmnya, karna aku belum baca novelnya dan belum nonton filmnya..jadi bebas memilih :-D

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      29 Oktober 2009 pada 4:04 pm

      Thanks, Bro!

      Balas
  19. narpen mengatakan

    2 November 2009 pada 1:40 pm

    thx resensinya.. suatu saat klo bertemu dengan wujudnya (ntah dvd atau puteran bioskop, terutama klo gratisan -ditraktir temen) bakal masuk pertimbangan utama..
    eh.. tar dulu..
    happy ending ga? klo gak, ya ga jadi.. :D

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      2 November 2009 pada 1:49 pm

      Bwahahahahahahhaa…. happy ending kok!

      Balas
  20. Eka Situmorang-Sir mengatakan

    6 November 2009 pada 5:38 pm

    Don, gue gak pernah menetap di negeri orang, paling banter sebulan doank krn tugas kantor. Dan itu asli kangen sama tanah air dgn segala hiruk pikuknya itu menyiksa banget. pilem or whatever bisa membantu memang :)
    tapi drpd liat dia menari, mending gue nari depan laki gue deh hahhahaa

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      7 November 2009 pada 10:16 am

      Hehehehhe… jadi, kamu biasa nari di depan suami? Kayak pemain film india donwwkkk :)

      Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

  • Depan
  • Novena Tiga Salam Maria
  • Arsip Tulisan
  • Pengakuan
  • Privacy Policy
  • Kontak
This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish.Accept Reject Read More
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary
Always Enabled
Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.
Non-necessary
Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.
SAVE & ACCEPT