Orang Besar itu mengajariku untuk makan supaya hidup bukan hidup untuk makan.
Makan untuk hidup, dimana hidup adalah pencapaian, tujuan akhir dari tindakan makanan.
Hidup untuk makan, adalah state tanpa pencapaian akhir, karena siapa yang sanggup menghentikan nafsu makan seppanjang hidup?
Adapun bekerja adalah juga untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja.
Pram bilang kira-kira begini, “Barangsiapa tak ada niatan bekerja, sesungguhnya ia sedang berjabatan dengan maut!”
Setuju! Entah apapun yang sedang ada di benaknya waktu ia menulis demikian, tapi kurasai bahwa memang benar, orang yang tidak mau bekerja adalah orang yang tidak mau
mempertahankan hidup.
Hidup diadakan karena kita bekerja, mengerjakan apa saja, karena berproses dan pada akhirnya menikmati hasil dari proses tersebut sebagai imbalan.
Suatu waktu tak jauh dari saat ini, aku terlibat pembicaraan dengan salah satu rekan kerjaku.
“Banyak kerjaan, Don?” tanyanya.
“Iya, lumayan…” jawabku.
“Menyetresskan?”
“Hmmm nggak terlalu, tapi OK lah!”
“Kalau begitu pulanglah!”
“Lho kenapa?”
Ia melihat pergelangan tangannya, “Jam 5!”
“Ah, masih sore, Buddy!”
“Hehehehe, kontrakmu?”
“Sampe jam 5!”
Ia pun ngeloyor pergi.
Sama halnya denganku, ia dikontrak untuk bekerja hingga jam 5 saja tapi bedanya, ia pulang tepat pukul lima dan sore itu aku tidak, belum tepatnya.
Sesaat kemudian, akupun mulai bertanya “Iya ya, kenapa aku nggak pulang saja?”
Beberapa lamanya aku bercakap-cakap dan berdebat dengan diri sendiri.
Aku semakin gusar, waktu merapat ke pukul 5.30.
Tak kuasa lagi, aku rasai kawanku dan sebagian diriku tadi adalah pemenangnya, akupun pulang.
Di dalam bis, aku memikirkan hal ini, hidup untuk bekerja atau bekerja untuk hidup!
Katakan aku memilih bekerja untuk hidup, tapi bagaimana dengan deadline yang kian mendesak itu?
“Makanya jangan ditunda-tunda!”
tiba-tiba sosok teman buleku tadi muncul di benak, berteriak seperti itu.
Katakan aku memilih hidup untuk bekerja, tapi aku kan butuh dilihat juga oleh Bosku bahwa aku bisa menyingkat waktu pekerjaan yang diberikan padanya.
“Bego! Nggak ngaruh yang kayak gitu! Bisa-bisa malah next project, waktu kamu dipersingkat pengerjaannya karena kamu terbukti mampu mempersingkat waktu sebelumnya!”
Bosku yang bule juga tiba-tiba ikut datang di pikiranku.
Tapi… tapi kalau belum selesai, aku akan gelisah dan membawanya sepanjang sore dan malam ini dan bisa jadi muncul pula dalam mimpi.
Lalu tiba-tiba sinar terang mendahului sosok Orang Besar. Ia keluar dari liang persembunyiannya lalu berkata dengan bijaknya “Kesusahan hari ini biarlah untuk hari ini!” Ia manggut-manggut sembari memilin-milin janggutnya yang tampak semakin tebal, menggumpal.
finger on trance
panyu bedel gedad den nyote dungib permenungan nyoro lede pinyi dab!, diwoco maknyus
Suwun, suwun Dab.
Wah setelah sepuluh menit mengotak-atik kata baru kelingan walikanne…
Nyothe sing pahin nang Suroboyo, poya stress tho karo gawean? Hehehe
hm…. bekerja, makan, dan hidup hehehehe
Hmm juga :)
Aku juga punya kebiasaan nunda-nunda pekerjaan. Duh, kebiasaan buruk memang.. dan itu bisa dibaca pada resultnya.
Tapi kalau sudah terjadi seperti yang pakde DV alami, trus tidak akan diulangi lagi.. Orang Besar berkata spt itu cocok banget. Ingat, jangan diulang.. ntar jadi hambar pengertiannya.
Mau nyuwun ngapuro dulu sama Orang Besar. Prapaskahku tidak berjalan dengan baik. *sigh*
aku hidup untuk bekerja, untuk berkarya…sesusah apapun orang lain menerimanya, tapi aku mencoba.
Hebat bener.. nggak salah tuh?
Kalau kamu hidup untuk bekerja, gimana kamu ngurus suami dan anakmu?
Setelah itu disambung :
Kita Kerja Berdasarkan Gaji ,
Atau Gaji Berdasarkan Kerja Kita ?
Pilihanmu tepat Don, hidup untuk bekerja, karena dengan demikian kita bisa menikmati pekerjaan kita, karena kita hidup untuk itu. Pertanyaan yang muncul dalam benakku kemudian, bila hidup untuk bekerja, bekerja untuk siapa ? untuk menghidupi keluarga ? untuk memuliakan si Orang Besar yang manggut-manggut sambil memilin janggutnya yang semakin tebal ?
Kayaknya pilihan terakhirku jatuh pada si Orang Besar ini Don….
wis ah siap-siap cari daun palma dulu…
AMDG
Nek menurutku,
bekerja itu untuk menghidupi diri sendiri dan semua yang memang sanggup kita hidupi.
Dan semuanya, baik diri sendiri ataupun seratus orang yang bisa dihidupi hendaklah dilakukan sebaik mungkin sebaik kita melayani Allah.
Sesuai kata terakhirmu, AMDG tho :) Ad Maiorem Dei Gloriam, semua demi kemuliaan Allah yang lebih besar!
Alleluia!
mmmm… kalo aku lebih setuju bekerja untuk hidup DAN shopping :)
Nudie Jeans ya… after Easter :)
Lho? Saya juga pas kebeneran ngepost something tentang kerja … hehehehe
Beberapa waktu yg lewat saya sempat memposisikan diri berlagak prof, artinya berusaha kerja hanya 8 sampai 4.30 selesai. Tapi sekarang saya mencoba kembali seperti tahun2 yang lalu. Bekerja = Belajar. Jadi Kerja, Kerja, Kerja. Istirahat,refreshing,blogwalking… Kerja lagi, kerja lagi …
Hehehehe… kalau aku bekerja trus mainn hahaha :)
Bertahun lamanya aku hidup untuk bekerja. Rasanya tak ada hari yang lebih menarik selain menghabiskan waktu dengan pekerjaan. Lembur tak sekadar tuntutan pekerjaan, melainkan karena aku menyukainya.
Sampai aku tiba di satu titik, dan mendapat pertanyaan dari diri sendiri: sesungguhnya untuk siapa aku bekerja?
Aku belum lagi bisa menjawabnya. Namun sejak saat itu aku memutar balik pola hidupku 180 derajat. Bahwa hidup tak semata untuk bekerja. Justru bekerja untuk hidup. Selebihnya: nikmatilah hidup. Dan yang tak kalah penting: Carpe Diem, hiduplah di hari ini.
Betul! Makasih Dab untuk kutipan yang sudah tepat dari Pram, aku males buka buku waktu nulis hehe.:)
Dan kau telah menemukan “lampu” itu, Dab! ;)
sepertinya yang keren itu, bekerja, makan, dan hidup..
bekerja dulu biar bisa dapet makan, lalu otomatis bisa idup…
hehehehe
kalo bekerja sambil makan enak kali don :p hehehe. bekerja itu maknyus kalau bisa AMDG…
Sosok berjanggut???
mulai mistis juga deh…hehehehehe…
Mas terkadang kita harus membayar konsekuensi karena menunda sesuatu dan akhirnya menyesal :D
Klo kata Orang Besarku, hidup untuk hari ini aja, karena kemarin itu cuman masa lalu dah hanya bisa di jadikan sebagai pengalaman sedangkan besok itu hanya sebuah keajaiban karena belum tentu Tuhan bersedia memberikan kita hari esok…
*maap2 ngelanturnya kepanjangan* :D
Ah saya nggak sedang bermistis kok :)
Saya juga ndak bilang kalau saya menunda, hanya saja ada satu sikap yang harus diperbaiki antara “menunda pekerjaan” ke arah “mengerjakan tepat waktu” dan “berhenti tepat waktu juga” :)
Itu saja. :)
bekerja itu adalah perwujudan derajat kemanusiaan. soale gak pernah liat sapi jadi direktur kan .. hehehe
btw: orang besar??? berjanggut??? nyindir aku mas??? huehehehehe
“Kesusahan hari ini biarlah untuk hari ini!”
—
Ketakutan saya Mas, saking terpengaruhnya dengan kata-kata ini, polanya akan terus berulang sampe besok, besok, dan besoknya lagi … huff..
ThQ.
Senang rasanya menemukan blog ini :D
Nah itu dia, jangan biarkan pola itu merusak tho :)
Perjuangannya memang di situ :)
Berat? Ya jelas, mana ada hidup yang enteng :)
idealnya memang seperti apa yang mas donny tulis. filosofisnya jelas bahwa makan itu untuk hidup. namun, agaknya semakin berkembang sebuah peradaban, makin banyak orang yg menggunakan logika terbalik. para kotuptor agaknya masuk dalam kelompok ini, mas. mereka hidup uk makan sehingga rela menghisap darah sesamanya, haks.
Kesusahan hari ini cukup untuk hari ini,
dikombinasikan dengan menejemen waktu dan prioritas pencapaian dalam bekerja
akan membuatnya jadi perfek !
Dan tentu saja,
semua yang dikerjakan dalam hidup ini tujuannya adalah untuk kemuliaan Sang Pemberi Hidup itu.
Selamat Menyambut Paskah Don !
Ndak nyangka dirimu cukup “Jero” om, kirain seputar selakangan saja “jero” nya …. we ke ke ke …
Sangat menguatkan tulisannya Mas Bro ….
Mari Bersulang ….
Yap … kita perlu makan, tentunya hidup, dan bekerja … talian yang jangan dipiah
Jadi temanmu namanya Buddy ya? :)
Sepakat bro. Kita bekerja untuk hidup dan kita hidup untuk melayani. Kita melayani untuk membahagiakan orang yang kita layani, dan ketika seyum kebahagiaan itu muncul dari orang yang kita layani, maka kita bahagia.
Kesimpulannya, bosmu bule. :)
intinya, kita perlu menyeimbangkan segala sesuatunya, begitu kan Don?
bekerja itu penting, tapi kalau lupa waktu? sesuatu yg lain yg juga penting, akan terabaikan tentunya…
kalau ngeblog gimana? hehehe… :)
Betul, Uda :)
Ngeblog? Ya sama.. intinya diseimbangkan hehehe… Seimbangin komen dan dikomentari, dikomentari dan mengomentari hihihih :)
wah kalau soal tiga perkara ini umumnya bagi kita semua tidak bisa dipisahkan keran saling tarik menarik.
Iki ketok nek komen mung moco judul :)
tertemplak abis !
Thank u for the reminder..
God Bless
Sama-sama…
Gimana kabar gstringnya?
Hahahaha!
yang panting satu dengan yang lainnya tidak ada yang kelewatan..karena kalo dah kelewatan maka itu namanya udah kelainan…
Idem!
semua harus seimbang dan teratur
byme
Amen!
Rasanya, besok aku ingin pulang kerja “tenggo”…
Teng and Go, yah! hehehe…
Jadi ingat kata-kata Gibran, “Bekerja dengan rasa cinta, bererti menyatukan diri dengan diri kalian sendiri, dengan diri orang lain dan kepada Tuhan.
Bekerja dengan rasa cinta itu bagaikan menenun kain dengan benang yang ditarik dari jantungmu, seolah-olah kekasihmu yang akan memakainya kelak.”
Salam kenal, Mas Donny. Sering lihat komentarmu, jadi penasaran pengen mampir.
Ada bentuk pertanggung jawaban dalam melakukan pekerjaan, apalah kita menghitung jam, atau kualitas juga termasuk? Kalau hanya hitungan jam, kita bisa pulang teng go.
Saat anak-anak kecil, saya selalu pulang teng go, tapi kerjaan di bawa pulang…dan saat anak-anak udah tidur, saya meneruskan pekerjaan kantor, dan besok pagi hasilnya udah dimeja bos. Apa boleh buat, karena risiko pekerjaan…dan dikantor lebih banyak rapat, sehingga hasil rapat dikerjakan di rumah (atau sepulang jam kantor).