Sadar-tak-sadar, bagi kaum menengah ke atas yang kenal teknologi dan menemukan banyak ?kesenangan? di sana, smartphone dan tablet adalah lubang hitam alam semesta yang sesungguhnya! Ia menyedot tak hanya perhatian kita tapi juga seluruh waktu kita? waktu kita!
Di antara sekian banyak rencana yang hendak kukerjakan selama dua minggu liburan akhir tahun silam, salah satunya adalah membaca buku!
Sebelum liburan, aku telah menyiapkan dua buku yang seharusnya kubaca. Pertama, Arus Balik (Pramoedya Ananta Toer – proyek baca ulang karena dulu pernah kubaca), kedua Jesus from Nazareth; The Infancy Narratives karya Joseph Ratzinger atau yang lebih dikenal sebagai Paus (Emeritus) Benedict XVI yang kupinjam dari perpustakaan gerejaku.
Lalu bagaimana jalannya rencana mulia itu? Muluskah? Berikut laporannya…
Hari libur pertama, 22 Desember 2014.
Ketika sedang toilet time, selain membawa smartphone dan tablet, aku menggamit buku Jesus from Nazareth; The Infancy Narratives. Smartphone dan tablet kuletakkan di dekat jendela, aku duduk lalu membaca buku.
Selang empat lembar halaman kubaca.. sekali lagi, e-m-p-a-t l-e-m-b-a-r h-a-l-a-m-a-n, kudengar suara notifikasi, ?Tuing!?
Kututup buku, sebelumnya kutandai di halaman terakhir yang kubaca, kuambil smartphone. ?Ah, ada message baru di whatsapp!? Aku lalu membuka whatsapp, membaca pesan lalu membalasnya.
Sambil menunggu pesanku dibalas, aku menuju menu ?Home? dan mendapati notifikasi lainnya. ?Ah, dari facebook!? Aku lalu masuk ke aplikasi Facebook, membaca notifikasi lalu tenggelam beberapa saat membaca update terbaru dari si anu dan si itu, si ini dan si ono.
Tak lama kemudian ada notifikasi baru lagi dari whatsapp bahwa kawanku membalas pesan yang kukirimkan barusan, aku lalu kembali ke whatsapp.
Demikian bolak-balik dari whatsapp ke facebook, facebook ke whastapp hingga 30 menit berlalu, aku harus menyudahi toilet time.
Lumayan, empat halaman? gumamku!
Hari libur kedua, 23 Desember 2014
Ketika sedang toilet time, selain membawa smartphone dan tablet, aku menggamit buku Jesus from Nazareth; The Infancy Narratives. Smartphone dan tablet kuletakkan di dekat jendela, aku duduk lalu membaca buku.
Kubuka langsung pada lembar keempat, halaman terakhir yang kubaca hari sebelumnya, dan baru beberapa kalimat kutelaah, suara notifikasi kembali terdengar dan kisah yang sama dengan hari sebelumnya terjadi lagi!
Hari libur ketiga, 24 Desember 2014
Ketika sedang toilet time, selain membawa smartphone dan tablet, aku menggamit buku Jesus from Nazareth; The Infancy Narratives. Smartphone dan tablet kuletakkan di dekat jendela, aku duduk lalu membaca buku.
Bedanya dengan hari kemarin, aku matikan suara dari smartphone dan tablet untuk mencegah bunyi notifikasi menganggu niat muliaku: membaca buku.
Kembali ke lembar keempat, halaman terakhir yang kubaca pada dua hari sebelumnya dan baru beberapa kalimat kutelaah, tanpa suara notifikasi dari smartphone maupun tablet, tapi aku mendengar ?notifikasi? dari dalam diriku sendiri untuk menyudahi membaca buku, ?Letakkan saja bukunya, jangan-jangan ada notifikasi penting? kamu nggak tahu kan??
Dan? kisah yang sama dengan hari sebelumnya terjadi lagi dan terjadi lagi?
Hari libur keempat, 25 Desember 2014.
Aku larut dalam gadget-gadgetku sejak pertama kali nongkrong di atas closet. Aku sudah tak ingin mengingat bahwa aku pernah punya niat untuk membaca buku! Jesus from Nazareth; The Infancy Narratives kusingkirkan, Arus Balik kumbalikan ke persemayamannya: rak!
* * *
Memprihatinkan? Iya! Sangat!
Kalau ada orang punya keberadaan fisik tuna grahita, atau tuna wicara, atau tuna yang lainnya, aku menganggap diriku saat itu adalah tuna waca karena memang aku tak mampu membaca!
Ini persoalan kronis yang mirisnya aku tahu penyebabnya meski tak mudah mengalahkannya!
Sebagian mungkin mensinyalir hal ini bersumber pada kesibukanku dengan anak-anak karena selama liburan aku harus menemani mereka bermain, menyuapi makan dan lain sebagainya.
Tapi hal itu tak benar!
Aku mencoba untuk tak munafik maupun tak menggunakan alasan ?anak-anak? sebagai tameng dari kemalasanku membaca karena persoalannya adalah ketergantunganku pada gadget, internet dan social media!
Aku yakin benar karena aku pernah membuktikan ?teori? itu. Tahun 2013 silam aku pernah mengalahkan ketergantunganku itu dan sukses membaca buku.
Waktu itu aku harus pulang mendadak ke Indonesia karena Papa mertuaku sakit (lalu meninggal). Sebulan lebih aku berada di Indonesia dan selama itu pula aku merasa frustrasi dengan koneksi internet yang menghubungkanku dengan social media.
Buka Facebook, meng-klik sebuah gambar atau berita dan harus menunggu waktu yang lebih lama ketimbang aku melakukan hal yang sama di Australia sini. Buka Twitter (waktu itu aku masih nge-tweet), timeline tak bisa diamati secepat kilat, secepat di sini.
Akhirnya karena frustrasi, aku memutuskan untuk tak melakukan keduanya memilih menggunakan handphone sebagai fungsi terdahulunya yaitu sebatas untuk menelpon dan mengirimkan pesan singkat.
Aku lantas membaca beberapa buah buku waktu itu. Alhasil, beberapa biografi tebal dan novel kulalap baik itu saat di taksi, di ruang tunggu rumah sakit, di toilet, ketika menemani tidur anak-anak dan menjelang tidur.
Tapi aku tak menyerah. Kegagalanku saat membaca buku pada liburan lalu bukanlah akhir dunia. Saat mengembalikan buku Jesus from Nazareth; The Infancy Narratives ke perpustakaan gerejaku hari minggu lalu, aku ?nekad? meminjam buku baru lagi, How Big Is Your God?: The Freedom to Experience the Divine karya Paul Coutinho, SJ.
?Yakin bisa baca?? tanya istriku.
Aku tak menjawab. Aku sendiri tak yakin mampu membaca. Aku seperti halnya kalian yang tak malu-malu mengakui, adalah manusia lemah. Tapi aku tahu, hanya keinginan untuk melakukan hal yang lebih baik dari hari kemarin lah yang bisa mengusir kelemahan itu satu per satu dan membedakan kita yang lebih baik dari diri kita sendiri sebelumnya yang kurang baik.
Doakan saya!
Iki jan-jan’ne ngebahas gadget po ngebahas kowe libil koh? :D