Little Nyonya

20 Jan 2010 | Cetusan

Tak ubahnya seperti sinetron kebanyakan, Little Nyonya sebenarnya menawarkan deretan konflik yang standar; drama percintaan yang mbulet namun mudah ditebak ditemani riak-riak cerita yang sedikit ‘nggak penting’. Tapi toh agak sedikit di luar nalar, karena pada akhirnya aku menyukainya. Peristiwa ‘aku menyukai sinetron’ barangkali sama halnya dengan peristiwa gerhana matahari yang boleh terjadi 100 tahun sekali, sesuatu yang… sangat langka terjadi!
Kisah Little Nyonya adalah kisah percintaan antara Yueniang (diperankan oleh Jeanete Aw) dengan Chen Xi (Qi Yuwu), dua insan produk peranakan, hasil kawin campur suku China dengan suku lainnya (dalam hal ini melayu dan biasa disebut baba-nyonya) yang terpisah strata sosial dan ekonomi bagai bumi dan langit, klise huh?! Konflik cerita yang terjadi pun tak jauh-jauh dari soalan suratan takdir, percintaan dan perselingkuhan dan tak lupa tentu kriminalitas, pembunuhan serta pertobatan dan penyesalan seperti kebanyakan cerita sinetron lainnya.
Lantas yang membuatku tertarik terutama adalah frame cerita yang kuat!
Little Nyonya ‘didirikan’ di atas sebuah gagasan besar tentang pertumbuhan kaum china peranakan di semenanjung Malaka mulai awal abad 20-an hingga masa kini. Bagaimanapun, cerita sejarah tentang pertumbuhan kaum ini bagiku sangat dan selalu menarik karena dari sisi daya juang untuk hidup, mereka yang hijrah dari tanah leluhur di RRC dan lantas berasimilasi dengan penduduk sekitar itu memiliki satu daya dobrak luar biasa yang patut dicontoh.
Sementara hal lain yang juga tak kalah menarik adalah masalah bagaimana si penulis skenario mengakhiri rangkaian ceritanya.
Little Nyonya yang terdiri dari 34 episode ini dikemas bukan sebagai drama yang happy ending dalam artian bahwa si tokoh perempuan tak harus menikah dengan tokoh pria. Yueniang dan Chen Xi pada akhirnya terpisah oleh nasib, terbelenggu takdir.
Kukatakan menarik karena ini di luar kebiasaan pattern sinetron yang hilir mudik di televisi yang selalu memberikan jaminan kepada penonton bahwa se-absurd apapun alur cerita yang sedang ditayangkan, yakinlah bahwa akhirnya si upik abu itu akhirnya dipersunting oleh sang pangeran!
Bagi yang ingin tahu tentang Little Nyonya ini, silakan klik di sini namun sayangnya sinetron ini tak memiliki jadwal tayang di Indonesia karena ia disiarkan di Singapura, Malaysia, Hongkong hingga USA. Akan tetapi jika kalian ingin mencari DVD-nya, barangkali di Jakarta atau barangkali sekalian liburan ke Negeri Singa, sempatkanlah mencari keping DVD ini.
Selanjutnya, aku tak ingin bicara tentang Little Nyonya lebih lanjut di sini. Otakkku justru ter-pop-up dengan suatu pemikiran yaitu, kenapa kita tak bisa membuat sinetron se-greget Little Nyonya ini?
Alur cerita yang ‘Maju ke Depan’


Si Doel - Kiamat - Bajaj Bajuri


Aku tak bisa bilang bahwa semua alur cerita sinetron itu jelek. Si Doel Anak Sekolahan, Bajaj Bajuri dan Kiamat Sudah Dekat-nya Deddy Mizwar adalah beberapa yang bisa kubilang sebagai sinetron jempolan karena kita disuguhi alur cerita yang lugas (meski aku agak sedikit kecewa ketika Si Doel Anak Sekolahan mulai diulur-ulur hingga beberapa seri sesudahnya).
Kuncinya kupikir adalah bagaimana mengemas alur cerita yang ‘maju ke depan’.
Kebanyakan sinetron, dari episode pertama hingga ke sepuluh, alur ceritanya akan berjalan dengan mulus dan memiliki rel yang jelas, akan tetapi selanjutnya, alur cerita menjadi limbung tak tentu arah hendak ditujukan kemana, akan berakhir berapa lama… bertele-tele dan membosankan!
Cinta? Tak mengapa, asal…


Sinetron tak bisa lepas dari cinta? Tak mengapa asal dikemas dalam bingkai frame yang menarik!
Si Doel mengangkat cinta tapi ia bisa menarik karena dikemas dalam pola pandang aspek hidup orang Betawi yang ‘ternyata’ termarjinalkan di tanahnya sendiri.
Kiamat Sudah Dekat menarik karena meski itu adalah sinetron dakwah tapi ia disajikan jauh dari tafsir-tafsir ketat ajaran agama meski aroma spiritualnya masih pekat terasa.
Bajaj Bajuri juga terbilang OK karena ia mengangkat sinisme dari keadaan hidup kaum pra-sejahtera lalu menjungkirbalikannya menjadi sebuah humor situasi.
Ironis tapi menghibur!
Sinetron berbasis cerita hantu pun sebenarnya bisa jadi menarik.
Tapi kalau lantas ada seribu sinetron pengikut yang juga bercerita soal hantu… aduhhhh, thanks, but no thanks!
Be real


Hal yang paling kuingat tentang ‘kejanggalan’ sinetron adalah demikian, adegan seorang perempuan tidur pulas tapi tetap dengan make up super tebal yang masih terpelihara bahkan hingga pagi harinya!
Come on! Siapa sih yang mau dan mampu mempertahankan make-up hingga menjelang tidur?!
Bahkan seorang ratu-pun kupikir juga akan lebih memilih cuci muka sebelum tidur untuk mengangkat sisa-sisa kosmetiknya lalu bangun dalam kondisi paras yang sama halnya seperti kita, kucel adanya!
Belum lagi adegan-adegan yang tak masuk akal seperti misalnya seorang ibu yang bicara dengan si anak:
Anak: Bu, kenapa aku dilahirkan?
Ibu: Jadi begini, Nak… *ia berdiri lantas memandang ke jendela… menerawang… dan musik soundtrack diputar agak sedikit lebih keras*
Aduh! Ngomong ya ngomong aja.. sesedih apapun dan sebesar-besarnya nafsu untuk menerawang, tak mungkinlah kalau sampai harus berdiri dulu, mendekat ke jendela, menerawang baru lantas ngomong.?That’s toooo much!
Berpikir tentang kemasan


Dari apa yang kupelajari di Little Nyonya, sinetron Singapore ini tak henti melakukan inovasi kemasan.
Maksudku, ia tak hanya disajikan di televisi, tapi lebih daripada itu,MediaCorp, produsennya mengemas Little Nyonya dalam format DVD. Little Nyonya juga disiarkan hingga ke luar negeri bahkan luar kontinen hingga ke Amerika Serikat.
Internet tak lupa juga dijadikan sebagai media alternatif untuk menawarkan konsep ekstensi kemasan Little Nyonya.
Membuat laman di Facebook hingga menayangkan beberapa petikan hasil rekaman baik yang berasal dari tayangan ‘resmi’ maupun behind the scene di Youtube membuat orang jadi merasa selalu intim dengan Little Nyonya.
Original soundtracknya juga digarap serius dan diperjualbelikan dengan label ‘Little Nyonya’ yang menempel. Aku tak tahu mana yang lebih dulu diciptakan, lagu-lagu tema atau sinetron Little Nyonya, akan tetapi yang jelas keduanya saling menguatkan.
Tak berhenti di situ, setahun setelah masa penayangan berlalu, MediaCorp menghentak lagi dengan mengadakan acara makan malam reuni Little Nyonya menghadirkan hampir semua mantan pemain utama lantas memutar ulang di televisi tepat pada perayaan Tahun Baru Imlek 2009.
Dari situ lantas MediaCorp ancang-ancang untuk membuat sekuel Little Nyonya yang katanya akan diputar tahun ini.
Meski percayalah, sampai titik itu, ketertarikanku pada Little Nyonya dipastikan akan berakhir karena aku sudah menengarai bakalan ada suatu alur cerita yang sepertinya akan diputar-putarkan seperti kebanyakan sinetron lainnya juga :)
Sumber foto:
Poster Little Nyonya (laman Facebook), ?Bajaj Bajuri ( dari sini), Kiamat Sudah Dekat (dari sini), Si Doel (dari sini)

Sebarluaskan!

32 Komentar

  1. Don, yg membuatku sering ketawa pas liat sinetron Indonesia tuh pas adegan si tokoh ngomong sendiri untuk memaparkan apa yg sedang ia pikirkan/rasakan. Kadang pake acara mojok, trus ngomong sendiri. Koyo wong gendeng … :))

    Balas
    • Hahahahahahahahaha, lha memang orang harus gendeng untuk menyukai sinetron kok, Kris…
      Eh tapi kok kowe perhatian banget, ojo-ojo kowe yo wes mulai kesengsem? :)

      Balas
  2. Hehehehe…
    Entahlah kalau sinetron Indonesia dibilang gak bagus tapi tetap aja bertahan, berarti ada banyak oknum-oknum yang tetap mengikuti sinetron. Kadang tidak masuk di akal bila ada yang menganggap adegan sinetron itu serius, tapi setelah aku lihat PRT-ku ya ternyata mereka memang menganggap hal itu serius. Betapa menyedihkan pangsa pasar Indonesia…
    Little Nyonya dari Singapore toh… pantes ok. Sepengetahuanku selama ini melihat siaran drama (mellow maupun komedi) dari Singapore memang selalu bagus. Ceritanya real dan artis2nya gak harus cakep, yang penting jago acting. Orisinalitas juga selalu diperhatikan. Bahkan serial Hong Kong dan Taiwan pun kalah orisinal buatku (masih suka niru Jepang dan Amrik). Film mereka tidak banyak, tetapi sekali go international pantas diacungi jempol!

    Balas
    • Hehehehehehe, konsumen sinetron tampaknya memang sangat massive di tingkat PRT ya :) Harusnya para menteri juga suka karena mereka pembantu rumah tangga negara :)

      Balas
  3. Sama Suster Keramas bagus mana Don? :D
    Menyinggung masalah “Be Real” susah banget deh rasanya buat diwujudkan, apalagi di drama hahaha. Kita kan penonton, bukan suami si artis cewel :o)
    Coba anak itu bertanya-nya bukan “Kenapa” tetapi “bagaimana”. Respon seorang ibu yang kemudian seperti itu pasti kocaknya bukan main wakakaka.

    Balas
    • Jiakakakakakakka…
      Suster keramas itu sebenernya agak absurd antara film atau iklan shampoo :))

      Balas
  4. Bener katamu, shitnetron kita itu banyak yang lebay. Jadinya bikin muak penontonnya sendiri.
    Cari Little Nyonya aah :-)

    Balas
    • Hehehehe… nggak semua sih tapi kebanyakan

      Balas
  5. saya suka kritik anda tentang sinetron, tapi saya hanya pernah suka dan mengikuti satu sinetron yaitu : si Doel

    Balas
    • MEmang sekarang yang ‘agak’ bagus cuma FTV yang sinet dah ngak seperti dulu lagi… ada unsur budaya dan nilai substansialnya ..

      Balas
      • Hmmm.. bedanya FTV ama sinetron apa yah?

        Balas
    • Selain si Doel saya juga suka Kiamat Sudah Dekat dan Bajaj Bajuri :)

      Balas
  6. Hhahahaaa….
    Adegan wanita yg tidur pulas dengan make up full itu salah satu bentuk kemasan yg salah dari sinetron kita ini. Belum lagi peran2 yang luar biasa jahat. Masa iya anak sma bisa berpikir sejahat dan sedengki itu? Tontonan2 itu justru menyesatkan krn bisa jadi influence juga utk bocah2 itu :D

    Balas
    • prinsipnya “TEr”
      terkejam , tersadis terbaik, tercupu dan terjahat.. jadi asal dia antagonis mau masih kecil pun dibuat sejahat mungkin

      Balas
    • @Zee: Betul! Influence jahat dikemas dalam acara yang ‘wah’ :)
      @Arham: heheheheh satu kesimpulan yng bagus, Sob!

      Balas
  7. Kapan-kapan aku cari keping DVDnya deh mas, kayaknya menarik begitu. Kok aku masih tetap lebih suka drama Korea ya? Entahlah.

    Balas
    • Hehehehehe aku paling ngga suka drama korea malah :)

      Balas
  8. Aku setuju dengan pendapatmu soal sinetron yang dibikin sekuelnya gak bakal menarik lagi. Itupun terjadi pada ‘kiamat sudah dekat’. pada jilid pertama, sinetron itu sangat menarik, tapi ketika sudah ada episode lanjutannya, wuih… membosankan.
    Sebetulnya, ada banyak sinetron berkualitas di Indonesia, hanya saja para produser selalu tergiur untuk mempertebal kocek mereka demi melihat sinetronnya diminati banyak orang. Maka, muncullah serialnya yang berkepanjangan itu

    Balas
    • Walah, baru tau kalau Kiamat Sudah Dekat ada lanjutannya…

      Balas
  9. sinetron emang bikin penontonnya jadi bosen, ceritanya itu2 aja

    Balas
  10. Hahaha….geli baca tulisanmu…
    Hmm si sulung pernah ketemu dengan para penulis skenario, sutradara…dan tahu nggak jika sebuah sinetron ratingnya tinggi, langsung dipanjang-panjangkan. Padahal si penulis skenario sudah membuat tulisan sampai selesai, misal 28 episode. Dan kalau penulis tadi idealis, maka cerita sisipan ini ditulis oleh penulis skenario lain (biasanya karena butuh uang, jadi mau)……
    Jika suatu sinetron bagus, tapi rating tak memuaskan…kita udah nonton nih, tahu2 diganti pada jam tayang lain, atau hari lain, atau tahu2 dihentikan ditengah jalan…..gara-gara hal seperti ini jadi ogah nonton.
    Ada juga sinetron bagus, promosi gencar…akibatnya iklan dalam setiap episode yang satu jam itu saya hitung ada a47 iklan..benar-benar gila. Saya hanya nonton dua kali, terpengaruh promosi majalah terkenal….habis itu mendingan nonton AXN atau Star World…atau Disneyland sekalian…..

    Balas
    • Hmm maksudnya iklannya 147 buah per episode

      Balas
    • Wah baru tau kalau ternyata begitu tho cara memperpanjang sinetron.. hehehe.. pantes ancur ya, Bu ;)

      Balas
  11. wahhh mas..ternyata bukan aku saja ternyata yang setuju bahwa sinetron yg udah di bikin kelanjutannya malah cenderung membosankan dan hanya ingin meraup lebih banyak keuntungan. Sebut aja sinetron2 tersanjung, cinta fitri…dan aku karena memang sudah tau sinetron indonesia kebanyakan seperti itu*tidur kok masih pake makeup tebal…hehehe* ogja nontonnya…thanks god aku bisa bertahan loh 3 thn di Duri aku ogah punya tivi, kalau mo nonton tivi biasanya aku ruang tengah nonton sama orang rumah…tapi kalo dikamar? HARAM hukumnya…hehehehehe….

    Balas
    • Hehehehe….
      Acara televisi, meski tak semuanya, kian lama memang tidak membuat kita pintar meski aku tahu menjadi bodoh itu pun juga pilihan… :)

      Balas
  12. hm… aku jg males banget lihat sinetron indonesia sekarang, jd rindu ama rumah masa depan dan keluarga cemara (draft postingan ini sdh ada, tp masih perlu di edit lg sebelum tayang)
    sekarang, reality show jg sdh mulai tampak tdk real lagi
    awalnya sih dulu tampak real, tp skr sdh ada tanda-tanda “nyinetron”

    Balas
  13. kirain tadi film indonesia…
    taunya singapura….malaysia dan sekitarnya
    hmmmmmmmm

    Balas
  14. makanya Mas, anakku gak ta’oleh nonton sinetron… banyak bawa dampak negatifnya tuh.
    lama juga ya, aku gak main ke sini… kulonuwuun…

    Balas
  15. little nyonya uda tayang di TV Indonesia kok…baru aja. di CTChannel klo di bandung. ga tau klo di luar bandung ya,hahaha
    yg aku akui setting ma soundtracknya memang keren,jd suka terngiang2 walaupun secara keseluruhan ga begitu suka alur ceritanya yg pasti menyedihkn buat si tokoh utama.

    Balas
  16. sekarang little nyonya dah tayang di Indonesia Lhooo
    di CNTV :D

    Balas
  17. Little Nyonya sudah tayang di Indonesia di B-channel. semacam saluran bersama, kemungkinan diseluruh indonesia ada.
    kalo diSurabaya B-channel di MN-TV

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.