• Skip to primary navigation
  • Skip to main content

Donny Verdian

superblogger indonesia

  • Depan
  • Tentang
  • Arsip Tulisan
  • Kontak

Lembu Betina

29 Juni 2009 61 Komentar

Lembu

Sepertinya kita memang sudah terlalu biasa menempatkan semuanya dalam kerangka-pikir kompetisi.
Selalu berpikir harus menang dan menghindari kalah dalam segala hal, seakan yang terbaik adalah selalu yang menang dan kekalahan adalah sebuah keburukan yang selamanya akan buruk.

Dulu, tetanggaku pernah kelimpungan karena merasa tersaingi hanya karena ayahku membeli mobil baru.
Iapun lantas mencari utangan sana-sini, melego beberapa mobil lawasnya hanya demi membeli sebuah mobil yang lebih baru dari yang ayah punya, tak mau kalah ceritanya. Tak lama sesudah itu, tetanggaku yang sebelahnya lagi pun tertulari “penyakit” yang sama.
Tapi malangnya, ia tidak didukung oleh faktor ekonomi yang baik. Bermodal rasa “ingin bersaing”, ia hanya sanggup membeli mobil bobrok pengganti motor bututnya. Untuk “menutup” kekurangannya, sebuah “propaganda” dihembuskan kepada anaknya yang sebaya denganku untuk tidak terlalu banyak bergaul denganku dan anak tetanggaku yang kuceritakan sebelumnya dengan alasan karena menurutnya kami adalah kaya dan mereka miskin dan di antara kami ada tebing yang tinggi yang tak terobohkan.

Dua blok groupies di sebuah kota tak jauh dari Jogja dulu pernah terlibat dalam baku hantam hanya karena masalah sepele; band yang satu mengalahkan band yang lainnya dalam festival band tingkat kabupaten. Mereka yang kalah tidak terima dan menganggap yang menang sebenarnya tak pantas juara. Di gerbang stadion, tempat perlombaan itu digelar, “peperangan hidup mati” pun tak terhindarkan lagi. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala heran kenapa mereka bisa seperti itu, tapi yang lebih mengherankan lagi adalah kenapa panitia bisa-bisanya mengadakan ide untuk menyelenggarakan kompetisi musik.
Seni kok dipertandingkan menang-kalahnya, apa layak ?!?

Seorang anak harus merelakan masa depannya untuk beberapa saat dengan ngendon di rumah sakit jiwa, diperbaiki syaraf gilanya.
Ia adalah korban ambisi orang tuanya yang memaksanya untuk belajar tentang Astronomi hanya gara-gara ibunya dulu pengagum Pratiwi Sudharmono, calon astronot pertama Indonesia yang hingga kini ya tetap calon itu.
Baginya, menjadi astronot adalah salah satu kunci sukses untuk memenangi pertarungan kehidupan; menapaki jenjang karir yang bergelimang uang mengalahkan jenjang-jenjang lainnya yang “miskin” uang. Rupanya mental si anak tak siap karena sebenarnya ia lebih mencintai sastra dan filsafat ketimbang tata alam semesta.

Begitulah.
Sayangnya kita semua memang telah berada di putaran yang tak terputus dan sulit diputus yang bernama kompetisi.
Kompetisi diasosiasikan sebagai kehidupan itu sendiri.
Kehidupan lantas diibaratkan sebagai jalanan, masing-masing dari kita dianggap sebagai para pembalap di dalam mobil yang kebat menderu menerjang lawan-lawan lainnya tanpa ampun, pantang kendur.

Tidak bisakah kita nyempal dari semua ini, mengibaratkan diri sebagai seekor lembu betina yang duduk santai melipat lutut di ladang ilalang pinggiran jalan? Menikmati teduhnya pohon besar nan tua, menjemput angin sepoi-sepoi jam dua siang melenakan diri serta mengunyah adonan rumput; memamahbiaknya berulang kali sambil menertawakan kegoblokan demi kegoblokan para pandir bodoh yang beradu cepat di jalanan itu tadi?

Sebarluaskan!

Ditempatkan di bawah: Cetusan

Tentang Donny Verdian

DV, Superblogger Indonesia. Ngeblog sejak Februari 2002, bertahan hingga kini. Baca profil selengkapnya di sini

Reader Interactions

Komentar

  1. Femi mengatakan

    30 Juni 2009 pada 7:41 pm

    Lagi siap-siap kompetisi apa Don? Buat Agustusankah ?
    Sedang kelelahan berkompetisi?
    Hmmm pembuktian atau ke-eksisan diri rasanya tidak perlu dibandingkan dengan orang lain… Berkompetisi dng diri sendiri for being better aja udah lebih dari cukup.
    selamat berleyeh-leyeh dan memamahbiak

    Balas
    • DV mengatakan

      30 Juni 2009 pada 7:41 pm

      Hehehe…

      Balas
  2. kris mengatakan

    30 Juni 2009 pada 6:20 pm

    soal menang kalah ya don? mnrtku, setiap orang punya definisi menang kalah sendiri-sendiri. dan memang capek kalo nuruti keinginan utk selalu menang. aku sekarang tidak peduli lagi dengan semua itu. apa bedanya jika kita menang atau kalah? itu semua tergantung ke mana kita mengarahkan pandangan. kalau pandangannya ke dunia yang semu ini, yaaa … selamat capek lahir batin saja.

    Balas
    • DV mengatakan

      30 Juni 2009 pada 6:20 pm

      Hehehe tapi kan bukan berarti kita menyerah pada hidup dan “cuek” tho?
      Hidup juga mesti diperjuangkan sekalipun itu lantas dipandang sebagai kompetisi sekalipun..
      Begitu menurutku :)

      Balas
  3. Ren mengatakan

    30 Juni 2009 pada 6:21 pm

    hmm… kata iklan sih.. hidup kurang hidup tanpa kompetisi..
    halaah.. :P

    Balas
    • DV mengatakan

      30 Juni 2009 pada 6:21 pm

      Hehehe.:)

      Balas
  4. Chandra mengatakan

    30 Juni 2009 pada 6:29 pm

    Kalo gue sih yg gitu2 ga dijadiin kompetisi, tp dijadiin pecut, sambil berkata dalam hati “Tenang, suatu hari gue juga bisa!”
    Gue sih kadang perlu yg gini-gini don, coz membuat kita jd terpacu mengejar sesuatu yg lebih baik (dan akhirnya otak pun bergerak mencari jalan…) asal hati dibebaskan dari rasa iri dengki dan segala sesuatunya masih masuk akal…hehehehe….
    Btw, kompetisi band = kompetisi skill memainkan alat musik berjamaah (band)! .. tul gak? ^___^

    Balas
    • DV mengatakan

      30 Juni 2009 pada 6:29 pm

      Hehehehe, gw juga nulis gitu cuma karena berpikir “Kenapa gw terlalu larut dalam kompetisi ya?” :) Gitu…

      Balas
  5. igna mengatakan

    30 Juni 2009 pada 7:15 pm

    Mengho dhisik Don…. aku isih ora mudheng opo hubungane judulmu “Lembu Betina” karo “Kompetisi” yo…
    Kalau lembu betina berkompetisi menghasilkan susu sebanyak-banyaknya boleh juga tuh… hehehe…
    Btw, kompetisi itu memang perlu, tapi lebih perlu lagi bagaimana kita menyikapi kompetisi itu dengan bijak…

    Balas
    • DV mengatakan

      30 Juni 2009 pada 7:15 pm

      Nah, kuwi tandane kowe ra moco detail sampe bagian terbawah karena disitu kusebut hidup laksana lembu betina itu lebih nyaman :)

      Balas
  6. vizon mengatakan

    30 Juni 2009 pada 7:16 pm

    cape memang bila hidup selalu disikapi sebagai sebuah kompetisi.
    dulu, seorang teman selalu berusaha untuk dapat mengungguliku. bagus memang. dan itu terlihat dari kesungguhannya belajar dan mengejar prestasi. belakangan ia mengakui kepadaku kalau ia merasa cape dengan itu semua. terus terang, aku tidak pernah tahu kalau dia bersikap begitu sedari dulu…
    dari pengalaman teman itu, aku ambil pembelajaran bahwa untuk meraih prestasi janganlah karena ingin mengungguli seseorang, tapi karena kita sendiri menginginkannya… :)

    Balas
    • DV mengatakan

      30 Juni 2009 pada 7:16 pm

      Betul Uda, kuncinya itu sama dengan yang kau sebut belakangan, karena kita menginginkannya :)

      Balas
  7. Yoga mengatakan

    30 Juni 2009 pada 10:27 pm

    Nice picture Don!
    Kompetisi dalam dunia seni, mestinya bisa tapi tak semua seni bisa dikompetisikan. Dalam berkompetensi juga diperlukan kedewasaan ya dan mental jawara, meski belum tentu jadi jawara.Kalau kata orang Jawa ini semua tak lepas dari sikap wang sinawang serta ojo dumeh. Yang menang ya ojo dumeh, dan masuk dalam sebuah kolam pergaulan mesti selalu sawang sinawang.

    Balas
    • DV mengatakan

      30 Juni 2009 pada 10:27 pm

      Aku suka komentarmu….
      wang sinawang memang diperlukan dalam iklim seperti sekarang ini.
      Cheers!

      Balas
  8. warm mengatakan

    1 Juli 2009 pada 8:34 am

    pengibaratannya sih oke, cuma kok lembu,
    lalu, ilustrasinya malah sapi perah, kembu itu kan identik untuk sapi putih :mrgreen:
    *maaf, datang2 bukannya ngasih salam, malah protas protes*</i.
    nice blog, bung.. salam !

    Balas
    • DV mengatakan

      1 Juli 2009 pada 8:34 am

      Anda kok sok tau sekali? :) Darimana Anda tau bahwa foto saya itu adalah sapi perah? Apa hanya karena puting susunya terlihat hingga ke bawah lantas ia adalah sapi perah?
      Kalau Anda bilang lembu identik dengan sapi putih, maka sekarang saya balik bagaimana Anda menganggap bahwa gambar saya adalah sapi perah? Kan sapi perah identik dengan hitam dan putih?
      Anyway, salam kenal :)

      Balas
  9. Ikkyu_san mengatakan

    30 Juni 2009 pada 10:39 pm

    tahukah kamu Don,
    bahwa pendidikan di Jepang sekarang tidak ada ranking-rankingan.
    hanya ada cukup-bagus-amat bagus.
    tidak ada “tidak naik kelas”
    tidak ada “juara kelas”
    tidak ada kompetisi.
    karena kompetisi yang sebenarnya adalah dengan dirimu sendiri.
    EM

    Balas
    • DV mengatakan

      30 Juni 2009 pada 10:39 pm

      Betul! Dan saya baru tahu….

      Balas
  10. Stop Dreaming Start Action mengatakan

    30 Juni 2009 pada 10:57 pm

    Wah jadikan itu pelajaran, kita tidak boleh memaksakan kehendak, karena kalo dipaksa itu akan tidak baik! dan orang yang dipaksa akan menjalankannya dengan tida full!

    Balas
    • DV mengatakan

      30 Juni 2009 pada 10:57 pm

      Merdekaaaa!

      Balas
  11. Riris mengatakan

    30 Juni 2009 pada 11:02 pm

    soal ambisi ortu yang dicekokkan ke anak..rasanya orang tua mesti mulai belajar mengerti bahwa masing-masing manusia diciptakan unik adanya. Sehingga tidak ada lagi standar kesuksesan yang semu, yang membuat si anak mesti di reparasi di RSJ.

    Balas
    • DV mengatakan

      30 Juni 2009 pada 11:02 pm

      Betul dot com!
      Setuju dot net!

      Balas
  12. warm mengatakan

    1 Juli 2009 pada 7:40 pm

    hehehe maap, saya memang sok tau.
    saya cuma teringat akan pelajaran pas sekolah dulu, kebetulan untuk pelajaran ternak perah nilai saya sotoy haha..
    iya sih, kalo yang belang hitam putih itu udah identik varietas Fries Holland yang kondang itu, dan soal lembu putih, yang ada di benak saya adalah varietas Ongole dari India..
    *halah, knapa malah ngobrol soal sapi disini, sori sori* :D

    Balas
    • DV mengatakan

      1 Juli 2009 pada 7:40 pm

      Hehe… no offense Bro :)

      Balas
  13. samsul arifin mengatakan

    1 Juli 2009 pada 8:31 pm

    mas, ini kan hubungannya sama pilpres kan ya? kok analoginya dengan lembu betina to?
    sik-sik, tak baca lagi aja deh. aku takut dibilang sok tahu nih.

    Balas
    • DV mengatakan

      1 Juli 2009 pada 8:31 pm

      Sak karepmu hahaha :)

      Balas
  14. anderson mengatakan

    1 Juli 2009 pada 9:46 pm

    Begitulah. Kadang orang perlu sesuatu sebagai parameter kesuksesannya, jadi selalu menganggap hidupnya adalah kompetisi.. Sayangnya, kalau ngga tau batas kemampuan diri, keinginan berkompetisi itu malah menyiksa diri. Jadi, berkompetisilah secukupnya… (oalaah…ngomong apa aku ini? :-p)

    Balas
    • DV mengatakan

      1 Juli 2009 pada 9:46 pm

      Hehehehe, kalau hal ini dipraktekkan dalam dunia olahraga, maka pertanyaan saya adalah, ini atau bukan ya, faktor yang menyebabkan bangsa kita kalo sepakbola selalu keok?
      Hahahahah!

      Balas
  15. narpen mengatakan

    1 Juli 2009 pada 11:44 pm

    ah, kompetisi..
    pernah, eh.. sering terjebak. klo tepat, sebetulnya bisa menyenangkan dan memotivasi, apalagi klo mainnya fair.. (dan apalagi klo menang, hehe..)
    klo ga tepat (memaksakan dir), siksaannya itu lho.. hidup ko jadi ga tenang.
    membaca tulisan ini jadi merasa diingatkan, agar bisa berkompetisi dengan sikap yang lebih dewasa :)
    btw, kok sapinya mukanya putih banged ya? kaya dibedakin..

    Balas
    • DV mengatakan

      1 Juli 2009 pada 11:44 pm

      :)
      Sapinya putih? Entahlah, salah pigmen kali ye :)

      Balas
  16. zee mengatakan

    2 Juli 2009 pada 3:06 am

    Buat saya kompetisi itu perlu. Dan harus diambil secara positif.
    Kalo efeknya negatif kayak kasus tetanggamu yg gak mau kalah punya mobil baru juga, tapi efeknya malah memperparah ekonomi mereka, itu dia kompetisi yang salah kaprah.
    Seharusnya kompetisi justru memacu kita utk mengejar kesuksesan dan jd berhasil. Kalau malah memperburuk keadaan, itu mgkn bukan kompetisi, tapi sirik :)

    Balas
    • DV mengatakan

      2 Juli 2009 pada 3:06 am

      Betul!
      Saya menulis ini bukan berarti saya anti kompetisi kok. Saya hanya mencoba menarik diri melihat dari luar dan bertanya, “Hey, kenapa kita terlibat yang namanya kompetisi?” :)

      Balas
  17. Tuti Nonka mengatakan

    1 Juli 2009 pada 7:34 pm

    Ketika baca judul postingan dan beberapa baris pertama, yaitu lembu betina dan kompetisi, saya pikir Donny mau bicara tentang salah satu capres kita … :D
    Apakah kita menganggap hidup ini kompetisi atau tidak, bagi saya tergantung bagaimana kita memandangnya. Realitanya, untuk bisa hidup (maksud saya : sekolah, bekerja, dst ) kita memang harus selalu berkompetisi, karena apa yang tersedia lebih sedikit dari yang membutuhkan.
    Hanya saja, mungkin tidak terlalu menyesakkan jika kita berkompetisi itu dengan semangat “do my best”, dan bukan “kill the other”.

    Balas
    • DV mengatakan

      1 Juli 2009 pada 7:34 pm

      Yak, tul :)

      Balas
  18. blogger senayan mengatakan

    2 Juli 2009 pada 7:42 am

    apa kabar bos?
    waw posting ya bagus nich, hanya lembu tapi bisa menjadi bahan refleksi

    Balas
    • DV mengatakan

      2 Juli 2009 pada 7:42 am

      Hehehe kabar baik, Bos Senayan :)
      Thanks kedatangannya :)

      Balas
  19. Budi Hermanto mengatakan

    2 Juli 2009 pada 6:51 pm

    Wew..
    Tentu saja pemikiran seperti ini..
    Adalah minoritas..
    Sebab berada di bagian kerucut atas..
    Dari piramida kehidupan..
    Tapi..
    Tentu tak nyaman terdengar..
    Bahkan tak layak terucap..
    Oleh orang2 berpemikiran bagian kerucut atas itu..
    Bila mentertawakan..
    Kegoblokan orang2 pandir jalanan..
    Yg hakekatnya berada di kerucut dasar..
    Kenapa?
    Karena sudah seharusnya..
    Bagian kerucut atas..
    Mengajari..
    Membenahi..
    Bagian kerucut dasar..
    Walaupun tdk bisa semuanya..
    Agar di kehidupan ini..
    Kan terjalin harmony..
    Hehehe..
    Met knal ya ko.. ;)

    Balas
    • DV mengatakan

      2 Juli 2009 pada 6:51 pm

      Hehehe, komentarnya menarik, Mas Budi Hermanto.
      Saya sepakat dengan apa yang kau ucapkan, tapi aku tak merasa menggoblok-goblokkan orang pandir :)
      Yang bilang seperti itu kan si sapi betina, karena aku sama halnya seperti kamu dan kita semua ya berada di jalanan :)
      Orang goblok selalu menganggap orang pintar itu goblok, dan orang pintar sudah selayaknya mengatakan yang goblok itu ya yang goblok, SAPI! :)
      Hehehehe…

      Balas
  20. joicehelena mengatakan

    2 Juli 2009 pada 11:10 pm

    hmm…aq bukan tipe orang yang suka persaingan, jadi mungkin akan lebih memilih menjadi lembu betina itu…
    tapi bukan berarti gak punya obsesi lho..
    :-)

    Balas
  21. hanif mengatakan

    2 Juli 2009 pada 10:26 pm

    Ada sisi baik dan ada sisi buruk kebiasaan membandingkan diri kita dengan orang lain. Sisi baik akan kita dapatkan jika sudut pandang kita akan sesuatu yang dibandingkan itu kita ukur dengan kemampuan diri kita. Kita takkan pernah sama persis dengan orang yang kita kagumi atau bandingkan dan mungkin makna kompetisi yang benar adalah bagaimana hal itu menjadi penyemangat abadi untuk terus memperbaiki diri.
    Salam kenal

    Balas
  22. kenyo mengatakan

    3 Juli 2009 pada 1:55 am

    mudah2an lembunya bisa beli mobil

    Balas
  23. -GoenRock- mengatakan

    3 Juli 2009 pada 2:52 pm

    Yang jelas musti tahu kemampuan diri aja, ngapain capek2 nyiksa diri jatuh dan belepotan lumpur ngikutin karapan sapi kalau ternyata kita lebih jago ngendaliin kuda pacu? :P

    Balas
  24. Kuliah Gratis mengatakan

    4 Juli 2009 pada 4:50 am

    Semangat!!!!!!!!!!!!!
    *lho maksud kemontarnya apa ya???*

    Balas
  25. suryaden mengatakan

    4 Juli 2009 pada 1:52 am

    kukira menyambut hari anak je mas, bukankah memang sudah menjadi budaya jelek yang selalu saja didengung-dengungkan, dan harus ada korban, serasa tak puas jika tidak ada korban, memang sangat sulit untuk dipetani, hanya tahu hasilnya saja… omong-omong para sapi itu makannya grassroots ya… :D

    Balas
  26. eka alam sari mengatakan

    4 Juli 2009 pada 4:54 am

    Hai… aku suka rumahmu yg baru ini.
    Joyce sudah mulai hamil ya? Selamat dan salam kenal.

    Balas
  27. edratna mengatakan

    6 Juli 2009 pada 11:40 pm

    Don, aku ga mudeng apa hubungannya antara lembu betina dan ambisi orangtua? Atau aku kelewat bacanya ya?
    Ambisi ortu ini memang bikin pusing, walau terkadang dorongan ortu sering betul juga, yang benar adalah ada diskusi dua arah. Karena terkadang ortu punya pengalaman lebih dibanding anaknya, tapi anak tak bisa dipaksa.
    Btw, aku dulu kok ga iri ya lihat temen2ku kaya? SMA ku terkenal borjuis, tapi ayah memaksa saya masuk SMA tsb, karena guru-guru SMA tsb terkenal kepandaiannya, apalagi saya dinilai kuat di bidang IPA, tapi berantakan dibidang seni sastra.
    Agar tak diremehkan teman, saya belajar rajin dan jadi kutu buku…tapi dapat nomor terus di kelas…hahaha

    Balas
    • DV mengatakan

      6 Juli 2009 pada 11:40 pm

      Hahaha yang ngga mudheng banyak kok :)

      Balas
  28. sawali tuhusetya mengatakan

    7 Juli 2009 pada 4:33 am

    kompetisi asalkan dilakukan secara fair dan jujur sesungguhnya malah bisa memacu diri utk selalu berbuat yang terbaik, mas don. sungguh, disayangkan, ya, cara2 kotor dan sirik seringkali mewarnai ajang kompetisi. lebih2 dalam pilpres. *halah*

    Balas
    • DV mengatakan

      7 Juli 2009 pada 4:33 am

      Hehehehhe, thanks Pak Sawali termasuk sedikit orang yang ngerti maksud tulisan saya heheh :)

      Balas
  29. mascayo mengatakan

    7 Juli 2009 pada 10:33 pm

    hehehe … tetanggaku kiri kanan dah punya mobil, aku masih motoran saja. tapi biasa ah … toh aku juga tetep bisa nyontreng!
    coba mereka itu mbok ya kaya aku yaa .. nek ra kepilih kan tetep masih bisa bantu aku beli mobil. bener-bener lebih pro rakyat gitu! :)

    Balas
    • DV mengatakan

      7 Juli 2009 pada 10:33 pm

      Jadi anda milih yang pro-rakyat?

      Balas
  30. Ria mengatakan

    8 Juli 2009 pada 2:28 pm

    Lembu betina?
    kenapa gak kambing berina mas? hehehehehe…
    ya itulah manusia…gak pernah puas, yang kalah pengen menang yang menang masih pengen lebih lagi…

    Balas
    • DV mengatakan

      8 Juli 2009 pada 2:28 pm

      Hehehehe kenapa nggak kambing karena aku ngga punya stock foto kambing, Dik :)

      Balas
  31. Muzda mengatakan

    8 Juli 2009 pada 7:48 am

    Hahahaa, aku suka waktu kamu bilang, “menertawakan kegoblokan demi kegoblokan para pandir bodoh yang beradu cepat di jalanan”
    *dari yang merasa terlalu nyaman menjadi lembu betina*

    Balas
    • DV mengatakan

      8 Juli 2009 pada 7:48 am

      Heheheh, dasar pemalas hahaha!

      Balas
  32. Ria mengatakan

    8 Juli 2009 pada 7:56 pm

    Lembu betina?
    kenapa gak kambing berina mas? hehehehehe…
    ya itulah manusia…gak pernah puas, yang kalah pengen menang yang menang masih pengen lebih lagi…

    Balas
  33. Eka Situmorang - Sir mengatakan

    8 Juli 2009 pada 10:35 am

    competition is in my blood :p
    but competing into a better person bukan karena sirik gara2 mobil.
    lebih ke arah supaya bisa menggapai sesuatu diatas goal yg sudah di set, kadang butuh stimulus kompetisi biar maju (dasar pemalas gue ini hahhaha)

    Balas
    • DV mengatakan

      8 Juli 2009 pada 10:35 am

      Yup, setuju!

      Balas
  34. syaifudin mengatakan

    10 September 2009 pada 9:49 am

    ilustrasinya mengena banget “sang lembu betina” he..he. unik

    Balas
    • DV mengatakan

      10 September 2009 pada 9:49 am

      ehehe makasih!

      Balas
  35. Yohan Wibisono mengatakan

    9 Juli 2010 pada 3:21 pm

    Artikel yang menarik sekali, semoga sukses selalu dan saya tunggu kunjungan anda di website saya.thx

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

  • Depan
  • Novena Tiga Salam Maria
  • Arsip Tulisan
  • Pengakuan
  • Privacy Policy
  • Kontak
This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish.Accept Reject Read More
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary
Always Enabled
Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.
Non-necessary
Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.
SAVE & ACCEPT