Sesaat menjelang presentasi ataupun meeting, sembari menunggu klien datang ke ruangan adalah waktu yang tepat untuk ngobrol tentang ha-hal lain diluar pekerjaan bersama kolega; semacam oase dari jam-jam sebelum dan sesudahnya yang selalu bertemakan pekerjaan.
?Oh ya, boleh tanya satu hal agak personal, Donny?? tanya N, seorang berdarah Filipina yang adalah kawan kerja dan jadi akrab karena awalnya ia mengira aku berasal dari Filipina juga.
?Oh, yes? sure?? timpalku.
?Hmmm, how?s your Mom??
Dan di titik itu aku jadi ingat bahwa aku belum memberikan update terbaru tentang kondisi Mama pada kalian.
Seperti yang kalian ketahui, entah itu secara tersirat di blog ini ataupun tersurat di lini masa Facebook-ku, kondisi Mama yang tinggal di Klaten sempat memburuk hingga sempat dilarikan ke rumah sakit pada Februari silam.
Kondisinya saat itu amatlah gawat hingga akhirnya aku memutuskan untuk pulang dengan maksud menjenguknya sekaligus menjawab permintaannya yang waktu itu aku mengkhawatirkannya sebagai permintaan terakhir: bertemu ?anak lanang? nya ini.
Tapi sesuatu yang berada di luar perkiraan terjadi!
Sepulangku dari Klaten, saat aku sudah berpikir bahwa barangkali ?waktu? Mama sudah sangat dekat, aku dikejutkan oleh kabar bahwa Mama membaik sejak bertemu denganku.
?Mama sekarang kalau nafas ga perlu pake oksigen lagi, Mas.?
?Oh ya??
?Makannya banyak!?
?Wow?
?Kemarin malah sudah kuat jalan meski dibantu pramurukti!?
?Oh ya??
Begitu kabar dari Chitra, adikku yang tak bisa kujawab lain selain dengan ?Oh ya??, ?Wow!?, ?Oh ya?? dan ?Wow!? lagi.
Aku memang benar-benar terkejut.
Di saat hati telah kusiapkan untuk menghadapi hal yang paling tidak menyenangkan, kebahagiaan justru muncul tak terduga dibarengi dengan perasaan penuh tanya dan kira-kira, apa yang hendak disampaikan Tuhan melalui kehendakNya ini?
Kekuatan Doa dan Social Media
Aku ingat, sesaat setelah mendapatkan informasi dari Chitra bahwa Mama masuk rumah sakit, Februari lalu, tak lama kemudian, hal yang kulakukan adalah men-share kondisi Mama ke grup-grup percakapanku di WhatsApp. Pada lingkaran-lingkaran pertemanan yang kukenal baik, aku memohon supaya mereka mendoakan kondisi Mamaku.
?Tolong doakan supaya Mama diberikan yang terbaik!? demikian kira-kira pintaku.
Tak berselang lama, di lini masa Facebook, aku ?mengumbar? status tentang keadaan Mama. Lalu kulanjut di blog seperti pernah kutulis di sini dan menceritakannya pada beberapa kolega kantor yang dekat dan kupercaya, termasuk si N tadi.
Tapi tentu saja, umbaranku yang ada di social media dan blog tidak seterbuka apa yang kubagikan di WhatsApp. Penyakit yang diidap Mama, misalnya, tentu hal itu hanya kusiarkan pada teman-teman yang kupercaya saja karena bagiku, ini adalah urusan pribadi Mamaku yang tak layak dibagikan secara publik.
Lalu apa hubungannya antara mengumbar cerita tentang Mamaku dengan keadaan Mama yang membaik?
Doa! Bagiku, ketika kamu membaca status maupun tulisanku, ketika kamu menggumam, ?Duh, kasian bener Mamanya Donny!? terlebih ketika kamu secara khusus meluangkan waktu untuk berpikir dan memohonkan yang terbaik bagi Mamaku, semua itu adalah wujud dari sebuah doa!
Doa, tak harus diformulasikan dan diformalisasi lewat ajaran agama. Justru bagiku ketika doa pada posisi tertulusnya yang tak terkungkung oleh aturan, ia adalah ungkapan hati yang paling dalam.
Beberapa kawan bahkan ada yang menyumbangkan dana untuk membantu biaya pengobatan mama yang memang tak sedikit. Awal-awalnya aku berusaha menolak tawaran-tawaran tersebut, tapi ketika tiba-tiba ada yang datang mengetuk pintu rumah dan menyerahkan sumbangan, atau ada juga yang langsung transfer ke nomer rekeningku atau adikku, Chitra, lantas dengan kata seperti apa lagi aku berkuasa untuk menampiknya?
Extra time
Ibarat pertandingan sepakbola, kondisi Mama yang membaik adalah layaknya sebuah perpanjangan waktu yang diberikan oleh wasit pertandingan. Barangkali Tuhan memandang, pada waktu-waktu yang telah lalu, ada sekian banyak waktu yang kusia-siakan untuk memperhatikan Mama, maka kini, Ia memberi perpanjangan waktu untukku berbakti, sebisaku, semampuku.
Hal ini kurasakan benar; betapa dalam periode yang tak terlalu mengenakkan ini, aku dan Chitra lebih bisa bekerja sama untuk mengurus Mama, satu-satunya orang tua kami yang masih ada setelah Papa meninggal April 2011 yang lalu.
Memuliakan Tuhan
Tuhan memulihkan Mama supaya aku, kamu dan kita serta kalian semua yang membaca tulisan dan kisah ini mengerti dan sadar bahwa kebesaran Tuhan itu jauh lebih besar dari perkiraan-perkiraan, harapan-harapan dan kekhawatiran-kekhawatiran kita selama ini.
Kita ini hanya alat, dan berbahagialah kita termasuk Mama yang dijadikan pirantiNya. Seperti halnya Lazarus yang dihidupkan Yesus setelah tiga hari mati dari kubur supaya orang-orang Yahudi tahu betapa mulianya Ia.
Meski tak sedikit orang mencibir dan bertanya sinis, ?Kenapa Ia menghidupkannya lagi? Toh Lazarus akhirnya mati juga pada akhir cerita??
Dari pengalaman pribadiku untuk kasus yang sama denganmu Don, sepertinya selalu ada “injury time” atau “extra time” yang diberikan Tuhan kepada kita untuk lebih dekat dengan orang tua kita di saat-saat terakhir. Hanya saja tidak banyak yang mengerti dan peka.
Don, bersyukurlah kamu digerakkan untuk segera memperhatikan orang tua kita dengan pulang ke Klaten. Waktu benar2 berharga tidak saja buatmu, tapi juga buat kebahagiaan mamamu…..
Ad Maiorem Dei Gloriam