• Skip to primary navigation
  • Skip to main content

Donny Verdian

superblogger indonesia

  • Depan
  • Tentang
  • Arsip Tulisan
  • Kontak

Kustomisasi agama

19 September 2013 2 Komentar

Makanan dan agama itu urusan personal, masing-masing boleh diterjemahkan seenak perut dan jidat…

Entah di Indonesia, di sini rasanya semakin banyak restaurant terutama di mall yang menawarkan paket kustomisasi makanan.?Misal, di sebuah gerai makanan ala Malaysia, laksa dihadirkan dengan cara kustomisasi. Selain daging, sayur dan mie yang hendak dicampurkan dalam mangkuk bisa dipilih-pilih.

Sampai titik itu barangkali masih bisa ?dimengerti?, tapi yang menurutku kebangetan, kuah laksanya pun bisa diganti dengan santan rendah lemak atau malah clear soup (tanpa santan)!

?Ya suka-suka tho! Kan tergantung bagaimana menerjemahkan laksa itu??
Benar, tapi sebagai pecinta makanan yang asli, seasli mungkin ?dari sononya? aku keberatan untuk menyebut hasil kustomisasi itu sebagai laksa.

Kalau daging, sayur dan bihun diberi kuah bening lalu dianggap laksa, apa bedanya ia dengan soto lantas?

Agama seolah seperti mangkuk-mangkuk besar di selasar food court yang masing-masing berisi tata nilai yang boleh dikustom.

Begitu juga dengan agama.?Hari-hari ini, banyak orang mengustom agama yang ia anut dan jalankan.?Agama seolah seperti mangkuk-mangkuk besar di selasar food court yang masing-masing berisi tata nilai yang boleh dikustom.

Kita datang membawa mangkuk kecil berlabel agama yang diberi (dipaksa?) oleh orang tua kita masing-masing tapi lantas, alih-alih menuju mangkuk agama masing-masing, kita malah beredar ke sana-kemari mengambil dan memilih nilai-nilai yang kita suka dan membuang yang tak sekehendak hati.

Mangkuk agama A menawarkan sesuatu yang menyenangkan tapi dilarang menurut mangkuk agamanya sendiri, diambillah sesuatu itu lalu disatukan dengan nilai-nilai lain dari agama asalnya.

Demikian juga ketika tahu bahwa ada hal-hal yang tak terlalu menyenangkan dari mangkuk agamanya sendiri, dikeluarkannya lah ia di lantai untuk dibuang. Alhasil, satu mangkuk agama miliknya itu telah beraneka rupa warna dan tentu saja rasanya.

Seseorang lantas datang membawa parang siap berperang. Setengah menghardik, ?Hey! Tapi kamu harus ambil semua nilai dari A saja atau B saja, tak boleh dicampur!” demikian katanya.

“Kenapa?” orang tadi bertanya.

“Karena demikianlah aturannya dan supaya kami lebih mudah mengenali mana yang kawan yang bisa kita rangkul dan mana yang musuh; yang darahnya halal untuk kami tumpahkan!”

Di titik ini aku tak yakin ia berani menjawab dengan ?Ya suka-suka tho!?

* * *

Aku dengan urusan laksaku dengan mereka yang menghardik soal agama barusan sebenarnya sama saja, kami terjebak dalam perkara identitas; bahwa segala sesuatunya harus diberi label dan ia harus tetap sama sepanjang masa, setidaknya sepanjang hidup kami.

Yang menang lalu berhak menentukan siapa yang paling salah dan harus musnah.

Yang membedakan hanyalah reaksinya. Aku hanya menggumam lalu menuliskan ini sementara mereka bisa jadi mengalungkan parangnya ke leher mereka. Kami lupa bahwa hakikat makan harusnya kenyang supaya senang, dan hakikat beragama harusnya percaya supaya tenang.

Tapi kalian juga sebenarnya sama saja. Terlalu riuh merayakan kebebasan dan membuang jauh-jauh identitas sebagai hal yang penting dan mengolok-olok balik kami sebagai orang kolot nan radikal, tapi apakah kalian tak kehilangan hakikat itu sendiri?

Dan pada keasyikan kita masing-masing, akhirnya kita bertemu pada hakikat baru yang jadi jembatan antara kita yaitu ‘Kebenaran’, kita berperang di situ menentukan mana yang lebih benar.

Yang menang lalu berhak menentukan siapa yang paling salah dan harus musnah.

Tulisan ini terbersit ketika sedang menikmati sajian babi panggang di Jogja, sebulan silam, lalu melihat kawan lama yang kutahu sebenarnya tak boleh makan babi masuk ke rumah makan itu dengan raut wajah yang tampak begitu kelaparan :)

Sebarluaskan!

Ditempatkan di bawah: Agama, Cetusan

Tentang Donny Verdian

DV, Superblogger Indonesia. Ngeblog sejak Februari 2002, bertahan hingga kini. Baca profil selengkapnya di sini

Reader Interactions

Komentar

  1. airyz mengatakan

    19 September 2013 pada 10:40 pm

    memang berat.. tapi tetep komen raketan ngejunk :))

    Balas
  2. didut mengatakan

    23 September 2013 pada 12:39 pm

    belajar dari org jepang sewaktu internship dulu, aku merasa yang dibutuhkan org indonesia sebetulnya bukan agama tapi iman. Bagaimana kita tetap percaya bahwa masih ada yang lebih besar daripada kita.

    Melihat teman sendiri yang atheis dan sedang dalam kondisi yang plg bwh didalam hidupnya. Ketika msh dalam kondisi baik mungkin semua terasa tidak ada mslh baik sulit maupun senang. Akan tetapi ketika dalam kondisi plg didalam hidup baru terasa kalau kita tetap membutuhkan sesuatu yg lbh besar utk menjadi sandaran kita.

    Oh well walau masih dibalut dalam kulit agama semoga bangsa ini bisa menjadi lebih tenang didepannya, njuk ketoke tergantung leadernya tok sih *kmdn membayangkan 2014* :|

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

  • Depan
  • Novena Tiga Salam Maria
  • Arsip Tulisan
  • Pengakuan
  • Privacy Policy
  • Kontak
This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish.Accept Reject Read More
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary
Always Enabled
Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.
Non-necessary
Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.
SAVE & ACCEPT