Kalau banyak orang tergantung pada narkoba, aku memilih tergantung pada kerupuk saja.
Selain tak membahayakan karena tak ada tuntutan pidana untuk mengkonsumsinya, kerupuk bisa didapat dengan harga yang relatif murah dengan rasa yang tetap meriah serta jauh dari noda dosa.
Bagiku, tanpa kehadirannya, semua hidangan khas Indonesia serta khas Asia Tenggara (bahkan juga masakan Cina dan India) akan terasa kurang meski sesedap apapun itu. Membayangkan nasi goreng pedas, tom yam nan segar, laksa, atau nasi biryani adalah kurang tanpa membayangkan ada bulatan kerupuk di sampingnya…
Namun meski demikian, definisi tentang kerupuk itu sendiri, atas nama keterbatasan karena tak mudah mendapatkannya di Australia sini, telah kuperlebar sedemikian rupa sehingga apapun yang enak dimakan dan ketika dikunyah menimbulkan suara “kriuk-kriuk” maka kubaptislah ia untuk menjadi kerupuk. Tak terkecuali chips (kentang iris yang digoreng) yang di sini banyak dijual, maka ia pun kukategorikan sebagai kerupuk. Hampir setiap hari aku mengkonsumsinya sebagai pelengkap makan siangku kecuali memang kalau aku sedang punya stock ‘krupuk beneran’ yang kubawa dari rumah.
Siang itu, seperti hari-hari sebelumnya, menjelang jam makan siang aku beranjak menyiapkan makan di dapur kantor.
Setelah menghangatkan makanan yang kubawa dari rumah dan membeli sebungkus chips dari vending machine, aku duduk di kursi yang memang disediakan khusus untuk para pegawai untuk makan.
Adapun teman-temanku yang kebanyakan bule di sini pada awalnya cuek dengan cara makanku yang agak unik, memadukan sajian makan siang dengan chips itu. Namun, setelah lama akrab, mereka pun terkadang memberanikan diri untuk bertanya kenapa aku makan nasi/mie dan chips pada saat yang bersamaan. Lalu dengan bahasa Inggris yang masih compang-camping ditambah lagi dengan mulut yang masih sibuk mengunyah makanan, aku mencoba menjelaskan ketergantunganku itu yang meski tetap tak menjawab keingintahuan mereka tapi setidaknya aku telah menjawab sebisanya.
Hingga tibalah pada suatu siang, tiga hari yang lalu.
Seorang kawan yang kebetulan belum pernah bertanya soal kerupuk, datang menghampiri dan bertanya, “Hi Donny… sedang makan pake apa kau?”
“Oh… ini.. chicken rice…” jawabku sambil terus mengunyah makanan dan… chips.
“And chips?” tanyanya sambil mengawasi sekemas chips di sampingku.
“He eh..”
“Why?”
“Why not? Ya karena aku suka aja… i cant live without cracker!” jawabku.
“Oh.. kok bisa? Tahu nggak kamu bahwa apa yang kamu makan itu berlebihan?”
“Berlebihan?”
“He eh… makananmu terlalu banyak karbohidratnya yang ada di nasi dan chips itu!”
Oh..” jawabku.. dan memang hanya “Oh” saja yang berarti aku tak terlalu mempedulikan apa yang dikatakan temanku… sebodo teuing, kata orang sunda.
* * *
Sehari sesudahnya, kebetulan aku sedang tak membawa bekal makan dari rumah, maka jadilah aku mencari makan di foodcourt sebuah shopping mall tepat di sebelah kantor.
Siang itu aku makan burger+meal.
Yang namanya apapun di sini asal ditambahi kata “meal” berarti setidaknya (dalam pengertian umum yang kutahu) akan ditambahi dengan french fries/atau produk olahan dari bahan kentang lainnya. Setelah lima belas menit memesan, akupun mantap melahap burger yang siang itu dikawal oleh dua keping roti yang nggedibhel (tebal – jawa) nan gurih bersalut keju, daging bakar yang membal, telur mata sapi, serta beberapa slices tomat juga beet segar sebagai lalapan di dalamnya.Tak ketinggalan aku menghabiskan french fries yang hangat dan renyah serta menghabiskan hingga tandas minuman kaleng bersoda kesukaanku itu. Kenyang, mengelus perut lalu kembali ke kantor, bekerja.
Sesampainya di tempat kerja, si Trondolo, teman kerja sebelahku berbaik hati datang menawarkan cake cokelat.
“Mau, Don?”
“Woh… cake! Dalam rangka apa jhe, Ndol?!”
“Nganu, tadi ada yang ulang tahun trus aku cuma kebagian ngantar cake ini aja kemari…”
“Wah.. thanks but no thanks ya…aku kenyang sekali..”
“Hmmm ya sudah….emang makan apa kamu tadi barusan kok bisa kenyang banget gitu?”
“Wah… wareg, Ndol.. tadi aku makan burger plus meal jadinya kenyang gini..”
“Woh.. ya jelas wareg.. lha wong kamu makan burger plus kentang gitu..”
“Lha kamu juga makan gitu kan?”
“Iya…” ujarnya melongo…
“Kamu tahu nggak itu kan nggak sehat! Masa udah makan roti kok ditambah kentang… terlalu banyak karbohidrat, Ndol..” ujarku meyakinkannya.
“Iya juga sih..”
Eureka!
Aku tiba-tiba mendapat pencerahan dari apa yang kubicarakan dengan si Trondolo ini bisa dijadikan senjata balik ke temanku satunya lagi yang nyolot dan mengataiku betapa tak sehatnya makananku: nasi plus chips!
Betapapun mereka menghina kebiasaanku, tanpa mereka sadari, mereka sebenarnya telah berkubang sekian lama di kubangan yang kurang lebih sama dengan apa yang kupunya hanya beda kemasan dan nama saja.
Aku lalu jadi tak sabar menanti saat dimana aku akan makan lagi lengkap dengan chips atau apapun jenis krupuk yang kumakan lalu berharap ia, yang tadi nyolot mengataiku itu tadi lewat dan akan kubalas dia …
Credit foto: diambil dari sini
Krupuk memang the best mas! meski harganya murah sekitar 250 rupiah tapi ngrejekeni. aku skrng sdg mengerjakan rumah untuk juragan krupuk..dari 250 perak kali sekian biji kerupuk yang telah diproduksil selama sekitar 6 tahun ini dapat menghasilkan satu rumah. Krupuk memang leker dan ngrejekeni…
Jiakakakak..ada yg mo balas dendam tooo???
Krupuk itu..penyempurna makananku juga..dont worry..masih banyak yg lebih tidak sehat kok Don..Narkoba diantaranya :D (ngutip lagi tulisanmu!)
haha… Bule memang terlalu care sama nutrition fact. Terutama karbohidrat, kalori. Takut gendut mereka bilang… tapi yang aneh dan bikin ketawa itu kalo aku ke Mc. D, lihat orang setambun gajah, beli full meal, double cheese burger, tapi pesannya Diet Coke…
“Ok, no sugar on the coke but… like it’s gonna help you…” pikirku… :))
Krupuk nggoreng dewe beres to, kan gampang hihi.
iya itu bule sok aja lah..padahal kalo dari segi obesitas, banyakan mereka..haaa..biasalah nganggap orang asia lebih rendah…dikasi nachos pake extra cheese juga di santep ama doi…
Krupuk sih ane suka banget , apalagi krupuk udang… enak banget.emang di Australia ada yang jualan kerupuk ?
Ciee.. kangen krupuk ni.. suit suit :D
kalau orang palembang justru terbiasa makan krupuk sendirian, alias gak ada nasi. makanya waktu lihat orang jawa kebanyakan makan nasi pakek krupuk bingung juga hihihi…
There is no crackers beat krupuk… hahahaha meski saya penggemar nachos sih. Tapi krupuk buatan Indo is the best deh
kok ya pas baca ini pas jam makan siang, jadi tambah laper
Nguakak! :)) Kerupuk apapun bentuknya dibaptiskan :D
Eh udh bisa balas dendam blom sama temenmu si Trondolo ituh?
Btw suamiku yo koyo koe kuwi Don!
Senang pisan karo krupuk. Blas! :))
Kerupuk, makanan yang begitu merakyat yang, Om. Tak bosan-bosannya orang makan kerupuk, termasuk kami sekeluarga. Habis tandon kerupuk, segera pesan lagi. Apalagi yang namanya kerupuk goreng pasir, wah istri saya senang banget, Om.
nang kantin e kantorku pasti selalu disediakan krupuk lho, mas..
dan ketoke hampir semua orang nek mangan pasti nganggo kerupuk
ketoke londo ne yo he-e ik…sesok tak delok ah :P
Bojoku juga seneng kerupuk dan apa pun yang bisa bunyi kriuk-kriuk sebagai teman makan… Kadang aku lupa atau males goreng krupuk… :(
Kasian kalau dia celingukan nyari kerupuk yang ternyata nggak tersedia di meja makan… hiks..
Krupuk ini lauk legendaris di keluargaku, Don. Persis, krupuk seperti yang ada di foto itu, krupuk kampung yang diiderkan tiap pagi keluar masuk kampung dalam kaleng buesar yang dipikul. Biasanya salah satu dari kami (anak-anak) membelinya dalam koran yang dibikin conthong besar, baru kemudian dipindahkan ke stoples yang ada di rumah. Pokoknya krupuk itu lauk wajib. Sayur lodeh plus krupuk, tempe plus krupuk, apa saja plus krupuk …
Sampe sekarang, aku masih sering menyediakan krupuk kampung seperti itu di meja makan. Tapi sekarang sering digado juga, nggak harus untuk lauk, soalnya sudah mampu beli berapa saja (kalau dulu kan dibatasi sama ibu, cuma dapat jatah satu untuk makan … hahaha :D )
senjata andalan Mas
nasi krupuk sama kecap wae wis mantaff..