Kreok… kreok… embek! Kreok… kreok… em… bek!!!

10 Des 2016 | Cetusan

Nggak tau kenapa, malam hari setelah membaca tulisan yang dirilis Liputan6.com bertajuk ‘Jokowi: Indonesia Rumah 6 Agama’ aku bermimpi aneh.

Mimpi ini beda jauh dengan isi berita dimana Pak Jokowi membanggakan di depan delegasi dari 95 negara yang hadir dalam acara Bali Democracy Forum IX bahwa Indonesia adalah rumah bagi enam agama yang diakui.

Dalam mimpi itu aku seperti dilempar ke belakang ke pengalaman yang terjadi lebih dari tiga puluh tahun silam, di Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta.

Aku pergi ke sana bersama kedua almarhum orang tuaku sementara Chitra, adikku semata wayang itu, belum lahir.

Setelah jalan melihat aneka satwa ke sana-kemari, aku terpaku di depan kandang buaya.

Tapi meski namanya kandang buaya, aku heran karena tak melihat penampakan binatang buas itu. Hanya genangan air yang tampaknya tak terlalu dalam dan anehnya justru di situ ada kambing dan ayam.

“Pa, ini kandang buaya, atau kandang kambing, atau kandang ayam? Kok malah nggak ada buayanya?” tanyaku pada Papa yang menggendongku supaya bisa melongok ke dalam kandang yang luasnya kalau kuhitung-hitung sekitar luas rumah tipe 36 itu berpagar tinggi sekitar 1.5 meter.

“Itu lho…buayanya tidur!” Papa menunjuk ke kubangan air, tapi aku tetap nggak ngeh dan tak bisa melihat mana buayanya.

“Pa, tapi kok malah itu ada kambing dan ayamnya? Apakah mereka dicampur satu kandang, Pa?” tanyaku lagi.

“Mereka itu nanti dimakan buayanya kalau bangun lalu lapar.” jelas Mama yang ada di sebelah Papa.

Aku terkesiap mendengar penjelasannya.

Kupikir kandang itu adalah kandang bersama. Rumah bersama bagi buaya, kambing dan ayam juga bagi hewan-hewan lain seperti kutu yang mungkin menempel di bulu kambing dan ayam serta belalang yang menclok di kulit buaya. Tapi nyatanya mereka, kambing dan ayam itu hanya mangsa dari sang tuan rumah, buaya. Aku tak tahu apakah si kambing dan ayam itu tahu tentang hal itu. Aku tak tahu apakah mereka pikir mereka ditempatkan di rumah yang sama dengan buaya maka buaya tak akan memangsanya.

Lalu tiba-tiba si buaya terbangun dari tidurnya. Ia merangkak naik ke permukaan. Mulutnya terbuka lebar mendekat ke kambing yang gemetaran lalu hap… kreok…kreok…embekkk… kreok… kreok…embek… kreok… kreok…em…. bek.

Si kambing remuk. Darah tak terperi dari sekujur remukan tubuhnya bagai nanah yang muncrat dari bisul busuk di pantat. Sementara itu si ayam jantan tetap cuek berkeliaran ke sana kemari, entah nggak mau melihat atau memang tetap belum mengerti apa yang terjadi pada ‘kawan serumahnya’, kambing karena perbuatan?’kawan serumah’ lainnya, buaya.

Yang ayam itu tahu, saking gobloknya barangkali, ia merasa ditempatkan di kandang sebagai rumahnya, tempat bumi dipijak dan langit dijunjung…

Aku terbangun dari tidur… Tenggorokanku terasa amat kering.

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.