Beberapa waktu lalu, pada sebuah forum diskusi di internet, sebuah komentar dari seseorang tertulis demikian,
“Dasar koruptor laknat! Kalau dunia tak sanggup melaknat, lihatlah nanti di akhirat!”
Buru-buru nih, sebelum membaca ke bawah, ijinkan aku bertanya pada kalian, setujukah kalian dengan sikap orang di atas itu tadi? Perlukah kita melaknat koruptor bahkan hingga ke tempat yang kita sama-sama belum pernah ke sana yang bernama akhirat? Atau perlukah kita melaknat tindakan korupsinya, bukan koruptornya?
Bagiku, yang benar adalah melaknat tindakannya dan bukan orangnya.
Aku adalah orang yang juga sangat benci dengan korupsi dan menyambut baik penanganan korupsi pemerintah Indonesia dengan memulainya pada realisasi pembentukan dan operasional KPK.
KPK mengungkap kasus korupsi, jaksa menuntut, hakim menjatuhkan hukuman dan koruptor menjadi terpidana.
Thats enough!
Para koruptor yang tertangkap dan terhukum itu telah mendapatkan apa yang seharusnya ia dapatkan.
Keluarganya pasti akan kesusahan.
Istrinya akan jadi bahan olok-olokan di kalangan kawan-kawan arisannya.
Anak-anaknya akan disindir guru dan dijauhi teman sekolahnya dan si koruptor sendiri pasti akan menderita dikurung di ruang apek dan namanya dituliskan berulang-ulang dengan headline yang besar-besar di koran-koran bukan sebagai pemenang tapi pecundang.
Sekali lagi, itu C-U-K-U-P!
Tak ada dosa yang tak termaafkan, bukan?
Khilaf atau tidak khilaf, meminta tobat ataupun tidak,
seseorang yang berbuat kesalahan di belakang haruslah dimaafkan meski mungkin sulit untuk dilupakan.
Dan justru karena susah, mulailah dari kata-kata “maaf”.
Maafkanlah dan justru jangan melaknat hingga dunia-akhirat!
Bukankah kalau kita melaknat seperti itu justru akan menjadikan diri ini sosok yang angkuh, pendendam dan malah tidak bisa dibedakan dari mereka, para koruptor itu, sama sekali?
Mereka korupsi uang, dan kita korupsi “sikap memaafkan” yang menjadi sifat abadi Tuhan dan seharusnya diturunkannya kepada kita.
Jadi masih mau melaknat, Laknat? :)
dulu jaman memiliki kesempatan korupsi saya memiliki ketakutan jika berbalik kepada diri saya sendiri saya ming mikir yen aku juga di korupsi njur piye eh tapi sekarang melihat ada yang mengkorupsi saya yo njur tak basmi mas buang jauh anak buah yang begitu wong mbiyen aku ngati ngati pol jeh hahaha
memaafkan koruptor berarti memberi kesempatan untuk korupsi lagi juga memberikan keleluasan terhadap koruptor calon yang lain yah mas
sampean kok weruh aku mulih hahahaha
Aku juga rasa cukuplah, mereka dengan hukumannya didunia. Setelah itu, urusannya koruptor itu dengan Tuhan. Kalau merasa terpanggil – ketika di dalam penjara – untuk melakukan hal yang 2 kali lebih baik dari menjadi koruptor? Apa masih pantas kita menyebutnya laknat?
“yang tidak pernah berbuat dosa, silahkan melemparkan batu untuk seorang koruptor laknat” ;)
Aku sebenernya mau menuliskan hal itu tapi malas kesannya sok rohani banget dikit-dikit ambil dari scripture :)
Menungso Nggone lali lan luput, Sik Lali di eleng ke – sik luput dibenerke..
Kalo Laknat melaknat khan bukan kewajiban kita.. Apik tenen tulisanmu Mas.. Pokoe Tetep semangat untuk milih jalan lurus dan Damai. Peace Man :)
hmmm..mungkin mereka yang suka melaknat tuh pada ga kebagian, jadi gitu de..
or kebagian tapi dikiit jagi ga puas.
or kebagian banyak tapi blaga sok suci, takut kecipratan nginep d penjara.
whatever lah, yang jelas bakalan rumit and sakit kalo ga nurut ama kebenaran.
selama masi bernafas, yuk jalani hidup yang benar.
setuju Don…!
urusan surga dan neraka biarlah itu menjadi urusan Tuhan, mengapa kita merasa perlu mencampurinya?
urusan kita di dunia adalah menghukumnya sesuai dg hukum yg sudah kita buat, just it!
Wah seandainya korupsi itu urusannya sampai dunia akhirat.. kira2 Bopo Gusti memperhitungkan gak ya korupsi-korupsi yang lain.. termasuk “korupsi maaf”…
Apik bung tulisanmu..
memulai menuliskan kata maaf di dalam hati. justru itu yang kadang sangat susah, dab. ini terjadi pada saat kita bersinggungan langsung dengan penyebab munculnya kata laknat itu.
dan untuk para koruptor yang korupsi itu, paling aku cuma bisa misuh, asem, sugih mblegedu tenan tibae si anu kae. mbok aku dikasih kesempatan di posisi dia ya… :)
Jika koruptor mengakui kesaalahannya lalu mengembalikan orang rakyat dan bersedia menjalani masa hukuman sesuai ketetapan vonis yang telah dijatuhkan. Maka kita sewajarnya dimaafkan.
Ada gak ya? :)
koruptornya makhluk laknat
korupsinya perbuatan laknat
enaknya dihukum mati aja
Korupsi Hanya soal kesempatan hehehhe.
Saya Maafkan perbuatan kalian hei para koruptor.
Tapi Aku kembali melihat kalian korupsi lagi setelah bebas.
Aih mungkin hukuman bagi koruptor kurang berat ?
Korupsi tak akan pernah ada tanpa koruptor.
Maaf memang yang sebaiknya diberikan. Namun melupakan adalah lain soal.
Mengingat, karena itu adalah pelajaran untuk ke depannya nanti. :D
Betul, tapi yang jelas ya itu tadi, memaafkan :)
Ada banyak cara untuk menegakkan kebenaran, tidak sekedar mengecam tapi harus sadar kapasitas dan perannya sesuai bagian masing-masing.
Harus bijak agar malah tidak terbawa emosi yang menuju ke kebencian dan dendam tapi tidak ada penyelesaian yang nyata, bukan begitu?
*lha kok malah takon maneh* :D
Bener bang, hukuman di dunia ajah udah cukup….selama hukum didunia masih bisa menjerat…
mudah2an saja hukum di indonesia bisa ditegakkan ya bang ya…
Dalam setiap kesalahan selalu ada 2 hal yang berkaitan, yaitu konsekuensi dan esensi.
Sebagai konsekuensinya, mereka akan dihukum, keluarga akan menerima dampaknya dari lingkunganm anak-anak akan dikucilkan, dsb. Hal ini tetap harus ditanggung. Tidak bisa lari dari kenyataan ini…
Sebagai esensinya adalah mereka telah berdosa dengan kesalahan yang mereka perbuat.
Tuhan pun tidak pernah kehabisan pengampunan untuk mengampuni (baca : memaafkan) dosa kita manusia yang sangat bejat di mata Tuhan, apabila kita telah mengakui dosa kita dan bertobat.
Masalahnya apakah si pelaku sudah mengaku dosa dan bertobat ? Dan kita sebagai pengikutNya…maukah mengikuti teladan yang diberikan Tuhan kita ?
Memaafkan bukan berarti setuju terhadap tindakan kesalahan yang diperbuat oleh orang lain.
Kemampuan memaafkan orang lain kita perlukan agar damai sejahtera selalu ada di dalam hati kita.
Laknat melaknat.
Kayanya gak ada yang berhak deh,, bahkan oleh orang yang agamanya paling alim pun.
Pelaknat, penggugat.. haisyah …
Ngaca dulu kali ya,, di DV ini ya bisa ngaca dengan baik :)
Berkaca padaku? Hihihi.:)
“Bukankah kalau kita melaknat seperti itu justru akan menjadikan diri ini sosok yang angkuh, pendendam dan malah tidak bisa dibedakan dari mereka, para koruptor itu, sama sekali”
Setojooo…dunia politik juga gini nih, sama, jadi inget jaman reformasi dulu, ada tokoh yg hobiiiii banget maki-maki mantan presiden kita yg sudah terjungkirbalikkan saat itu…eeehhh ujung-ujungnya si pemaki ngebet banget ngen jd presiden….
err, nyambung ga ya komen gue?
hehe udah biasa gue mah kalo suka ga nyambung…kikikikikikik…
Hehehe mana pernah komen loe nggak nyambung, lagian tulisan gw emang pernah nyambung?
Hahahah!
pece man
Dari sisi hukum, segala sesuatu harus diadili se adil-adilnya. Namun jika seseorang telah mendapat hukuman setimpal, tentu saja diharapkan dapat menjadi manusia yang normal, yang bisa bergaul kembali secara normal dengan sesamanya.
Jika kita melaknat seseorang, kembali introspeksi ke diri masing-masing, apakah yang telah kita perbuat? Apakah kita manusia yang baik, tanpa kesalahan.
Kadang-kadang pekerjaan, membuat seorang pimpinan dihukum atas kesalahan yang dilakukan oleh anak buahnya. Ini yang saya tekankan ke anak-anakku, bahwa belum tentu pimpinan tadi bersalah secara langsung, tapi dia harus bertanggung jawab. Tahu nggak Don, salah satu mantan yuniorku pernah kena masalah seperti ini, anak-anaknya hancur berantakan, harta yang dikumpulkan sedikit demi sedikit selama belasan tahun disita, anaknya nggak berani sekolah. Ini yang tak terpikirkan oleh yang memberi komentar tadi.
Orang yang bersalah telah cukup mendapat hukuman, apakah kita juga harus menghujat anak isterinya, yang belum tentu bersalah dan tak tahu apa-apa. Semoga kita menjadi orang yang bijak, dan tak mudah mengeluarkan kata-kata kotor.
Setuju, Bu! Sepakat!
Saya belajar juga dari keluarga mantan anak buahnya Papa saya dulu (Papa saya dulu juga kerja di Bank), sama persis dengan apa yang ibu ceritakan.
koruptor yg dengan sengaja ya di gantung saja ….salammmm
Hujat menghujat…
wah kayak pernah merasa salah aja…
urusannya para terdakwa itu dengan Tuhan mereka masing – masing lah :)
Kita…? menjaga hati biar jangan tergoda untk korupsi lah
korupsi memang telah membikin bangsa dan negera hancur luar dalam, mas dony. agaknya dibutuhkan gerakan baru agar korupsi benar2 menjadi public enemy yang bisa memberikan efek jera dan warning buat para koruptor. koruptor juga dah ndak mempan dumpah serapah atau umpatan, apalagi sekadar teriakan, hehe …
Pada dasarnya aku sepakat.
Tapi kalau negara lamban? Perangkatnya lamban? Mesti ada yang menggebrak juga kan? Bentuknya aku sendiri masih belum lagi tau.
dimaafkan sajalah…..
toh dia sudah pula menanggung dosa
Betul :)
Mari kita maafkan janganlah suka melaknat
“Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni.
Lukas 6:37
Sebuah ayat yang membuat aku jauuuh lebih tenang dalam hidup. Sejak 10 th lalu, dna takkan pernah kulupa.
EM
aslinya sebetulnya sebel ngga ketulungan mas ..
tapi karena ngga terlampiaskan yaa bisanya cuma dengan berpisuh laknat ..
kalau bisa ketemu muka, mungkin nasibnya ngga jauh mirip sama maling sandal, digebukin sampe babak belur … hehehe peace ah!
memang tindakan nya yg harus di laknat..
jgn pelaku nya,
pelakunya ya manusia juga, dalam islam barang siapa yg menghina sesama berarti sama dengan menghina allah,,