Diantara sekian banyak alasan konyol terkait penolakan penghapusan kolom agama di KTP, ada tiga hal yang menurutku cukup menarik untuk kita bahas di sini…
Jadi kita tahu cara menguburnya?
Salah satu alasan terbaik yang pernah kudengar kenapa kolom agama itu perlu ada di KTP adalah, kalau suatu waktu si pemilik KTP ditemukan mati di suatu tempat antah-berantah, setidaknya si penemu jasad tahu bagaimana ia harus merawat jasad tersebut sesuai kolom agama yang tertera di KTP-nya.
Hal ini berdasarkan pada kenyataan bahwa hampir setiap agama punya tradisi penguburan yang khas.
Tapi tunggu sebentar,
mari kita ambil contoh, katakanlah seorang Katolik, ia ditemukan terbujur kaku lalu seorang menemukannya, membuka dompet dan menemukan KTPnya dan identitas agamanya. Ia lalu menguburkan jasad itu selayaknya seorang Katolik dikebumikan lengkap dengan jas (pria) dan dimasukkan ke dalam peti, dilingkari rosario pada tangannya dan diberi bekal Injil yang diselipkan dalam dekapan di atas dadanya. Tapi akankah hal itu yang ia minta ketika hidup bahwa jika ia mati ia ingin dikenai jas lengkap dengan alat-alat rohani meski ia Katholik?
Bagaimana kalau ternyata ia hanya minta untuk dikuburkan secara sederhana dengan kemeja batik, celana kain serta sepatu murah Cibaduyut ala Jokowi?
Tak semua orang ingin dikebumikan sesuai pakem meski ia pemeluk agama tertentu, kan?
Solusinya? Bikin saja kolom di KTP berisi, ?Jika aku diketemukan mati, kuburkanlah aku dengan cara sbb:..? dan kita tak perlu kolom agama…
Jangan sentuh mayat beragama tertentu…
Salah satu alasan terbaik lainnya terkait perlunya ada kolom agama di KTP adalah kenyataan bahwa ada aturan dalam agama-agama tertentu berkata bahwa jenasah yang ketika hidup beragama A, hukumnya tidak boleh disentuh oleh orang selain beragama A! Sebaliknya ada pula aturan, orang yang ketika hidup bukan penganut A, ia dilarang disentuh oleh orang beragama A!
Nah, pengadaan kolom agama di KTP memang membantu pengaturan hal ini. Tapi hal ini akan benar-benar membantu jika KTP-nya dipasang di tempat terbuka dan mudah dibaca tanpa harus menyentuh jasadnya, misal di jidat atau di dada (ditattoo sebenarnya bagus juga tapi tattoo sendiri dilarang oleh banyak agama, lagipula tattoo kok cuma menampilkan agama, rugi amat?!)
Kebanyakan KTP diletakkan di dompet dan bagi pria, dompet itu letaknya di saku belakang celana. Nah, bagaimana mungkin seorang ketika menemukan jasad tak menyentuh tubuhnya terlebih dahulu melainkan mengambil dompet dan membuka KTP untuk memastikan apakah agama si jenasah itu ketika masih hidup?
Solusinya? Kenapa tak dibuat standarisasi penanganan jenasah yang tak diketahui identitasnya! Misalnya dengan menggunakan tangan robotik atau si penemu jasad harus mengenakan sarung tangan dan kolom agama di KTP tetap bisa dihilangkan?
Kalau kolom agama di KTP dihilangkan, orang akan malas beragama?
Ini bukan satu alasan terbaik tapi uhmmm… baiklah mari kita bahas secara singkat di sini.
Kemalasan orang beragama bukan karena ada atau tidaknya kolom agama di KTP. Agama- agama yang diakui Indonesia sudah ada sejak ribuan tahun sementara KTP ber-kolom agama baru ada sekian puluh tahun silam.
Tidak ada laporan signifikan tentang berapa persen orang jadi lebih rajin beragama ketika kolom agama diputuskan diadakan di KTP, dan aku yakin juga tak ada orang yang mampu membuat perhitungan berapa ratus ribu orang yang lalu ?masuk neraka? karena malas beragama kalau kolom agama di KTP dihilangkan.
Ada yang bisa?
* * *
Yang menarik di sini adalah kenapa agama beserta ?tetek bengeknya? selalu jadi bahan perbincangan dan pergunjingan yang besar? Seolah tak ada hal lain yang lebih mempengaruhi hajat hidup orang banyak yang bisa dikedepankan?
Ageman (pakaian) atau penis?
Aku mencoba mendekati pertanyaan itu dengan mengangkat dua pandangan tentang agama.
Pertama adalah agama dipandang sebagai ageman atau pakaian dalam Bahasa Jawa.?Niatnya bagus, agama adalah pakaian yang pas untuk kita, belum tentu pas untuk orang lain sehingga tak elok kita memaksakan agama kita kepada orang lain. Tapi persoalannya adalah, kita cenderung biasa pamer pakaian yang kita kenakan terlepas orang suka atau tak suka.
Kedua adalah agama dipandang sebagai penis, alat kelamin pria.
Aku menemukan quote unik beberapa waktu silam bahwa agama itu layaknya penis. Kita punya satu, tapi mohon jangan ditunjuk-tunjukkan ke khalayak karena itu adalah penis!
?Don, tapi penis itu barang jorok sementara agama mulia, kenapa kau bandingkan?!?
Eitsss? ini soal cara pandang!
Bagiku penis itupun sesuatu yang mulia.?Bayangkan kalau pria tak punya penis! Ia akan kebingungan bagaimana membuang air kencing padahal air kencing adalah air kotor yang perlu kita keluarkan melalui? penis!
Bayangkan juga jika penis itu tak pernah ada.?Bagaimana kehidupan bisa berkembang biak secara alami karena penis adalah alat untuk mengeluarkan sperma yang akan membuahi telur dan jadilah manusia. Bayangkan pikirmu?
?Tapi penis yang dipakai untuk bercinta dengan penjaja seks komersial? Ia tetap tak mulia!?
Nah, di sini lagi salahmu! Ketika penis dipakai untuk hal-hal yang tak senonoh termasuk bercinta dengan penjaja seks komersial, yang salah bukan penisnya tapi otak oknum yang memilikinya. Sama dengan agama? ketika kalian menganggapnya mulia, sebagian lain justru menaruhnya di tempat paling buruk karena menggunakannya untuk aneka rupa niatan-niatan iblis!
Jadi kembali ke soal kolom agama di KTP, aku pikir ada baiknya dihapus saja. Selain tak terlalu berguna, format KTP dengan tidak adanya satu kolom itu bisa diperingkas dan diperkecil. Hal ini akan menghemat penggunaan kertas, tinta, plastik, mesin industri dan banyak lagi manfaat yang bisa didapatkan.
mungkin no telp kantor keluharan perlu juga disebutkan di ktp
mbok menowo ono opo-opo…iso ditakoni info lengkap sing nduwe ktp.
Sing ngangkat ana opo ora? :)