Klithih itu fenomena yang mengkonfirmasi bahwa semboyan bersatu kita teguh bercerai kita runtuh itu benar adanya.
Ketika sedang bersatu, bergerombol dan pawai sepeda motor, anak-anak di bawah umur itu begitu teguh mengejar dan kemudian menghajar korban. Ketika mereka tercerai-berai tak lagi bergerombol apalagi tertangkap warga, pertahanan runtuh menyisakan tangis minta ampun supaya tidak digebuki.

Dari sisi jumlah korban yang ditimbulkan, klithih bagaikan semut dan gajah dibanding pandemik.
Dari sisi resiko, bagaimana ia membentuk mental represif pada pelaku dan menghadirkan rasa takut pada korban/calon korban dan masyarakat sekitar, klithih jauh lebih besar ketimbang kasus Dea Onlyfans yang kabarnya menjual video telenjinya ke “M” itu. Eh spill dong, spill videonya wkwkwkwk!
Klithih adalah gambaran sengkarut-marut hal-hal yang terjadi di sekeliling kita. Bagai kabel bundet, bagai rambut kusut.
Ada gambaran tentang tidak hadirnya aparat dalam menegakkan peraturan lalu lintas. Ingat, pelaku klithih kebanyakan adalah anak di bawah umur yang belum punya hak untuk mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya. Kita sudah punya aturan, tapi aparat ke mana?
Ada juga gambaran tidak hadirnya institusi pendidikan dalam mengelola cara didik anak-anak yang lebih dari sekadar supaya anak itu pintar Matematika, Bahasa Inggris, Fisika, coding apalagi agama tapi juga pandai mengelola nafsu hormonal yang memang lagi tinggi-tingginya di usia mereka untuk tidak arogan dan tidak menekan orang lain.
Dan kita juga tak bisa melupakan orang tua.
Ke mana dan bisa apa orang tua? Adakah yang bisa dilakukan selain berlindung dibalik jari telunjuk menuding kesalahan kepada pihak sekolah seolah kalau udah bayar SPP semuanya beres dan tanggung jawab anak ada pada sekolah seutuh-penuh?
Dan karena sudah jadi sengkarut, solusinya tidak lain adalah dengan mengurainya atau kalau tidak bisa ya potong beberapa simpul hingga terlepas…
Orde Baru dulu punya cara memotong simpul melalui petrus alias penembak misterius. Potong di sini berarti tembak mati dan berakhir jadi onggokan mayat di pagi hari. Sekarang tentu nggak perlu atau lebih tepatnya belum perlu dibikin seperti itu…
Ya tinggal gimana masing-masing pihak yang kutulis di atas bekerja sama aja sih…
Aparat harusnya menindak anak yang nekad mengendarai sepeda motor. Jangan cuma disuruh push-up atau disuruh nuntun motor, Pak. Di sel ja biar kamigilan!
Institusi pendidikan harusnya juga berpikir gimana caranya supaya perkembangan jiwa si anak juga dapat perhatian.. dan wahai orang tua, urusi anak-anakmu kuwi lho. Jangan cuma sregep dan penak nggawe tapi wegah ngurusine? Kandani owk! Jangan sibuk cari cuan toh kalian sudah punya robot trading masing-masing, kan? Apa masih kurang?
Orang-orang sekitar juga harusnya waspada!
Mengaktifkan lagi community awarness melalui sistem keamanan lingkungan atau siskamling seperti dulu. Malam adalah waktunya untuk berjaga. Buka mata dan telinga. Ketika ada raungan rombongan klithih menghampiri segera nyalakan tanda bahaya.
Kalau ada yang tertangkap, jangan sekali-kali main hakim sendiri karena hakim hanya punya palu itupun dari kayu. Sekali-kali ajarilah mereka bertani karena petani punya cangkul dan arit…
0 Komentar