Klangenan

9 Jun 2011 | Cetusan

Adalah Gogor, seorang pemuda yang cukup umur dan mapan, berkeluarga satu anak dari satu-satunya istri. Suatu waktu, ia berkata kepada Sawiyah, istrinya, hendak memberikan mobil kesayanganya ke Genjik, salah satu sepupu yang tinggal di kota lain.
Adapun mobil itu sejatinya sangat berarti bagi Gogor. Sejuta kenangan pernah ‘terjadi’ di dalam mobil itu. Mulai dari kenangan menyedihkan semacam bagaimana dia dulu diputus mantan pacarnya hingga kenangan menyenangkan yaitu bagaimana ia untuk pertama kalinya menjemput Sawiyah, istrinya sekarang ini, dari rumahnya menuju ke kampus yang terletak di utara kota.
Kontan, Sawiyah pun kaget dengan keputusan itu. “Emang kamu ada terlibat utang dengan Genjik, sepupumu itu, kok sampai mobil kesayanganmu diberikan padanya?” ujar Sawiyah mengernyitkan dahi tajam-tajam.
Tapi Gogor bukanlah orang yang tak mempersiapkan jawaban. Dengan tenang ia pun mengemukakan hal-hal di bawah ini sebagai alasan kenapa pada akhirnya ia memutuskan untuk memberikan mobil kesayangannya.
Pertama, fungsi dari mobil itu untuk Gogor sekarang sudah tak lebih dari sekadar kesayangan; klangenan, tak lebih dari itu.
“Kalau dulu waktu kita belum punya anak, kita bisa jalan-jalan pake mobil itu tiap sore, Ma! Tapi sekarang setelah si precil mbrojol (lahir -jw), kan praktis waktu kita untuk dia dan nggak ada waktu untuk ngrumat (memelihara –jw) mobil itu tho?” tukasnya pada Sawiyah.
“Lho, tapi kan bisa kita pakai bertiga keliling kota?” timpal Sawiyah.
“Oh, dengan bau apek dan sifat yang gampang mogok itu kamu beneran mau keliling kota bareng Precil?”
Dan si Sawiyah pun terdiam tak mampu menjawab.
Kedua, masih lanjutan dari yang pertama, Genjik, sepupunya itu sangat membutuhkan kendaraan pribadi sedangkan ia harus berebut dengan Papa dan juga adiknya untuk menggunakan satu-satunya mobil keluarganya. Dengan sedikit biaya bengkel plus modal parfum mobil, toh mobil itu akan sangat berguna bagi Genjik entah untuk kuliah atau pacaran.
“Siapa tahu nasib baik tertular ke Genjik, bertemu jodoh berkat mobil itu?” ujar Gogor lagi meyakinkan Sawiyah.
Ketiga, “Coba bayangkan, Ma… kalau mobil itu kita kasih ke Genjik, garasi kita kan kan longgar satu tempat.. nah kamu bisa pakai tempat itu untuk nyimpan barang-barangmu tho? Nanti kalau Precil sudah besar dan kamu perlu mobil satu lagi ya kita beli baru lagi dan kita taruh di situ…” kali ini Sawiyah tercerahkan!
 
* * *
 

“…bagi masa kini, kenangan adalah ilusi.”

Gogor adalah contoh orang yang tak mau jatuh ke dalam ‘kenangan’, ia lebih berpikir tentang masa kini dan masa depan.
Kenangan adalah sesuatu yang ada di masa silam, setidaknya demikian sampai nanti manusia menemukan mesin pembalik waktu yang bisa menghantar kita pada masa lalu, sesuka dan semau kita. Tapi sebelum semua itu ada, satu-satunya yang mampu terhubung dengan kenangan masa silam adalah pikiran atau barang, dalam hal ini, Gogor dan mobilnya adalah contoh.
Tak ada yang bisa disalahkan jika orang memilih untuk jatuh berlarut-larut ke dalam kenangan karena ketika ia memantik sesuatu yang indah di dalam benak, siapa sih yang mau beranjak? Tapi indah maupun tak indah, bagi masa kini, kenangan adalah ilusi, sehingga keputusan Gogor untuk tak mempertahankan mobil kecilnya adalah salah satu caranya membuang selaput ilusi itu tadi.
Masa lalu, bagi Gogor telah usai ketika masa kini tiba. Oleh karenanya, Ia tak lagi memandang mobil itu dari sisi kilasan waktu masa lalu saja, klangenan, tapi lebih bagaimana mengoptimalkan ‘sisi sosial’ -nya jika ia menghibahkan pada orang yang membutuhkannya, dalam hal ini Genjik, sepupunya. Adapun soal masa datang, bagi Gogor, meski baru sebatas menyiapkan ruang ekstra bagi garasi, itu adalah ‘investasi awal’ bagi mobil baru yang akan datang yang entah kapan akan dibelinya.
Berkebalikan dengan Gogor, kalau kalian tak mampu menunjuk diri kalian sendiri, aku adalah contoh orang yang selalu menjatuhkan diri ke dalam kenangan tak peduli empuk-keras permukaannya.
Sangat susah bagiku untuk melepas ingatan tentang sesuatu atau apapun yang tercecer di punggung waktuku dan sebagai sarananya, aku selalu memanfaatkan barang, ketika pikiran tak lagi mencukupi, untuk mengenang dan mengenang.
Lalu karena merasa bahwa kenangan bukan sesuatu yang bisa diputar ulang, rasa sayang yang tak terlukiskan itu muncul terhadap barang-barang wakil dari kenangan itu tadi. Jadi, jangankan bersikap tegar seperti Gogor, membayangkan untuk kehilangan saja aku sudah kerepotan melukiskannya serepot aku kalau tak boleh mengenang apapun yang ada di masa silam!
Dalam hal ini, aku curiga, jangan-jangan melalui kenangan, kita dimampukan untuk memberi ruh pada barang-barang itu dan kita tak mampu mengontrolnya lantas mereka pun mendekap kita erat, sangat hingga kita tak bisa dan teramat berat untuk melepaskannya? menjualnya? membinasakannya?
Ah, abaikan paragraf terakhirku.. sudah terlalu kacau alur tulisan ini!

Sebarluaskan!

30 Komentar

  1. hehehe sawiyah seperti nama anak cicak deh mas.. hehe btw memang kadang orang terlalu terbuai dengan yang namanya kenangan, terlalu nyaman dengan yang namanya kenangan.. asal jangan sama mantan :D hehe tapi ya sudahlah hidup itu simple kan.. klo terbuai terus kapan kita move on *halah*

    Balas
    • Pasti kenangan sama mantan cowo..eh cewekmu ya.. hehe Sawiyah memang anak cicak, dan gogor anak macan, Mas Bair…

      Balas
      • Dan genjik itu anak baby kan ya nggih mboten? *doh!

        Balas
  2. aku yo gitu, mas. suka menyimpan barang yang sebenarnya udah gak dipakai hanya atas nama kenangan. ngebak-ngebak in nggon :P
    harusnya kita seperti Gogor, ya :)

    Balas
    • Yo..kudune ngono :) Tur yo angel sok2..:)

      Balas
  3. Iya Mass…
    Aku ya acapkali masih terbelenggu untuk kembali ke masa lalu n berusaha menjadikannya indah dari masa alalu itu, bukan mempercantik masa kini…
    hemmm, mbuh yaa…
    Padhal kalo mau membaca lagi “The Present-nya” Spencer Johnson, mustinya nikmatilah masa kini tanpa harus terbelenggu masa lalu jee… as a PRESENT = Gift…
    Jadi keinget lagu puisinya Sapardi Djoko Damono, nyanyi yok Mass… http://tube.indo.net.id/play_audio.php?audio=3874&code=108
    nuwun…

    Balas
  4. Saya masih menyimpan sebuah benda masa lalu, ya… masa lalu setidaknya mengingatkan dan mencambuk saya ketika lalai. Itu membantu lho :D

    Balas
  5. saya banget tuh mas :D
    wah pokoknya klo diceritain satu per satu, bisa panjang bener daftar aib-ku xixixi
    ah bisa jadi bahan postingan nih hahaha
    eniwe, saya sudah melepaskan semuanya *sepertinya sih, ga tau deh klo ada yang ketinggalan dan saya lupa? :D*

    Balas
  6. Saya sih ga mikirin Mas, kalau ada barang kenangan yang ilang ya cuma kilangan bentar aja..
    Kan memori kenangan itu ada pada hati dan pikiran kita, sedangkan benda bisa hilang begitu saja.. *krik

    Balas
    • Hayahh :)

      Balas
  7. Ibarat orang mengendarai mobil atau motor, jangan terlalu sering melihat “spion”. Itu mobil atau motor kan “maju” terus, ntar “nabrak” …. :)

    Balas
    • Hehehe piye nek mandheg wae?:)

      Balas
  8. Memang ada banyak orang Don yang sukaaaa sekali hidup dengan kenangan.
    Kalaua aku, jelas tidak. Masalahnya kita gak akan maju2 kalau selalu membanding2kan sama kenangan yang dulu dan dulu dan dulu…
    Sementara untuk barang2 kesayangan, memang ada yang disimpan sebagai kenangan, menurutku itu bukan karena terjebak oleh masa lalu tapi mungkin sayang karena usaha saat berusaha mendapatkan benda itu…..

    Balas
    • Keliatan, Zee! Kamu slalu berusaha memandang ke depan! Salut!:)

      Balas
  9. klangenan, hobi, kesukaan, untuk refreshing, bercerita masa lalu dan yg terkadnag klasik :)

    Balas
  10. cerita asli apa fiktif ya mas don, asyik nih, soal klangenan, emang terkadang barang2 kenangan memberi kilasan kisah lalu yang asyik jika kita ingat2, tapi itu pun tidak dapat kita kangenin terus. hehe, hidup terus berjalan.

    Balas
    • Fiktif-fiktid nyata, Mas :)

      Balas
  11. kalah tuh mata 3 yang ada di kera sakti heheh

    Balas
  12. don…don… kayanya photo sebelah kanan atas pojok gw familiar deh… hmmmm*berfikir keras* yiaaaaa…. Bono bukan ?? iya kan iya kan iya doong….*kabuuurrr*

    Balas
    • Tompie:))

      Balas
    • Aku udah komen di sini belum sih? Soalnya aku udah baca sejak 9 Juni lalu di google reader. Tapi kucari komenku kok belum ada ya. Jangan-jangan gara-gara Genjik, sepupu Gogor nih.
      Jadi Bono atau Tompie, ndi? Selara lu impor atau lokal? :p

      Balas
  13. salam kenal buat mas dv….pertama kalinya menjejakan kaki di sini…

    Balas
    • Sama2 salam kenal, maaf aku masi libur kerja jd lom bisa akses website Mas:) Makasi sudah mampir:)

      Balas
  14. belakangan ini aku berusaha untuk melepaskan barang-barang yang ada kenangannya bagiku. tapi susaaaah. masalahnya, tempat tinggalku di jakarta kecil sekali, jadi mau tak mau harus menyortir barang-barang. dan kamarku di jogja, juga sudah mulai penuh. menyimpan semua barang kenangan itu butuh ruangan tersendiri, dan kadang dibutuhkan biaya juga untuk merawatnya. tapi masa kini kerap kali memaksa kita untuk berkompromi dengan biaya dan ruang tersebut. kadang mau tak mau kita (eh aku, ding) harus merelakannya. tapi yo kui don, angel banget je

    Balas
    • Nek menurutku intinya berlatih… sampai kapan kita mau melakukan kompromi dgn sentimentil kenangan? ;)

      Balas
  15. Dulu aku juga sering “nyampah” atas nama “kenangan”, sembuh ketika menikah, bertemu dengan orang yang sangat mengutamakan manfaat ketimbang larut dalam kenangan. :) senangnya..akhirnya punya waktu untuk mampir ngopi di sini.. :D

    Balas
  16. aku malah jarang menyimpan barang2 dari masa lalu je mas..paling buku sama foto2 aj. Hehe…jangan2 aku ga normal ya..

    Balas
  17. Kenangan…mungkin saya termasuk orang seperti Gogor, berpikir praktis dan fungsional.
    Namun..tetangga sebelah kasur, berbeda karakternya, dia justru sangat suka dengan kenangan. Segala sesuatu dikaitkan dengan kenangan, beli barang ini pas ada kejadian…., kemudian benda ini dulu diberi oleh…pas dia sedang apa…..romantis memang, namun kadang rumah jadi sesak. Tapi yang namanya hidup berdua ya harus tenggang rasa…..biarlah dia menyimpan kenangan sepanjang itu membahagiakannya…..

    Balas
  18. Weh … tulisan ini cocok banget buat aku. Aku termasuk orang yang sering terpasung oleh kenangan atas benda-benda milikku. Akhirnya benar-benar jadi seperti sandera. Mau melepas nggak tega, tapi menyimpannya jadi masalah (tempat biaya perawatan, dan … kemubaziran). Mungkin harus mulai belajar memilah-milah ya Don, mana kenangan yang bisa dikubur (artinya wujud barangnya disingkirkan), mana yang masih pantas dilestarikan (meskipun merepotkan :) ) …

    Balas
  19. Untuk kenangan, bagi saya foto adalah satu sarana yang paling mudah untuk mendokumentasikan. Apalagi dijaman sekarang dimana foto bisa disimpan dalam bentuk digital, seperti puluhan ribu file foto di harddisk saya *semoga tidak hilang.
    Nah kalau dalam bentuk barang, memang agak susah dalam merawatnya. Seringkali barang tersebut menjadi penghambat dan kasarnya merepotkan, tapi yang namanya kenangan memang sulit untuk dilupakan baik itu kenangan indah maupun buruk.
    Kemampuan orang untuk beranjak dari kenangan memang sangat relatif, dan mungkin idealnya setiap kenangan (masa lalu) akan membawa kita lebih maju ke masa depan. *ah njelimet banget bahasa saya

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.