Keteraturan, kunci menjadikan kota sebagai ruang tinggal terbaik

23 Jan 2012 | Australia, Cetusan

Jadi ceritanya, menurut majalah Economist, Sydney ditempatkan pada posisi ke-6 sebagai kota paling nyaman untuk ditinggali di dunia per laporan Agustus 2011.
Adapun urutan komplit sepuluh besarnya adalah:? Melbourne (Australia), diikuti oleh Vienna (Austria), Vancouver (Canada), Toronto (Canada) , Calgary (Canada), sementara setelah Sydney ada Helsinki (Finlandia), Perth (Australia), Adelaide (Australia) serta Auckland (New Zealand).
Bagaimana Economist menyusun peringkat kota demi kota tersebut? Mereka menggunakan skema penilaian berdasarkan beberapa variabel sebagai berikut:
Stability
Prevalence of petty crime, Prevalence of violent crime, Threat of terror, Threat of military conflict, dan Threat of civil unrest/conflict.
Health Care
Availability of private healthcare, Quality of private healthcare, Availability of public healthcare, Quality of public healthcare, Availability of over-the-counter drugs, General healthcare indicators.
Culture and Environment
Humidity/temperature rating, Discomfort of climate to travellers, Level of corruption, Social or religious restrictions, Level of censorship, Sporting availability, Cultural availability, Food and drink, Consumer goods and services.
Education
Availability of private education, Quality of private education, Public education indicators.
Infrastructure
Quality of road network, Quality of public transport, Quality of international links, Availability of good quality housing, Quality of energy provision, Quality of water provision, Quality of telecommunications.

Sinergi yang ?asyik? dari semuanya akan melahirkan keteraturan dan inilah kuncinya

Aku lumayan bangga juga karena bisa tinggal di kota dengan peringkat nomer 6 paling enak ditinggali di dunia. Tapi lebih dari itu, aku berpikir kalau kota lain bisa menjadi kota yang enak ditinggali, kenapa kota-kota yang lainnya lagi tidak?
Faktor alam memang sedikit banyak mempengaruhi penilaian itu tadi, setidaknya secara langsung ada di poin kelembaban (humidity). Tentu, kota-kota di sekitar katulistiwa beriklim tropis sulit untuk mencapai tingkat kelembaban yang lebih rendah ketimbang kota-kota di kawasan subtropis semacam kota-kota di atas. Namun itu bukan pengukur satu-satunya, ada banyak sisi lain yang menurutku lebih banyak dipengaruhi pada dua hal. Pertama, seberapa baiknya pemerintah dalam bekerja mengatur kota, lalu yang kedua, sepatuh apa warganya dalam mengikuti peraturan pemerintah serta setoleran apa mereka terhadap sesamanya yang tinggal di kota yang sama.
Sinergi yang ?asyik? dari semuanya akan melahirkan keteraturan dan inilah kuncinya. Bagiku, keteraturan dalam sebuah kota selalu kubayangkan sebagai sebuah keteraturan dalam bus.
Adalah bus umum yang datang satu jam sekali mengangkut penumpang dengan kapasitas per unitnya 50 orang, bisa kurang tapi tak boleh lebih. Pengelola bus yang baik yang didukung oleh penumpang yang sopan dan mau diatur akan mengikuti aturan dan tak perlu digalaki lagi untuk antri dan ketika kapasitas telah penuh terisi, mereka akan berhenti masuk dan berbaris rapi menunggu bus berikutnya satu jam kemudian.
Tapi pengelola yang tak baik apalagi didukung oleh penumpang yang tak mau diatur dan beringasan, mereka malah akan ambil kursi lebih dulu dan mempersilakan calon penumpang yang sudah tak tau aturan itu saling berebut dan menghalangi penumpang lain untuk naik ke badan bus; dan mereka pun juga bertindak demikian ke yang lainnya.
Alhasil, jangankan penuh terisi, yang ada malah di dekat pintu bis, mereka adu pukul dan saling memblokade pintu bis untuk mencegah yang lain masuk lebih dulu dari dirinya. Sementara si pengatur yang tak ulung itu malah diam menutup mata dan telinga di dalam bus dan sesekali pura-pura panik seraya membentak-bentak sopir bis kenapa bus tak berangkat-berangkat serta menyalahkan calon penumpang yang berebut naik.
Bus adalah kota.
Pengelola adalah pemerintah.
Penumpang adalah kalian, warganya.
Nah, bagaimana dengan kota kalian?
Nilailah kota kalian dengan variabel-variabel yang ditentukan Economist tadi dan sudi tuliskan hasilnya di kolom komentar di bawah ini.

Clearly, then, the city is not a concrete jungle, it is a human zoo.
(Desmond Morris, The Human Zoo)

Sebarluaskan!

38 Komentar

  1. Sebagai warga, marilah kita mulai dengan menilai diri kita sendiri dalam peran kita sebagai warga. Selalu menilai lainnya tanpa dapat berbuat lebih banyak dari sekerdar menilai, menggerutu, dan bergumam dan lama hati atau berbagi dengan sesama, tentunya tidak akan membawa perubahan yang berarti.
    Like once said, always starts with ourselves :)

    Balas
    • Tepat! Ini kunci yang paling manjur tapi sekaligus paling susah diterapkan di tengah kondisi beberapa kota yang -you-know-what lah :)

      Balas
  2. Halah kalau pakai parameter dari economist ya sulit ngukurnya, makro banget
    Mending ngukur pakai metaformu itu
    Bus kota sebagai kota
    Kota-kota di Indonesia masih belum layak
    Kita gagal mentransformasikan keramahan tradisi, semisal Yogya, menjadi sebuah modernitas yang ramah
    Seolah keramahan tradisi dan modernitas itu saling bermusuhan
    Tidak rindukah dirimu pada Yogya yang dulu?

    Balas
    • Jogja, meski kau bilang ‘gagal’, tetap di hati kok, Bung :)

      Balas
  3. Etapi menurut laporan Poskota, Jakarta menjadi kota yang paling nyaman, aman, dan tenteram lho, Mbah..
    *mlengos*

    Balas
    • Hmmm… ngono yo Le…

      Balas
      • khususnya nyaman buat orang-orang yang sabar dengan seluruh kekonyolan yang tak perlu di Jakarta :))

        Balas
    • Hmm… menurutmu?

      Balas
  4. *baca komen Mas Bukik* … Jogja gak ‘ramah’ mas , mosok gak ada alternatif transport dalam kota menjelang malam. Salah satu indikator keramahan kota mnrtku ketersediaan public transportation yg memadai hingga malam hari :D

    Balas
    • Public transportation malam hari? Ya, kaki lah :)

      Balas
  5. tidak cuma di kota saja, keteraturan juga menjadi kunci untuk menjadikan rumah sebagai tempat tinggal terbaik…
    btw, indonesia kapan ya bisa masuk dalam posisi di atas? hehehee…

    Balas
    • Aku suka komentarmu! Pengaturan memang harus dimulai di elemen terkecil ya… Good one!

      Balas
  6. Kotaku! Tokyo nyaman, teratur, semua ada, semua tidak egois. TAPI… mahal hahaha

    Balas
    • Hehehe… Sydney to the Max :)

      Balas
  7. Sidney juga agak mahal Mas, hehe… Brisbane juga enak sih, tapi kalo panas panas banget. Kalo ujan bisa banjir. Ngeliat transportasi di sini, keren banget. Kalo busnya penuh, penumpangnya pun ga ada yang mau maksa naik. Jadi ya busnya tetep aja ga over quota. Disiplin banget mereka ini, salut!

    Balas
    • Hehehehe, selamat datang di Australia dan selamat mengaguminya :)

      Balas
  8. memang enak banget ya bro kerja di negara/kota yang enak dengan duit yang enak pula….lengkaplah sudah…tapi yang terpenting tambahannya yaitu hidup kita didalam keluarga juga enak….damai, rukun…wah itu ditengah hutan juga betah…hii…

    Balas
    • Benar, Bro! Keluarga adalah gereja kecil…. tempat dimana kita melakukan pelayanan yang terutama :)

      Balas
  9. Lingkungan dan infrastruktur penting jadi patokan. Buat yang udah terbiasa di Jakarta -meskipun macet-, ya akan bingung juga kalau pindah ke daerah yg sepi. Tapi kalo di angan-angan sih, pengen juga ngerasain tinggal di kota kecil yang anti macet tapi maju. Di manakah itu? Yo, mbuh.

    Balas
    • Klaten! FTW! :)

      Balas
  10. Hmmm. My best town is still Jogja. Tapi ya tetap taktinggal (untuk sementara). Btw, kunci untuk mewujudkan keteraturan sebuah kota, menurutku, terletak pada dua aspek, yaitu birokrasi dan warga. Birokrasi yang tertib, disiplin dan tidak korup tentu bisa mewujudkan pertamanan, kebersihan dan penyediaan sarana transportasi yang memadai (termasuk untuk malam hari, dab-dab). “Andaikan” birokrasi telah mengatur tata kota dengan baik dan warga kota pun memiliki kesadaran tata kota juga, tentu sebuah kota akan jadi kota yang ideal dan fenomenal seperti dalam Kota-kota Imajiner kakangku, Mas Italo Calvinho.

    Balas
    • Ah! Anda datang terlambat! Waktu menyusun tulisan ini aku mencari-cari buku yang waktu itu kubaca mau kujadikan referensi dan Anda menyebutkannya. Bukunya yang warna orange kan ya? Ketinggalan di Klaten, besok pas mudik liburan mesti kuambil dari gudang dan kubawa ke Sydney! Thanks, Mas Manto!

      Balas
  11. pengaturan 50 org didalam bus itu secara kasar klo di kota semacam klo kotanya udah penuh.stop masuk lagi yak mas? *sotoy hehehehe

    Balas
    • Hmm bener juga, tapi lebih tepatnya bukan jumlah 50 nya melainkan bagaimana orang mau sabar dan menghormati orang lain untuk mengerjakan sesuatu hal secara bersama-sama :)

      Balas
  12. Australia hebat menempatk dengan 3 kota di daftar ini
    kalau kota ternyaman untuk ukuran di Indonesia di mana ya ? nggak usahlah dulu masuk daftar internasional, tau dirilah

    Balas
    • Empat, Bu.. bukan tiga.. jadi ada Melbourne, Sydney, Adelaide dan Perth :) Untuk di Indonesia saya pegang Malang dan Wonosobo ya…

      Balas
  13. Tapi justru karena tidak teratur inilah Indonesia menjadi negara yang menarik dan dinamis. hehehe.

    Balas
    • Hehehe jd yg teratur jg menarik dan bukannya ga dinamis lho :)

      Balas
  14. kota yang kutinggali sekarang? mengerikan! :( ibarat bus, kota ini seperti metromini bobrok, yang suka ngebut tidak tahu aturan. pengelolanya pun tidak bisa diharapkan. jadi para “penumpang” harus banyak berdoa. (halah… kok ujung2nya berdoa ya?)

    Balas
    • Tp meski demikian, Jakarta menurutku itu ‘ngrejekeni’ :)

      Balas
      • ngrejekeni tapi dengan kualitas hidup yang buruk? owh… :(

        Balas
  15. Hmmm yeah begitulah Don.
    Kalau lagi jalan keluar negeri, pasti berkhayal kapaaannn negaraku bisa seperti ini ya. Kok bertahun-tahun berlalu, tapi MRT saja belum ada satu pun.
    Tapi begitu kembali ke kampung halaman, tetap aja home sweet home :).
    Yang aku herannya, kenapa di luar negeri orang kita bisa taat peraturan tapi di negeri sendiri seenaknya saja.

    Balas
    • Home sweet home itu sudah pasti, Zee.. sekarang soalannya kan gimana caranya bikin home itu lebih homy dengan pembenahan di sana sini :)

      Balas
  16. Dulu saya menghindari tinggal di Jakarta, jadi selepas kuliah, mencoba mencari pekerjaan di kota lain, seperti Yogya, dan Surabaya. Tapi nasib membawaku ke Jakarta…..dan walau menakutkan bagi sebagian orang, saya suka di Jakarta, kota yang penuh dinamika kehidupan.

    Balas
  17. kalok Canberra kok gak masuk? :D

    Balas
    • Canberra ngga… Ga gitu besar jg eniwei

      Balas
  18. Kalau untuk masalah di tempat-tempat umum, rasanya di daerah saya masih jauh dari harapan. Lihat saja di jalanan, orang saling berebut untuk saling mendahului. Di saat macet, seringkali orang tidak memberikan kesempatan orang lain untuk menyeberang jalan, padahal kalau mau mengalah semuanya akan lebih lancar.

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.