Kalau kita tak punya dosa, kita tak perlu juru selamat. Kalau kita bisa melihat, mendengar dan berinteraksi dengan Tuhan, sebenarnya kita tak butuh kesaksian-Nya.
Persoalannya adalah kita ini makhluk pendosa dan kita belum bisa bertemu Tuhan secara langsung. Untuk itu kita perlu penebus dosa dan sekaligus saksiNya. Keduanya ada dalam diri Yesus.
Kesaksian
Jika kemarin Yesus membahas tentang bagaimana Anak Allah menawarkan keselamatan, hari ini, masih di depan Nikodemus, Ia membahas tentang bagaimana Anak Allah menawarkan kesaksian.
Apa yang disaksikanNya? Semua informasi yang Ia dengar dan Ia lihat dari BapaNya di surga.
Sebagai Anak, informasi yang Ia dapatkan dari BapaNya tentu adalah yang terutama. Hal ini diteguhkan lagi dalam Kabar Baik hari ini dimana Ia berkata bahwa Allah mengkaruniakan RohNya dan Allah menyerahkan segala sesuatu karena cintaNya. (lih. Yohanes 3:34-35)
Analogi
Analogi sederhananya barangkali begini,
Pada sebuah desa yang letaknya di tenggara kota, hidup saling bertetangga Pak Danur, Bu Dina, Pak Bidun dan Bu Ajingan.
Sudah seminggu lebih Bu Dina tak melihat Pak Danur keluar rumah. Pikiran yang enggak-enggak pun muncul.
Jangan-jangan ia sakit?
Kalau bepergian kenapa tak pamit?
Atau? jangan-jangan diculik atau ditangkap polisi?
Karena penasaran, Bu Dina mencegat Supiyah, pembantu Pak Danur.
?Piyah, Pak Danur dimana? Kok sudah seminggu ini tak kelihatan??
Piyah lantas menjawab, ?Nggak tahu, Bu. Sepertinya ada di rumah tapi memang nggak pernah keluar dari kamar.?
?Sakit?? tanya Bu Dina lagi kepo.
Supiyah menggeleng.
Bu Dina pun kebingungan.?
Ketika ia ditanya Pak Bidun, Bu Dina berkata, ?Kata Supiyah, dia ada di rumah tapi nggak keluar kamar karena sakit!?
?Sakit apa?? tanya Pak Bidun.
Bu Dina menggeleng.
Keesokan paginya, Pak Bidun ditanya oleh Bu Ajingan tentang Pak Danur.
?Sakit apa? Jangan-jangan kena HIV! Orang kena HIV biasanya nggak keluar kamar??
Pak Bidun menggeleng-geleng dan keesokan harinya, Bu Ajingan telah menyebarkan kabar bahwa Pak Danur terkena HIV ke seantero desa. Seminggu kemudian serombongan penduduk desa yang semula tenang damai nan sentosa itu berkumpul di depan rumah Pak Danur. Mereka menuntut Pak Danur untuk pergi dari desa sekarang juga karena takut virus yang diidapnya menular.
Karena terdesak, Pak Danur lalu menyuruh anaknya yang tunggal, Yanuar namanya. Yanuar keluar rumah, di depan pintu, ia menjelaskan keadaan bapaknya.
?Bapak tidak sakit, apalagi sakit HIV, itu tidak benar sama sekali. Bapak di kamar karena ia sedang bekerja menyiapkan makalah untuk dipresentasikan ke pemerintah di kota untuk kemajuan desa ini!?
Tapi apa yang dikatakan Yanuar tak dipercaya oleh penduduk desa yang sudah terlanjur nyaman dengan isu yang disampaikan sejak awal.
Padahal Yanuar adalah anak Pak Danur. Ia diberitahu dan melihat langsung apa yang terjadi dan yang dikerjakan serta dikatakan oleh bapaknya sendiri.
Distorsi
Dalam konteks cerita tersebut, Yanuar kita ibaratkan adalah Yesus. Supiyah, Bu Dina, Pak Bidun dan Bu Ajingan adalah kita.
Kita memang diminta bersaksi tentang kebaikan Tuhan dalam hidup sehari-hari. Namun kesaksian yang kita berikan, hendaklah apa adanya dan adanya apa. Jangan terpancing untuk membumbui atas nama apapun seolah kita adalah yang paling tahu tentang Tuhan sehingga menyampaikan yang informasi yang terdistorsi yang tidak-tidak meski kedengarannya indah nan mengharukan sekalipun!
Kenapa? Karena seperti halnya orang lain, sejatinya kita juga sama-sama belum pernah melihat, bertemu apalagi berbincang dengan Tuhan kecuali AnakNya yang tunggal, Tuhan kita Yesus Kristus!
Sydney, 2 Mei 2019
0 Komentar