Ketika ada orang berujar bahwa orang lain gila, maka kupikir sebelum kita akur dengan pendapat tersebut, ada baiknya terlebih dahulu kita dalami orang lain tersebut apakah gila
betulan atau tidak?
Kalaupun gila itu gila dalam hal apa dan karena apa?
Jangan-jangan umpatan gila itu ada hanya karena keterbatasan kosa kata yang dicoba untuk melukiskan perbedaan di antara dua orang tersebut tapi pada akhirnya
tetap tak menemukan padanan kata yang paling tepat.
* * *
Waktu teman dekatku, sebut saja Ndoch, memutuskan untuk kembali ke Jogja karena jenuh dengan gemerlap kota Jakarta, aku dan teman-teman lainnya sempat menganggap ia gila.
Apa yang kurang dari dia?
Tampang memang tak terlalu tampan, tapi sekali lagi, apa yang kurang dari seorang yang pintar?
Berijasah S1 dari sekolah tinggi informatika ternama di Jakarta sekaligus memegang sertifikat salah satu vendor network nomer wahid di dunia?
Umurnya pun belum genap 26 tahun akan tetapi gaji bulanannya wowww… bejibun banyaknya!
Jabatan juga ia punya pada sebuah perusahaan teknologi multinasional terpandang, juga sebidang tanah dimana berdiri sebuah rumah pun telah ia dapat di barat Jakarta?
Tapi pada akhirnya aku dan teman-temanku toh hanya bisa manggut-manggut mendengarkan penjelasannya yang sangat manusiawi.
“Aku cuma ingin mendapatkan keseimbangan di Jogja.
Membantu usaha Mamaku, aktif di seni dan budaya tempat ibadahku, dan ya kalau bisa memanfaatkan sedikit ilmu yang kudapat di Jakarta dulu, apa salahnya?”
Maka jadilah ia, ditengah cercaan orang-orang yang menyangsikan kewarasannya itu melenggang pulang meninggalkan gelanggang yang bernama Jakarta.
Besok minggu, ia akan telah pulang dan menetap di kota asalnya, Yogyakarta mungkin untuk selama hidupnya.
* * *
Waktu aku menyatakan bahwa aku hendak memutuskan untuk pergi dari pekerjaan, kota dan segala gemah ripah lohjinawi-nya di sini untuk berkumpul bersama istri nun jauh di selatan Indonesia
sana, pun aku dianggap agak sedikit kurang waras oleh teman-teman.
Bukan tentang “apa yang kurang dari saya sebenarnya?” tapi lebih ke “bukankah di sini lebih baik?”
Karirku telah melebur dan mendongak seiring dengan prestasi kantor yang tidak bisa dibilang tidak pesat kemajuannya ini.
Sahabat yang bejibun, kesempatan untuk mengembangkan perusahaan serta kualitas sisi sosialku begitu menjanjikan di sini, di kota yang sangat kucintai ini.
Tapi pada akhirnya toh teman-teman hanya bisa manggut-manggut mendengarkan penjelasanku yang mungkin terdengar humanis bagi mereka, lepas dari segala apa yang tengah kusandang
saat ini.
“Aku cuma ingin berkumpul dengan istriku di Sydney. Memulai segalanya dari awal, melamar pekerjaan, merasakan banting tulang yang mungkin agak sedikit berbeda dari apa yang kurasakan
di sini, mencari teman dan sahabat baru meski itu tak berarti melupakan kalian semua, permata dan mutiara mutumanikam yang kutemukan di sini.”
Maka jadilah, aku, ditengah segala pertanyaan yang memusingkan dari orang-orang itu, tak sampai empat bulan lagi melenggang pergi menuju sebuah
gelanggang baru yang bernama Negeri Kanguru itu untuk sebuah hidup yang baru.
* * *
Aku dan Ndoch, temanku, dianggap gila oleh kalangan yang mungkin sebenarnya justru tak sanggup melukiskan sehebat apa kami sebenarnya.
Melepaskan sesuatu yang telah susah payah dikejar untuk kemudian telanjang tubuh dan mengejar sesuatu yang belum tentu bisa sebanding dengan apa yang telah didapatkan sebelumnya meski
harapan selalu berada lebih tinggi daripada matahari sekalipun.
Namun apalah arti gila dan kegilaan jika jauh di lubuk hati ini kami menemukan sebuah keriaan yang mendesir-desir kencang?
Kami, dan sebenarnya kalian, hidup dalam dunia yang terkadang dianggap gila oleh seorang yang lain, dan sekaligus menganggap gila orang lain pula.
Baiklah, selamat berakhir pekan!
hidup gila !!..
btw bung Donny, kenapa bukan istri anda saja yang dibawa ke sini ? bukankah itu sepertinya lebih mudah…
selamat berkumpul bersama keluarga anda kembali…
@Gnw: Iya sih Mas… tapi tentu ada banyak sekali pertimbangan dimana pada akhirnya muaranya adalah Sydney :)
eh ndok… ayo kita kuasai jogja (Take 2)
dan iya, pasti amat sangat seru kalo kedai poci nan tersohor itu menjadi basecamp seperti sedia kala di masa sma. haghaghag :D
eh btw ndok, ayuk mabuk lagi. ambipur aja deh yang ringan (ambipur=> anggur merah, bir dicampur)haghaghag :D
temennya itu jomblowan bukan? *hahahahahahahah*
Orang baru dianggap gila kalau sudah berperilaku menyimpang dari anggapan mayoritas orang lainnya. Jadi, Gila itu bisa dikatakan berbeda dari anggapan umum. Kalau dikaji lebih dalam kadang-kadang malahan anggapan umum itulah yang sebenarnya kurang waras.
Seperti menjadikan uang sebagai Tuhan, menganggap setiap orang adalah saingan yang ujung-ujungnya memunculkan sifat sombong dan pemisahan diri dari komunitas, menganggap materi adalah ukuran kesuksesan seseorang dsb.
Jadi tak ada yang benar-benar gila di dunia ini dalam artian real. Kegilaan itu sangatlah relatif.
Boasa aja tu, biara aja dianggap gila, asal … jangan (dianggap) gila benaran he he
gila itu relatif, sinting itu pasti, kalo keadaan masih kayak gini aja
wew…. kata gila itu hanya soal persepsi kok, mas donny. gila bisa bermakna positif karena dianggap melakukan aksi yang dianggap kurang logis. tapi justru dg kegilaan itu seseorang akan makin terpacu untuk membuktikan bahwa aksi yang dilakukannya bukanlah sesuatu yang gila, hehehe … *kok jadi sok tahu nih*
halo..halo..
permisi saya temennya donny yang ditulis di artikel ini.
saya ndoch, ato endoch, tapi sekarang lebih senang disebut lolo. endoch boleh lah, karena itu nama saya di dunia maya.
halah don..untung nang kene ra ono tissue. nek ora iso nangis kie inyong.
kudune koe cen nulis sing orisinil koyo ngene to :)
thanks teman gilaku.
dan seperti katamu, tetaplah tidak menjadi gila!
itulah kenapa kita terus hidup.. untuk menikmati kegilaan dan menemukan kegilaan kegilaan baru yg menantang ;)
haloo endoch… salam kenal yaa… gw temennya doni yg paling manis sedunia… eh si U2 kemana nih weekend gini ga nongol apa udh mati gaya juga…?
Terkadang, orang yang memikirkannya lebih merasa gila, karna anda akan gila-gilaan.
Kayak lagu the cangcuters….
Gila-gilaan…
salam!
athaya [referensi blog raditya dika]
ndok! denger2 dirimu merapat ke jogja pagi ini yah:D ayuk kita muter jogja siang/sore ini:D:D:D
Oh ya?
yah ternyata oh ternyata… ngga jadi pulang hari ini… padahal aku dah motong celeng seekor buat nyambut kamu ndok hehehehehe.
@windy: mmmm si donnie depresi gara2 yang masuk grand final indonesian idol itu aris sama gisel. kesian deh dia utuk..utuk..utuk..:D
@Windy: U2 istirahat dulu, kecintaan gw terhadapnya nggak akan bikin gw mati gaya dalam ber-U2 ria :)
@Remon: Saya dukung Aris!
Kamu mau stay di Sydney mas? Duh, emang nanti ga kangen sama Jakarta?
Tapi kata temenku yang akhirnya udah dapet PR di Melb, tinggal di Oz itu ga semengerikan yang dibayangkan kok. Tenang ajah :)
Good luck yah disana..
PS: Mau jadi sponsor untuk visaku kalau diriku ada rencana kesana ga mas? hehe :)
@donnie: hayoooo kamu ndukung aris karena terpaksa kan?:D:D:D hihihihi ayo ngaku ngaku ngaku… ngga ngaku tak beberkan rahasiamu disini:D MWAHAHAHAHAHHAHAHHA eh don sorry ya ga jadi nemenin nonton batman sorry yah.
don, siska ngajak jalan ber3 besok pagi kekeke… mungkin siangnya mo nonton kungfu panda. ikutan ga?:)
yah, ndak gumun aku don kalo temenmu itu meninggalkan Jkt dg segala janjinya yang selangit itu. lah, opo to apike Jkt ki? mnrtku ra ono. org2 yg bisa hidup di kota kecil itulah yg waras. Jkt ndak punya apa2 selain materi… lha opo sakjege urip arep mangan duit?
@kris: mmmmmmmmmmmmm…. terus terang saya sebagai orang yang berjiwa dinamis, lebih menyukai jakarta:D bukannya mau mendiskreditkan jogja atau kota kecil lainnya, tapi pergerakan hidup di jakarta cenderung lebih cepat, lebih dinamis, lebih memberi tantangan.
uang memang bukan segalanya. dan kita orang indonesia tentu makan nasi! NAH! nasi itu kalo saya ngga salah, kan ditanam sama petani. ya buat kita non petani kan harus beli. nah ending2nya kita beli pake… uang:D
beli sabun? eh uang lagi…
nyekolahin anak? ehhhh… uang lagi uang lagi…:(
secara tidak langsung uang memang merupakan kebutuhan mendasar yang sudah dikenalkan sebagai alat bantu perdagangan bahkan sejak jaman bahola:)
anyways! mari kita sukuri kebutuhan manusia akan uang dan pusat perputaran uang yang notabene adalah ibukota kita tercinta a.k.a jakarta raya:D:D:D