Kenapa hanya kelegaan? Kenapa Ia tak mengangkat masalah kita sekalian?

23 Jul 2018 | Kabar Baik

Matius mencatat bahwa Yesus pernah berkata begini,

Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. (lih. Mat 11:28)

Pernahkah kalian berpikir, jika Yesus memang mengasihi kita, kenapa Ia tak mengangkat beban kita? Kenapa Ia malah memberikan kelegaan? Mana yang lebih kita perlukan, kelegaan atau terangkatnya beban?

Kalau kalian bertanya kepadaku, jawabanku sejujurnya adalah aku butuh keduanya, semua beban permasalahan diangkat dan aku diberi kelegaan. Tapi kenapa Ia hanya memberi kelegaan?

Jawaban pastinya tentu hanya Yesus yang tahu! Tapi dalam kacamata iman, aku merenung bahwa Ia mengijinkan masalah-masalah kuhadapi karena pasti ada hal yang Ia inginkan terjadi kepadaku.

Hal itu adalah supaya setidaknya aku belajar dari penyelesaian masalah-masalah tadi.

Tak ada orang di dunia ini yang masih hidup yang tak memiliki masalah. Tanyakanlah pada orang paling kaya yang kamu kenal tentang hal ini dan ia pasti akan setuju bahwa meski kaya, masalah tak lantas hilang begitu saja!

Lalu kenapa Yesus malah memberi kelegaan? Apakah kelegaan itu?

Kelegaan bagiku adalah sikap hidup yang pasrah dan ikhlas dalam menjalani persoalan. Justru tanpa kelegaan, tak ada satupun persoalan yang bisa diselesaikan.

Sikap lega terbaik adalah yang ditunjukkan Yesus dalam perjalanan salibNya ke Golgota. Ia lega memanggul salib meski sakit yang dirasakanNya tak terperi beratnya.

Bagaimana mendapatkan kelegaan? Adakah hanya sekadar meminta?

Menurutku kelegaan itu ada syaratnya yaitu tahu apa yang jadi tujuan kita. Perhatikanlah jalan salib Yesus. pernahkah kamu bertanya kenapa Ia kok mau-maunya mengalami semuanya? Disalahkan atas hal yang tak jadi kesalahanNya? Didera, dipukuli, disalib dan dibunuh? bukankah Ia Anak Allah?

Jawabnya karena Ia tahu apa tujuanNya. Yesus adalah sosok yang dalam bahasa ?keren?nya purpose driven person. Orang yang tahu tujuannya, tahu bagaimana cara mencapainya dan sadar akan pengorbanan yang harus dilakukan demi tercapainya tujuan itu.

Belajar tentang bagaimana kelegaan bekerja, mari simak pengalaman kecilku ini.

Musim dingin di Australia seperti hari-hari sekarang ini sebenarnya tak sedingin negeri-negeri Eropa dan Amerika bagian utara. Meski demikian, cukuplah dinginnya menggigilkan tulang dan membekukan badan.

Bangun tidur rasanya malas betul, lebih baik berkerudung selimut dan melanjutkan lelap. Kalaupun akhirnya bisa bersiap, mau keluar rumah rasanya berat apalagi kalau hari hujan. Basah dan dingin bukanlah kombinasi yang menyenangkan!

Atau bolos kerja saja? Toh tinggal telpon atasan dan bilang pura-pura sakit, beres perkara!

Persoalannya sekarang, mau kapan seperti itu terus-menerus? Jatah tak masuk kerja karena sakit dalam setahun lebih sedikit jumlahnya ketimbang panjangnya musim dingin, kan?

Atau berdoa saja minta Tuhan supaya meredakan hujan dan menghangatkan temperatur? Boleh, kenapa tidak?! Tapi kalau Tuhan tak menghendaki hujan berhenti dan tak menyetujui proposalmu untuk menaikkan derajat angka di termometer saat itu, apakah kamu benar-benar tak berangkat kerja?

Tiba-tiba aku teringat anak-anak dan istriku. Kalau aku tak melangkah keluar dan tak bekerja, bagaimana aku bisa mengongkosi kebutuhan hidup keluarga? Bukankah itu pertanda buruk bahwa aku adalah orang yang tak mempunyai rasa tanggung jawab terlebih karena keluarga itu titipan Tuhan?

Oleh karena motivasi itu lantas aku bertekad membuka pintu dan melangkahkan kaki setapak demi setapak untuk pergi bekerja.

Dinginnya ya tetap sama, menggigilkan. Basah karena hujan ya sama juga, bikin tak nyaman. Tapi motivasi tadi memberi kekuatan sekaligus? kelegaan.

Lega bahwa mau dingin, mau basah pokoknya jalan terus karena memang harus seperti itu.

Jadi kalau kamu punya masalah berat dan bertumpuk-tumpuk, berharaplah Ia memberimu keterbukaan dalam berpikir bahwa kamu harus fokus pada tujuan hidup. Lalu mintalah kelegaan. Jangan terlalu banyak berharap bahwa secara ?mejik? masalahmu hilang semua karena caraNya bekerja melalui penyadaran tujuan hidup dan kelegaan itupun sudah yang paling mejik dari segala mejik yang sudah, sedang dan akan pernah ada.

Sydney, 19 Juli 2018

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.