Kenangan

10 Mar 2011 | Cetusan

Seberapa bodoh kita membiarkan diri terjerembab pada satu hal yang bernama kenangan?
* * *
Akhir-akhir ini aku sedang melakukan pengkhianatan terhadap musik-musik yang biasa kudengar. Sejenak kusisihkan U2, Queen, Foo Fighter dan Rolling Stones dari telinga, menggantinya dengan kumpulan lagu-lagu populer Indonesia yang pernah menjadi hits di era 90-an semacam lagu-lagu milik Andre Hehanussa, Slank, Protonema, Voodoo, Kla Project hingga Five Minutes dan siapa lagi kalau bukan Stinky!
Sebagai seorang yang lahir di akhir era 70-an, harus kuakui bahwa dekade 90-an adalah era keemasan karena saat itu aku beranjak dari kanak-kanak ke remaja dan kamu semua pernah remaja juga kan? Lengkap dengan begitu banyak hal yang pahit-getir, memilukan tapi juga tak jarang menyenangkan itu?!
Nah, mau tak mau, mendengarkan musik-musik seperti yang kusebut di atas seperti halnya menghadirkan kembali masa-masa itu ke masa kini. Ada kinerja yang dahsyat antara musik, otak dan hati dalam sebuah karya yang kusebut sebagai ‘miniatur masa lalu’.

“…kenangan adalah sesuatu yang singgah di masa lampau dan berakhir tepat sebelum masa kini datang”

Musik memantik otak untuk memanggil memori ke masa yang ditunjuknya. Setahap demi setahap, otak seperti menampilkan setting kejadian lengkap dengan skala ruang dan waktu juga orang-orang yang pernah ada di masa lalu di saat itu. Nah, tinggal tugas si hati untuk memolesnya dengan ‘rasa’ dan kenangan itu muncul secara komplit sebagai sesuatu yang surreal.
Saat-saat dimana aku mendengarkan lagu itu, yaitu selama perjalanan dari rumah ke kantor dan sebaliknya, lalu menjadi seperti sebuah perjalanan yang melibatkan dua masa, kini dan lampau.
Aku bisa tiba-tiba merasa kembali ke suasana asrama SMA di pagi hari menjelang mandi lengkap dengan lilitan handuk, gayung dan ember di tangan kiri dan baju ganti ditangan kanan hanya karena mendengarkan lagu Piss-nya Slank karena pada saat itu, lagu tersebut begitu sering disiarkan di radio yang disetel di kamar.
Atau pernah pula suatu waktu ketika memutar Impresi-nya PAS Band, tiba-tiba aku seperti merasa sedang berada di atas panggung pentas seni SMA dan membawakannya. Saking nyatanya perasaan itu, jari tangan kiri tak sadar bergerak-gerak seakan memainkan dawai gitar dan tangan kanan memetiknya dan kalian boleh percaya boleh pula tidak, tapi saat bagian interlude lagu itu, saking menjiwai dan begitu nyatanya miniatur yang hadir, aku bisa merasakan merinding yang persis sama aku rasakan ketika kejadian sebenarnya terjadi, nyaris 15 tahun silam.
Meski menyenangkan, sejatinya larut dalam kenangan seperti itu adalah sebuah siksaan. Kita seperti terseret larut dalam mata pusaran yang menenggelamkan dan seakan tak memberi kesempatan kita untuk menggapai kembali tepian kenyataan. Beberapa hari pertama setelah mulai memutar lagu-lagu 90an itu, bahkan ketika di kantor aku masih belum bisa benar-benar berada di masa kini. Ada begitu banyak waktu yang kuhabiskan dengan melamun, memikirkan dan menjaga miniatur masa silam itu tetap ada sambil menggumam kenapa masa itu harus berakhir. Beberapa teman yang ‘hidup’ di masa itu kembali kukontak lewat jendela YM, kisah hidup mereka kuikuti kembali di account Facebook, untung aku tak tertarik menghubungi deretan mantan kekasih yang juga sesekali hadir pada miniatur itu.
Kalian mungkin berkomentar, “Oh, bagus dong.. kamu jadi bisa keep in touch dengan teman-teman lama!”
Betul, bagus.. tapi kalau itu menghabiskan waktu dan pikiran apa untungnya?
Kalau menghubungi mereka hanya karena demi membela kenangan dan bukannya ajakan untuk berteman lagi dengan mereka pada ‘setting’ masa kini, bukankah itu lebih banyak ruginya karena kenangan adalah sesuatu yang singgah di masa lampau dan berakhir tepat sebelum masa kini datang?
Untunglah hal itu tak berlangsung lama. Perjuanganku untuk mengakhirinya adalah motivasi terbesar kenapa pada akhirnya kisah ringan ini tertulis di sini.
Untuk mengatasinya, aku memutuskan untuk tak mengganti musik-musik yang kudengar beberapa saat lamanya. Aku membiarkan otak dan hatiku untuk terkenang-kenang pada nostalgia masa itu. Tindakan ini kulakukan karena kutahu, sepanjang dan selama apapun itu, kenangan itu pasti akan berakhir sebelum ia masuk ke masa kini karena masa kini bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh kenangan itu sendiri.
Maka benar saja.
Tak sampai seminggu, ketika kumendengarkan lagu Saat-saat bersamamu-nya KIN atau Kiranya (Protonema), pikiranku tak lagi liar kemana-mana. ‘Bangunan-bangunan’ dalam miniatur itu juga sudah ambruk, dan atmosfirnya pun tak tersisa. Pikiranku sudah kembali normal. Sudah berpikir penuh tentang pekerjaan, keluarga, kesibukan dan persoalan-persoalan harian ketimbang menghiba-hiba di punggung kenyataan yang bernama kenangan. Aku sudah kembali normal seperti biasanya dan menikmati lagu per lagu sebagaimana lagu yang telanjang, tanpa muatan apapun di belakangnya.
Justru yang sekarang aku takutkan adalah.. jangan-jangan ketika aku mendengarkan lagu-lagu 90-an itu lima tahun mendatang, yang kupikirkan bukan lagi kenangan masa 90-an tapi justru masa kini yang tentu lima tahun nanti akan menjadi kenangan bagi masa itu.
So, kamu… kalau kamu bilang “Don, kamu pasti nangis darah deh kalo denger lagunya KLa yang judulnya Yogyakarta itu karena kamu akan sangat kangen Jogja?” Aku hanya tersenyum dan berkata “Nggak juga!”
Bukan, bukannya aku nggak kangen Jogja… tapi justru sebaliknya, dalam hal ini aku memilih untuk memilahkan Jogja sebagai bagian dari masa kini (sesuatu yang bisa kukunjungi) dari kumpulan kejadian-kejadian yang terjadi di dalamnya dulu, sebagai masa silam.
Pada akhirnya ini memang perkara hati dan otak dan bagaimana kita mau menyikapinya saja.
Hidup ini kan bicara tentang masa kini dan masa depan, bukan masa silam…
Inspirasi gambar dari sini

Sebarluaskan!

10 Komentar

  1. astaga, gue udh gak inget KIN kalo gak baca disini :D hahaha
    Tapi kenangan atau kekinian *apa sih bahasa gue* ya bener Dn, tinggal gimana kita memilih untuk meletakkannya :D
    *liatin poto2ku abis nonton Andre Hehanusa waktu jd openingnya konser Rick Price*

    Balas
    • Ternyata, gue komen pertamax ya disini?
      Yeeaayyy.. *joget landak*

      Balas
  2. Begitulah kenangan Don.
    Selalu bisa bikin orang terjerembab cukup lama sebelum kemudian bangkit dan normal lagi. Aku sendiri kalau lagi ingin bernostalgia or tepatnya membangkitkan spirit “masa muda” dulu, aku akan putar lagu2 kenangan itu. Tp ya tak sampai seminggu Don, krn kalau uda tercebur, spt katamu, susah normal pd awalnya. Kalo dah gt kan aku jd ga konsen kerja. Jd ya cukup 1jam sehari saja. Dan paling 2-3 hari aja. Itu sudah cukup menghibur hati yg lagi stress. Bisa kukatakan bahwa itu adalah bentuk lain dr refreshing. Refreshing imaji tepatnya.

    Balas
  3. Kenangan manis sungguh indah…namun kita hidup sesuai jaman nya, yang terus berubah dan kadang kita tertatih-tatih untuk menyesuaikan langkah.

    Balas
  4. lagu memang obat paling mujarab untuk “memanggil” masa lalu…
    aku yo kerep seperti terlempar ke masa lalu lengkap dengan setting, dekor dan orang-orangnya kalau mendengar lagu-lagu yang punya kenangan…. ;)
    lagu kenanganku opo jal? akihhhhhhh…. hehehehehe….

    Balas
  5. Kenangan kadang seperti madu kadang seperti racun yang menyerang pikiran sampai ke akat bawah sadah seolah menyeret ke kehidupan lampau.. berangan-angan menghabiskan banyak waktu untuk mengenang masa lalu… tapi jika terlalu lama efeknya juga kurang baik..kita jadi sering suka buang waktu yang efektif… :D

    Balas
  6. Bagi saya, ada hal-hal tertentu di masa silam yang tetap harus diingat, dikenang, yang barangkali dapat menjadi inspirasi positif masa kini dan mendatang; tetapi ada juga hal-hal lain lagi yang tidak perlu dikenang karena bisa jadi ketika mengenangkannya malah menjadikan hidup kini dan mendatang menjadi suram.
    Salam kekerabatan.

    Balas
  7. Kenangan….
    Jogja….
    Kok saya malah inget lagunya KLA Project ya… :lol:

    Balas
  8. Wah, rupanya kita memang beda satu generasi ya Don. Aku nggak kenal satupun lagu yang kamu sebut … hahaha :D
    Kalau bicara tentang lagu yang membawa kenangan, aku bisa menyebut Leo Kristi. Itu lagu-lagu yang diperkenalkan oleh pacarku waktu itu (yang sekarang jadi suamiku :) ).
    Tentang kenangan, ehmm …. rasanya aku bukan orang yang terlalu terikat pada kenangan masa lalu. Aku lebih konsentrasi pada masa kini dan masa depan. Jika kenangan itu tidak ada hubungannya lagi dengan kehidupanku sekarang, rasanya ya … gimana ya, tidak penting lagi :)

    Balas
  9. Kadang aneh juga ya, sudah tahu kalau mendengarkan sebuah lagu bisa membuat kita merasa “sakit” tapi kok malah dinikmati.

    Balas

Trackbacks/Pingbacks

  1. Kenangan ? Donny Verdian - Kenangan ? Donny Verdian... [...]Saat-saat dimana aku mendengarkan lagu itu, yaitu selama perjalanan dari rumah ke kantor dan sebaliknya, lalu…

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.