Kali ini Yesus pergi ke Kota Nain yang letaknya di sisi sebelah utara Israel, empat belas kilometer jauhnya dari Nazareth.
Di sana Ia bertemu dengan seorang janda yang anak lelaki satu-satunya mati entah kenapa. Banyak orang meratapi dan menyertai si janda dengan membawa mayat anak lelaki yang masih muda itu untuk datang kepada Yesus. Untuk apa? Memohon belas kasihan tentu saja!
Yesus melihat si janda dan jatuh ibalah Ia! Segera Yesus menghampiri tandu jenasah itu, menyentuhnya lalu berkata, ?Hei anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!? (lih. Lukas 7:14)
Apa yang terjadi kemudian?
Mukjizat dinyatakan! Anak muda itu bangun dari mati, duduk dan mulai berkata-kata (lih. Lukas 7:15) seperti layaknya manusia yang belum mati seperti kita.
Memahami mukjizat ini tak hanya diletakkan dalam bingkai kematian jasmani saja seperti yang dialami pemuda tadi. Mari kita geser ke arah kematian rohani. Pernahkah kita mengalaminya?
Kematian rohani menurutku adalah keadaan dimana kita menjalani hidup tapi tak memiliki kesadaran bahwa ada hal-hal yang tak terlihat, ada kekuatan yang lebih tinggi yang memberi peran dalam kehidupan.
Orang yang bekerja dan memandang keberhasilan hanya dari kerja keras, investasi dan pendidikan yang pernah ditempuh tanpa mengindahkan campur tangan Allah di dalamnya, ia mati rohani.
Orang yang hidup dalam keputusasaan dan frustrasi hingga tahap dimana ia tak melihat satupun jalan keluar termasuk pertolongan Tuhan, ia mati rohani.
Orang yang hidup, konon beragama, tapi tak bisa menemukan cinta dan rasa syukur dalam hidupnya serta tak menghargai sesamanya, ia mati rohani juga.
Kematian rohani adalah satu tanda bahaya karena ketika sampai pada kematian jasmani dan kita belum bangkit secara rohani, apa yang bisa kita jadikan sebagai ?tiket tanda masuk? ke surga nantinya karena badan jasmani kita toh harus kita tinggal di dunia ini?
Yesus menawarkan kebangkitan dari kematian rohani kita seperti halnya Ia membangunkan pemuda yang dilukis Lukas dalam Kabar Baik hari ini.
Tapi mari perhatikan bagaimana caraNya membangunkan?
Adakah Ia menggoncang-goncang tubuh si mati? Tidak!
Adakah Ia berteriak-teriak di dekat telinga si mati? Jawabannya pun juga tidak!
Ia hanya menyentuh lalu berkata, ?Bangkitlah!?
Bayangkan kalau si pemuda yang mati itu setelah disentuh disuruh bangkit tapi tak mau bangkit? Bukankah ia tetap akan jadi pemuda yang mati?
Oleh karena itu, marilah kita belajar peka.
Peka terhadap sapaan dan sentuhanNya yang meminta kita bangkit. Bangkit bukan menunggu, bangkit bukan pasif. Bangkit yang proaktif, yang bangun dan duduk, berkata-kata serta beraktivitas sehingga menunjukkan bahwa memang telah benar-benar dibangkitkan olehNya.
Sydney, 18 Oktober 2018
Jangan lupa isi Survey Kabar Baik 2018. Hasil isian kalian dalam survey tersebut sangat mempengaruhi bagaimana pola tulisan dan distribusi renungan Kabar Baik ini akan berkelanjutan. Klik di sini untuk informasi selengkapnya!
Amin