Ah, nahan rasa gatal dengan cara tidak menggaruk itu ternyata hal yang menyakitkan!?Meski pada postingan ini aku pernah berjanji untuk tak menulis tentang hal yang sifatnya populis nan politis lagi, tapi hal itu rupanya harus kujilat sendiri sebulan setengah sesudahnya!
Akhir-akhir ini beberapa pesan masuk melalui social media dan email bertanya tentang “Kecewakah aku dengan Jokowi? Menyesalkah aku dulu pernah memilihnya?” Bahkan salah satu kawan baikku di Indonesia ketika kutelpon untuk memberitakan keadaan Mama malah sempat curcol, “Piye Jokowi? Kecewa ora? Kowe kan dulu pentolan relawan di Australia! Piye?”
Kecewa
OK, jadi kalian sempat kecewa terhadap Jokowi karena kasus KPK – Polri seolah dibiarkan berlarut-larut hingga baru kemarin diumumkan hasilnya, kan?
Sekarang sudah nggak kecewa lagi dong? Hasilnya kan memuaskan?
Aku malah masih kecewa terhadapnya terutama terkait kebijakannya menolak grasi para terpidana mati tanpa pandang bulu. Bagiku, hanya Tuhan yang berhak memutus kematian seseorang, bukan dokter, tak pula presiden! Keputusan kematian itu adalah keputusan ilahi.
Kalian sempat juga menyesal memilih Jokowi pada Pilpres 2014 silam, kan? Kalau iya, disinilah bedanya aku dengan kalian! Kalian mungkin pernah menyesal, tapi aku tidak. Aku kecewa tapi tidak menyesal. Kenapa? Karena aku punya akar alasan yang cukup kokoh untuk memilih Jokowi ketimbang Prabowo waktu itu. Bukan karena sosoknya yang populis, demen blusukan dan lain sebagainya. Kalau kalian mau tahu alasanku, coba simak tulisan lawasku?berjudul Dulu Aku Memilih Prabowo. Tulisan ini telah dibaca ribuan orang dan disebarluaskan melalui jejaring social media tahun lalu.
Andai yang jadi presiden itu Prabowo
Lalu kalau ada orang yang dulu memihak dan memilih Prabowo bilang, “Coba dulu Prabowo yang terpilih! Pasti tidak seperti ini! Lebih baik dari ini!” tanpa harus menjawab pernyataannya, bagiku orang-orang seperti adalah orang yang tak layak untuk ditanggapi!
Para pemimpi yang merasa tampan ketika punya modal kata ‘Andai’. Orang-orang seperti itu bisa punya kecenderungan untuk berlaku sama terhadap istrinya, misalnya, “Ah, coba aku dulu nggak nikah denganmu! Coba dulu kutanggapi ajakan nikah mantanku yang satu itu…. Mungkin bisa lebih membahagiakan!” Sayang, hidup ini bukan perkara pengandaian!
Adapun tentang Jokowi sendiri, mari kita lanjutkan untuk mengamati dan mendampinginya dengan berbagai kritik serta saran dan jangan lupa untuk bertepuk tangan dan memberikan salut ketika ia meraih keberhasilan. Jangan pernah berintensi untuk meninggalkannya, bukan karena dirinya sendiri tapi lebih karena sikapmu yang telah memilihnya dulu.
Kita harus konsisten dengan pilihan kita, Mas Bro! Perkara KPK – Polri akhirnya memang diputuskan dengan keputusan yang memihak ke publik tapi aku yakin itu bukan akhir segalanya. Jokowi masih punya empat tahun ke depan dalam masa pemerintahannya untuk digoyang politisi-politisi busuk maupun menggoyang persepsi buruk kita terhadapnya. Kalaupun ia pada akhirnya dimakzulkan seperti sas-sus yang beredar sehingga tak punya waktu sepanjang empat tahun lagi, ya anggap saja ini pembelajaran yang juga tak kalah baiknya untuk diri seorang Jokowi dalam me-manage harapan masyarakat terkait tingginya kedudukan yang ia raih!
Jadi beneran nggak nyesel, Don?
Enggak! Sama sekali nggak!
Kecewa?
Sedang… sedang kecewa tapi semoga tidak berkepanjangan!
Kalau pemilu diulang dan menghadirkan komposisi yang sama antara Prabowo dan Jokowi saat ini apa tetap akan memilih Jokowi?
Waduh, ini yang susah! Kenapa kamu ga tanya lebih dulu apakah saat ini aku masih menjadi WNI yang berhak memilih atau tidak?
OK, jadi kamu sudah nggak WNI lagi?
Errrrrr…
Setuju mas Don, Kematian adalah keputusan illahi. Dan ketika para terpidana itu Nanti akhirnya mati dihadapan eksekutor, itu jg bagian dari keputusan Tuhan.
Menyalahkan jokowi/pemerintah Indonesia = mendown grade Tuhan.
Saya “hampir” kecewa, mas.. Tapi tidak pernah menyesal, terlalu dini untuk menyesal. Benar masih ada 4 tahun lagi, dan Jokowi perlu kepercayaan, karena dengan itulah Ia bisa tetap berjalalan.
Kecewa, enggak..nyesel apalagi..enggak aja. Butuh waktu untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan yang terjadi di negara kita, bukan? dan Jokowi bukan Tuhan yang bisa memperbaiki kerusakan ini hanya dengan “bersabda”. Keputusan yang diambil pastinya tidak bisa memuaskan semua pihak…Jadi saya memilih untuk mendukungnya dalam diam, gak ikut-ikutan nyela di medsos.
Saya tetap dukung Jokowi….He never walk alone :)))