Karena harga tiket konser tak semurah semangkuk soto

19 Nov 2012 | Cetusan

Ada perasaan aneh yang selalu datang menyergap beberapa saat sebelum datang ke pertunjukan musik. Dan hal itu terjadi lagi pada sabtu lalu, menjelang konser Coldplay digelar.?Ketika panggung tengah dipersiapkan dan aku menyemut bersama ribuan penonton lain yang mengantri masuk ke dalam stadion, mendadak aku merasa begitu rugi mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli tiket pertunjukan itu!

Kenapa harus bayar mahal kalau harus antri begini?
Kenapa harus bayar mahal kalau yang ditonton juga adalah manusia?
Hey, bukankah kamu bisa muter lagu-lagu mereka di perangkat digital playermu sendiri berkali-kali dan gratis?

Tapi uniknya, ketika pertunjukan berakhir, perasaan-perasaan itu lenyap tak berbekas tergantikan dengan perasaan puas yang tak jarang malah ingin melakukannya sekali lagi dan lagi!

Nah, mumpung euforia konser sabtu kemarin sudah mulai berkurang, semalam kuberanikan diri bertanya lagi pada diri sendiri, ?Iya, ya! Bego banget sih! Emang kenapa harus bayar mahal untuk sebuah konser yang dalam beberapa jam juga sudah kelar??

Dan inilah jawabanku.

 

Artis/Grup band

Artis dan anggota grup band memang sama-sama manusia, seperti kita kodratnya. Tapi mereka memiliki sesuatu yang kita kagumi melalui karyanya.

Bukan berarti kita tak memiliki karya seperti mereka, tapi soal karya itu kan bukan soal perbandingan milik kita dan milik mereka; melainkan saling mengapresiasi. Nah, membeli tiket pertunjukan adalah salah satu bentuk apresiasi itu sendiri. Siapa tahu kalau kita bisa berkarya di bidang lain dan menurut mereka baik, justru mereka yang ?membayar? kita untuk karya-karya kita tentu saja.

Perkara kenapa pada beberapa pertunjukan artis lebih mahal/murah ketimbang yang lainnya, kupikir simply itu terjadi karena pertimbangan analisa bisnis saja karena bukankah kalau sudah bicara soal uang, variabel yang paling ?punya kuasa? adalah keuntungan? Tentang bagaimana mendapatkan revenue sebanyak-banyaknya?

 

Crowd

Mungkin pengertianku salah, tapi bagiku, dalam penjelasan yang concise, crowd kuartikan sebagai riuh-rendah yang berhasil/gagal diciptakan penonton sebuah konser.

Crowd tak hanya menghitung jumlah penonton yang hadir tapi juga bagaimana tingkat responsifnya mereka dalam ?mengikuti? konser.

Contoh.
Anggaplah dalam sebuah konser grup rock (What! rock??) Coldplay sabtu kemarin. Bagiku crowd yang ada di konser itu luar biasa, baik dari sisi jumlah maupun responsifnya.

Allianz stadium, tempat digelarnya acara yang berkapasitas 44 ribu orang itu penuh sesak dan sepanjang konser, nyaris tak ada satupun penonton yang duduk meski ia ada di kelas bertempat duduk sekalipun!?Mereka.. eh kami bernyanyi bersama Chris Martin sang vokalis hampir di semua lagu yang disajikan.

Selain itu crowd yang ?asik? juga adalah crowd yang terdiri dari penonton yang saling menghormati dengan penonton yang lainnya, tidak rusuh dan bersahabat.

Nah, untuk hal-hal baik seperti inilah yang membuat kita harus semakin maklum kenapa kita harus membayar mahal sebuah tiket pertunjukan.

 

Materi pertunjukan

Yang kumaksud dengan materi pertunjukan adalah semua hal yang dihadirkan untuk mendukung pertunjukan menjadi semakin prima.

Misal, tata panggung, penggunaan teknologi mutakhir untuk mendukung jalannya konser serta bintang tamu dan bintang pembuka konser adalah hal-hal yang juga memberikan ?nilai tambah? untuk harga sebuah tiket.

Ambil contoh kasus superband U2. Kalau mereka tak memikirkan betul tata panggung, penggunaan teknologi serta tak menyertakan artis-artis pembuka dan bintang tamu yang tak kalah ?nendang? nya, tentu susah untuk menjual tiket yang tiket kelas teratasnya hingga menyentuh angka 350-an dollar!

Contoh lain adalah bagaimana kreatifnya Coldplay yang membagikan gelang warna-warni ke setiap penonton konsernya sabtu kemarin.

Awalnya aku tak tahu untuk apa gelang itu, tapi ketika konser dimulai, dalam kegelapan malam, gelang itu menyala dan 45 ribu orang, masing-masing terwakili dengan sinar yang kelap-kelip.. aku sampai kehabisan kata-kata untuk melukiskannya.. entah itu sebagai neon, bintang atau kunang-kunang?

Yang pasti menarik dan jelas sangat memperhitungkan faktor teknologi! Info lengkap tentang XYLOBANDS, demikian gelang itu disebut bisa dilihat di sini (http://xylobands.com). Dan pemandangan tentang bagaimana meriahnya ketika gelang-gelang itu menyala silakan simak video di bawah ini.

Pengalaman unik

Selain hal-hal di atas, bagiku, alasan kenapa kita membayar mahal tiket pertunjukan adalah karena menonton pertunjukan seidentik apapun itu dengan yang pernah kita tonton meski dari artis/grup musik yang sama, hal itu adalah pengalaman unik yang terjadi sekali seumur hidup.

Beda dengan kalau kalian muter lagu melalui cd player ataupun digital music player yang bisa diulang-ulang begitu saja…

Nah kalau sudah begini, tak ada deh perasaan menyesal untuk membayar tiket konser yang mahal. Yang ada justru sebaliknya, sering-sering buka situs penjual tiket pertunjukan untuk memastikan kapan grup band/artis kesukaan akan mampir ke kotamu dan selebihnya bekerjalah semakin giat dan banyak menabung karena harga-harga tiket itu tak pernah semurah harga seporsi soto ayam, sarapan kesukaanmu!

Oh ya, sesuai janjiku, di bawah ini adalah clip yang kurekam ketika Fix You dinyanyikan Coldplay.

Dan sebagai bonus, kurekam juga Sweet Disposition yang dinyanyikan Temper Trap, band pembuka Coldplay. Yang istimewa dari Temper Trap, selain musiknya adalah vokalisnya, Dougy Mandagi yang adalah orang asli Indonesia.

Bangga dong!

Sebarluaskan!

14 Komentar

  1. Apalagi nonton grup musik yang punya nama, lihat organ tunggal yang entah dari mana yang ada di pesta kawinan saja sudah asoy. ;)

    Salam persahablogan,
    @wkf2010

    Balas
    • setujuuu :D

      Balas
  2. Soal apresiasi, dulu aku juga pernah bertanya ke diriku sendiri “Ngapain aku beli CD/DVD mereka ? Lha wong tinggal ketik URL yang sediain mp3 dan klik download sudah bisa dapat gratis.” Hehehe…. Tapi kalau dirasa-rasa kok ya nggak ngregani babar blas dan setelah CD terbeli lalu diputar di player memang ada kepuasan sendiri.

    Gelang yang menyala ini aku baru tau :D. Keren juga konsepnya, memadukan art & technology. Nyala sewaktu Charlie Brown dimainkan menjadikan seirama dengan lirik lagu charlie brown “…glowing in the dark” :D. Ada interaksi antara lagu dengan penonton melalui gelang itu. Pantas saja kalau lihat konser-konser mereka via youtube sering bertanya-tanya kok nyalanya bisa seirama, eehhh ternyata dikontrol lewat radio to.

    Btw, itu gelang kalau tanpa dikontrol masih bisa nyala ? *penasaran :D

    Hmmm….Fix you memang juara wis…. :D

    Anyway, thank you ulasan live concertnya dan kowe gawe aku dadi ngiler !!!. Ehh…satu lagi, kok nggak nonton di barisan depan ?

    Balas
    • Hmmm btw ngga cuma pas Charlie Brown kok nyalanya… di beberapa lagu awal termasuk Hurts Heaven juga dinyalain…

      Tanpa radio kayaknya bisa nyala karena aku baca di internet demikian adanya.

      Aku nggak nonton di barisan depan karena aku lebih suka duduk jadi di seat class…

      Balas
  3. Sudah lama mendengar Temper Trap, tapi baru tahu kalau ada unsur Indonesianya di band itu. :)

    Balas
  4. kalau pengalaman nonton konser memang berbeda.. rasanya tuh kalau di dalam konser seperti mereka menyanyikan buat kita… sedang di CD berbeda… pokoknya beda deh…:)

    Balas
  5. Kalau konser memang suasananya yg dikejar toh. bahkan aku kadang pergi random aja nonton konser entah siapa asalkan dapet serunya.. hihihi

    Balas
  6. Membeli pengalaman unik yang mengesankan, bukan sekedar membeli produk (file mp3)….

    Balas
  7. Mmeang sebuah pengalaman menghadiri konser akan jauh berbeda dari medengarkanya melalui pemutar musik digital atau bahkan melalui perangkat audio rumahan semahal apapun. Faktor “Experience” dan “Crowd Euphoria” tadi selain beberapa lainnya yang menjadi elemen yang dibeli cukup untuk memiliki “Real concert experience” dan itulah yang acapkali membuat kita berdecak kagum seraya berkata: “That Band awesomely rocks, dude!..” – I know that feeling..

    Balas
  8. Saya kok nggak begitu suka nonton konser secara live sampai kini. Saya tidak terlalu suka dengan keramaian nan sangat. Meski begitu saya sebenarnya ingin pula melihat secara langsung, sebab mendengar dari alat2 teknologi membuat saya merasa kian menjauh dari manusia. Beberapa teman juga sering ngajak nonton konser, entah itu Rock, Jazz, bahkan genre favorit saya, Dangdut :D Tapi saya masih belum “berani” dan masih setia mendengar karya2 luar biasa mereka dari rakitan mesin elektronika.

    Balas
  9. wristband-nya kereeennn…

    aku termasuk jarang nonton live concert, Don… tapi pernah 3-4 kali nonton live concert. emang beda sih Don… asyiknya karena di artisnya berinteraksi langsung dengan penonton (meski searah doang ya).. tapi respon dari penonton dan jejeritan mss histeria itu yang asyik, yang mungkin gak akan bisa terulang lagi..

    Aku kadang malah suk nonton polah para penonton… ada yang pelukan, ada pasangan yang memang sengaja memanfaatkan moment ini untuk bermesraan… asyik deh pokoknya..

    nyanyi bareng ribuan penonton itu…. bikin merinding!

    Balas
  10. wow.. asyik tuh nonton konser tp ga ada tawuran, ha ha
    beruntung sekali mas punya kesempatan….
    :)

    Balas
  11. Aku jarang nonton konser band, Don. Soalnya sejak pindah ke Jakarta (dan rata2 konser kan di Jakarta terus), dan punya anak, aku lebih memilih bersama anak saja. Tapi kalau yang datang memang sangat-sangat-sangat aku suka, aku mau bela2in, dengan catatan juga tiketnya masih terjangkau olehku….

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.