Beberapa hari yang lampau, seorang teman yang sudah beberapa waktu lamanya tak pernah bertemu, mengirimkan sms kepada saya.
Isinya demikian:
“Dab(Mas -red), maturnuwun ya! Aku barusan mbaca tulisanmu tentang aku di blog lamamu, yang Serial Sahabat itu. Terus terang sangat menghibur dan menguatkanku.
Salam untuk keluarga di Klaten dan Joyce, istrimu”
Saya yang memang memiliki hati yang lembut serta perasaan yang peka ini *halah* pun kembeng-kembeng mata.
Tau kembeng-kembeng? Berkaca-kaca kalau cara Indonesianya. Mata memanas lalu seperti menantikan sesuatu akan tumpah dari pelupuk tapi tak tumpah-tumpah.
Teman saya itu tadi, saya tahu betul kenapa ia ber-sms demikian.
Ia sedang mengalami masalah yang tak terlampau ringan, sehingga dalam keadaan mental yang tak terlalu baik, membaca tulisan seorang sahabatnya seperti saya,
yang menceritakan tentang dirinya, adalah suatu penguatan, suatu hiburan yang at least memampukan dia untuk sejenak melupakan pedih perihnya.
Kejadian itu tak berlalu begitu saja, hal itu mampu men-trigger ku untuk bertanya-tanya dalam hati,
setelah melewati sekian angka tahun (di blog lama dan di blog yang lebih lama) serta mungkin ratusan tulisan yang telah saya hasilkan,
sebenarnya apa tujuan saya menulis di blog ini?
Dua tahun lalu, seorang rekan penerbit menghubungi saya untuk meminta beberapa tulisan saya mengenai gempa Jogja di blog terdahulu untuk dijadikan buku.
Saya pun kegirangan nggak keruan. Buku diterbitkan, dan setidaknya saya mendapatkan beberapa kopi untuk bukti, bukan cuma bukti cetak tapi juga bukti bahwa saya punya
buku karya saya sendiri yang diperjualbelikan ke khalayak.
Ini tentu cukup membanggakan, akan tetapi apa lantas saya bisa menyimpulkan bahwa menerbitkan sebuah buku adalah tujuan utama saya menulis di blog ini?
Beberapa ada juga yang bilang bahwa saya (konon) pernah tenar karena tulisan-tulisan saya di blog… hmm itu dulu ketika tidak terlalu banyak orang latah membikin blog seperti sekarang ini.
Tapi ketenaran itu laksana syahwat, tercapai dalam kurun kurang dari 10 menit, dan kenikmatannya pun tak sampai 10 detik.
Setelah itu sirna, muspra, tidak ada yang tersisa kecuali harus kembali ngeblog dan ngeblog lagi untuk tetap tenar atau berhenti sama sekali!
Sekali lagi, ketenaran pun bukan kata kunci terbaik terkait dengan tujuan saya menulis di sini.
Kejadian yang membuat mata saya “kembeng-kembeng” tadi itu secara tidak langsung juga memberikan satu kemungkinan jawaban terbaru, bahwa menulis itu mungkin adalah untuk
menghibur dan menguatkan orang lain yang membacanya.
Saya sendiri belum terlalu percaya apakah memang itu satu-satunya tujuan utamaku dalam menulis.
Malah cenderung skeptis karena ketika saya menulis, saya punya begitu banyak nuansa muatan yang berdiri mendorong di belakang kelahiran tulisan-tulisan itu tadi.
Terkadang saya menulis karena saya ingin mengungkapkan kejengkelan terhadap suatu kondisi yang saya alami.
Atau juga saya pernah pula menulis karena saya ingin menyindir dengan nyinyir seorang atau sekelompok orang yang menurut saya sedang dilanda kegoblokan tingkat akut.
Jadi, tak semata-mata yang ada di dalam hati saya adalah untuk menyenangkan hati orang, lho! Saya terlalu busuk untuk menjadi semulia itu!
Saya ini cukup egois sehingga sepertinya terlalu sulit bagi saya untuk memikirkan orang A atau B atau C untuk disenangkan.
“Lho tapi kan efeknya bagus, ada orang yang terhibur?”
Iya, tapi bagiku efek itu bukan hasil kerja yang sesungguhnya melainkan hanya sesuatu yang muncul karena kita melakukan sesuatu saja.
Jadi saya tak mempedulikan hal itu secara berlebihan.
Jadi, ditengah-tengah segala tujuan-tujuan yang tampaknya utama tadi datang dan pergi silih berganti, setidaknya sampai saat ini saya hanya berani mengatasnamakan bahwa tujuan saya
menulis untuk sementara ini adalah supaya menjadi pelampiasan pikiran yang melintas di otak, tak kurang serta belum tentu lebih…tanpa harus mencetak buku lagi, tanpa harus menyenangkan
atau menyedihkan hati orang lagi dengan tulisan saya, dan tanpa harus menjadi seorang selebriti.
Halah, selebriti!
Foto diambil dari sini.
Wah, itu berarti Kang Donny dgn nge-blog sudah sekalian beramal kebaikan. Tulisan Kang Donny selain menghibur, menguatkan orang juga mendidik. Orang yg baik adalah oranbg yg bermanfaat utk banyak orang. Dgn nge-blog, maka pikiran2 Kang Donny yg ditulisakn menjadi bermanfaat utk banyak orang. Saya mau belajar dari Kang Donny. Kalo saya sih, masih belajar. Saya tidak tahu apakah tulisan saya bermanfaat apa tidak. :)
mmhh..cen situnya tuuu..nek nulis kie..marakke piye yohhhh..nyuessssss ngono loh. Teruske yoh dab…pik nan kok
Kalau selebriti nulis blog, supaya jadi apa?
@DM: selebriti nge blog? ya supaya keliatan pinter padahal ya goblog!
Huaduh-huaduh, balesan komenmu kuwi lho, Su… Opo selebriti kuwi goblog-goblog tah? Moso ndak ana sing ayu tur pinter…
@DM: Sek.. sek bentar.. sebelum pembicaraan semangkin mawut, absurd dan jadi kayak kancrut, kita perlu me redefine, apakah selebriti itu :) Kamu selebriti juga ndak?
@Omphonk: Dab! Pesanku satu, lewati hidup dengan sebaik-baiknya, baik buruk itu cuma bunga, tapi tangkai dan inti akar adalah hidup dan penyelesaiannya itu sendiri. Mari kita sama-sama menyelesaikan sisa hidup ini dengan lebih baik dan lebih baik lagi hari ke hari ….
Salam tuk semua!
“memiliki hati yg lembut dan peka..” gubbraakkk…..
Supaya namaku tercantum di search engine …
Biar nggak dikira GAPTEK … hehehe
*sigh*
Tulisan yang inspiratif!