Kalian itu sedang membawakan acara atau malah merusaknya?

31 Okt 2011 | Cetusan

Definisi ‘membawakan acara’ sepertinya perlu mendapatkan tinjauan ulang terlebih setelah apa yang kurasakan ternyata juga menjadi concern bagi sebagian orang lain yang kutanya tentang “Ada yang merasa terganggu nggak dengan model guyonan dan cara membawakan acara beberapa artis di acara musik harian di sebuah stasiun televisi?”
Kebanyakan mengungkapkan keberatannya dan merasakan gangguan yang tak menyenangkan melihat hal-hal tersebut. Secara singkat, apa yang kusaring dari pendapat mereka, aku bisa menemukan satu simpul pertanyaan, ‘Mereka itu sedang membawakan acara atau malah merusaknya?’
Aku ingat betul ketika pertama kali nonton acara itu, sebut saja judulnya Menggelegar, sekitar tahun 2010 saat parabola yang dapat menangkap siaran televisi Indonesia terinstalasi di rumah, pada awalnya aku mencintai acara tersebut. Gaya guyon para pembawa acaranya beda dari yang lainnya dan terkesan segar. Agak kasar namun lucu dan lugas. Tapi tak lama kemudian, uniknya justru faktor itu sendiri yang lantas menjadikanku bosan menonton Menggelegar karena terkesan monoton dan tak menampilkan hal-hal baru.

“…lebih mengarah ke tindakan bersifat intimidatif terhadap orang yang dijadikan obyek guyonan yang terkadang adalah para artis ketimbang menjalankan tugasnya sebagai seorang pembawa acara.”

Dan kini, bukan lagi urusan ‘suka’ ataupun ‘bosan’ yang meningkahi penilaianku terhadap acara itu, tapi tergantikan dengan ‘sebal’!
Ya, bagiku cara guyon dan membawakan acara Orgi Siputri dan Harvey Rachmad, sebut saja demikian, serta konco-konco wanitanya itu lebih mengarah ke tindakan bersifat intimidatif terhadap orang yang dijadikan obyek guyonan yang terkadang adalah para artis ketimbang menjalankan tugasnya sebagai seorang pembawa acara. Parahnya lagi, sasaran intimidasi itu terkadang diarahkan ke bintang tamu cilik yang terkadang dihadirkan. Mereka tak jarang dibentak-bentak dan dikerjain dengan dalih yang barangkali untuk ‘lucu-lucuan’.
Meski setelah acara, sang pembawa acara mohon maaf atas tingkah laku dan kata yang kurang mengenakkan, bagiku itu semuanya hanya basa-basi, sekadar membuat semuanya ditutup dengan hal yang tampak baik. Kenapa, karena kalau keesokan harinya masih di acara yang sama mereka mengulang-ulang lagi kesalahan, lalu dimana esensi maafnya yang bagiku harus diikuti dengan perubahan sikap?
Mereka barangkali tak pernah berpikir bahwa sikap kasar mereka dalam guyon bisa menghasilkan sesuatu yang kontraproduktif bagi banyak pihak.
Bagi diri mereka sendiri mungkin mereka bisa bilang “Tak masalah, mereka suka kok!” Ok, taruhlah memang demikian,? kenyataannya, tapi apakah kata ‘mereka’ itu menjamin setiap orang yang diguyoni dan penonton akan suka semuanya? Taruhlah ada sejuta orang yang berpikiran sepertiku maka peluang mereka untuk mendapatkan setidaknya tepuk tangan akan hilang dan ketika orang semakin menyadari betapa ‘menjijikkannya’ cara mereka membawakan acara terutama setelah membaca tulisan ini, kuyakin angka sejuta itu akan terus berkembang, bukannya menurun.
Bagi diri orang lain yang dijadikan sasaran guyonan, belum tentu mereka berkenan dengan guyonan kasar seperti itu. Tingkat sensitivitas manusia kan beda, dan buktinya memang pernah ada kan artis yang keberatan dengan cara guyonnya si Orgi?? Kalau aku jadi artis yang dicela di muka umum seperti itu barangkali akan sampai ujungnya juga batas sabarku. Alih-alih terpromosikan dengan baik yang ada malah public bullying yang tak mengenakkan. Sialnya lagi kalau anak-anak yang kena! Anak-anak itu mungkin tak berani bilang apapun karena siapa sih yang tak senang disapa plus dikerjain artis? Tapi pernah kalian berpikir bahwa otak dan kepribadian mereka sedang tumbuh dan mungkin ini terlalu berlebihan namun siapa yang bisa menebak akan seperti apa efek buruknya guyonan kasar itu pada dirinya kelak? Apakah guyonan itu akan membuat mereka menjadi sosok yang penakut dan minder karena punya pengalaman tak mengenakkan seperti itu?
Bagi masyarakat. Banyak orang tua berujar bahwa anak muda jaman sekarang ‘nggak punya adat dan adab’ dan kupikir harus kuakui bahwa itu benar juga. Jangan salahkan kalau aku mencomot faktor tontonan tak menyehatkan gara-gara pembawa acara yang ngawur sebagai salah satu penyebabnya. Aku toh bukan asal comot dan kupikir kalian akan setuju denganku. Contohnya saja ketika sebagian anak muda mulai menganggap guyonan ngawur sebagai hal yang wajar dan ia mengungkapkannya di depan orang tua, apa reaksi si orang tua itu selain terkaget-kaget dan akhirnya tak suka dengan si anak muda?
“Ah, orang tua mah udik! Kuno! Nggak gaul! Cara gw kan menyenangkan.. buktinya artis-artis pembawa acara di tivi juga demikian!” Hal-hal yang begini ini yang terkadang menaikkan pitam…
Kenapa kita tak mengembalikan semua pada porsinya, bahwa pembawa acara itu bukan tukang cela dan penghancur acara? Aku memang tak membayangkan kalau ada pembawa acara masa kini yang dikhususkan untuk segmen anak muda tapi pembawa acaranya hadir dengan cita rasa nan tuwir tapi setidaknya berpikirlah untuk bersikap lebih wise karena kalian dilihat oleh begitu banyak pemirsa.

“…berpikirlah untuk bersikap lebih wise karena kalian dilihat oleh begitu banyak pemirsa.”

Atau kalau mau belajar menjadi pembawa acara yang santun, ini serius, belajarlah dari program-program siaran untuk anak muda dari TVRI yang kebetulan juga kutangkap siarannya dan sering kutonton juga. Mereka membawakan acara dengan sangat santun, menghargai bintang tamu, menghormati rekan kerja sesama pembawa acara dan itu semua sekaligus akan membawa pengaruh yang baik pula untuk penontonnya.
Tunjukkanlah pada dunia bahwa orang muda tak selalu identik dengan budaya ngawur yang liar, kalian memang mungkin bukan model remaja yang suka tawur dan berkelahi, tapi cara kalian bercanda itu seperti menampar lawan bicara kalian.
Dan yang terakhir, cobalah menerima tantangan ini, beranikah kalian untuk sekali waktu membawakan acara dengan tetap guyon tapi menjauhkan dari hal-hal yang konyol di atas, lalu perhatikan apakah minat masyarakat terhadap acara itu turun atau tidak? Apakah produser dan business officer akan kelimpungan atau tidak?
Jika jawabannya adalah “Iya” itu tandanya gawat! Lebih baik kalian cepat-cepat putus kontrak ketimbang tetap di acara itu karena kalau demikian, acara itu telah sebegitu beracun sehingga ketika hal-hal yang buruk dilepas daripadanya, orang justru merindukannya kembali, sebuah anomali yang yakinlah kian hari ke depan jika tak ada perubahan signifikan akan menjadi gejala sosial yang membawa dunia ke arah yang lebih menyeramkan lagi.
Credit photo.

Sebarluaskan!

40 Komentar

  1. Setuju banget sama isi tulisan ini. Sayangnya adalah para pengiklan masih aja naro iklan di sana. Menurut pendapat saya, selama masih ada pihak yang mau memproduseri acara tersebut maka konsep seperti itu akan terus bertahan. Produsen ngikutin selera market. Nah, harus perlahan dech berpartisipasi bikin acara yang lebih berkualitas. Gak gampang, tapi bisa. Contohnya kantor saya bikin acara anak yang terkonsep dengan baik *promosi dikit*, susah sekali mencari media tv yang mau menayangkannya…tantangan di lapangan banyak banget…tapi suatu saat pasti bisa kok. Optimis :)

    Balas
  2. ngga pernah nonton TV, kalau mau dengar musik mending di YouTube atau beli CD hehehe
    BUT, tugas pembawa acara memang sulit, harus pintar membaca situasi. Untung aku cuma jadi MC di acara resmi saja ;)

    Balas
  3. Betul. Kesan yang saya tangkap mereka itu seperti gak mau kalah eksis dari pengisi acara, macam gak rela kalo hanya memperkenalkan si artis yang rata2 pendatang baru itu. Jadi perploncoan di panggung.
    dan si Orgi itu memang menjijikkan kok..

    Balas
  4. KPI udah kasih peringatan kan , tapi ndak tau tindak lanjutnya tuh. Co host ceweknya aja dicela abis2an oleh yg cowok
    Udah nggak pernah lagi nonton acara itu, menyebalkan.

    Balas
  5. Acaranya juga semrawut. Baru kali ini ada artis sedang perform tapi MC-nya ikutan tampil joget2 di panggung tsb. Nggak cuman di acara harian, tapi di panggung Award-nya pun si MC masih ikutan tampil saat artisnya perform. Ini niatnya mau menampilkan artisnya atau tidak? Pasti si artis akan terganggu juga dengan ulah si MC. Benar kata Jensen99, mereka nggak mau kalah eksis dari pengisi acaranya.

    Balas
  6. begitu juga dalam menulis, jika orang yang suka menulis di blog dengan gaya ‘gaul’ masa kini yang tidak santun, akibatnya juga banyak penulis lain yang mengikuti hal yang demikian di blognya….
    ketika ada yang tersinggung dengan tulisan itu lantas siapa yang mau disalahkan?
    *pengalaman mengalami kekerasan di blog*
    :D

    Balas
  7. Hahaha
    Menggelegar? Jadi ingat nama acara musik sebuah televisi
    Selama sistemnya masih pakai sistem rating, produser akan membenarkan semua cara
    Kapan ya asosiasi penonton televisi bisa tumbuh kuat dan mempunyai posisi tawar yang tinggi

    Balas
  8. Si orgi pernah dituntut sama.seorang artis yg merasa dia udah kelewatan kan yak.. emg perlu banyak perhatian tv skrg dr pemerintah deh.. kalau gak.rusak deh generasi muda krn kebanyakan nonton yg gak bener..

    Balas
  9. Saya ga pernah suka nonton acara itu, soalnya begitu yang bawa acara mulai ngomong2 ga jelas, kuping rasanya sakit dengernya dan langsung pengen ganti channel. Padahal awalnya mantengin acara karena musiknya bagus, tapi sayang, ga diimbangin dengan kualitas pembawa acaranya :)

    Balas
  10. Lha Om, anehnya ko’ semua itu seperti menjual kacang goreng yang laris manis. Padahal sebenarnya bukan “dewasa” saja yang menonton. Banyak anak2 dibawah umur yang ternyata sekarang lebih doyan lagu dewasa.

    Balas
  11. Meski tahu acaranya apa, namun itu tak pernah lagi saya saksikan..
    Enggak banget..

    Balas
  12. *komentar saya yang barusan ternyata belum masuk
    Daripada acara seperti ini, saya akan berusaha memilih acara yang lain. Walaupun dulu pernah beberapa kali menontonnya, tapi sekarang saya tidak suka.

    Balas
  13. aku sedikit banyak merasa bersyukur memutuskan untuk nggak beli tv, don. aku merasa acara2 televisi lokal banyak yg sama sekali nggak berkualitas. lihatnya saja pusing. dan dua pembawa acara itu memang sudah keterlaluan kok. guyonannya nggak lucu, malah cenderung kasar. apa bagusnya sih?

    Balas
  14. malas nonton tipi karena acaranya lebay dan ga mutu
    mending online baca2 berita atau muter mp3 atau nonton youtube … kita bebas memilih konten yang lebih berbobot

    Balas
  15. Istilah “laughing with you” dan “laughing at you” bedanya sebenarnya tegas. Efeknya untuk orang banyak juga sangat jauh beda, istilah yang pertama biasanya efeknya jadi menghibur, tidak ada yang tersingung dan membuat relaks sementara yang kedua cenderung bikin capek karena menjelekan orang lain dan ujungnya jadi bikin stres (orang yang gak stress liat orang di bully untuk waktu lama, rasanya cuma sosiopat atau psikopat).
    Sayangnya dua presenter tercinta kita itu gak tau beda kedua istilah itu. Apalagi untuk menerapkannya menjadi sebuah tontonan di panggung.

    Balas
  16. Hmmm… susah sih…. masalahnya siaran TV-nya (kita nontonnya) juga gratisan dan mungkin banyak yang nggak keberatan atau mungkin malah suka dan terhibur dengan gaya pembawaan mereka. Saya sendiri juga sering menyaksikan acara2 yang saya sukai tapi “dirusak” oleh pembawa acaranya atau karena hal-hal lainnya. Tapi ya begitu…… What can I do? Seperti kita membeli sebuah produk, ternyata ada bagian dari produk tersebut yang kita tidak suka! Well…. terkadang kita nggak komplen, sebenarnya dalam kasus ini hampir sama saja…. hanya bedanya yang ini: gratisan! So…. what can we do about it? Ya udah deh….. pada waktu si pembawa acara mulai nyebelin…. mungkin kita bisa men-skipnya dengan pergi ke toilet atau siapkan cemilan atau twitteran atau ngeblog dsb, nanti kalo acaranya udah bagus lagi, nah kita balik lagi, tonton tuh acara.
    Yah…. akhirul kata, mudah2an dan kita berharap saja semakin banyak orang yang mengkritik gaya pembawaan si pembawa acara, mungkin hanya dengan itu mereka mau berubah! :)

    Balas
  17. hihi…
    katam membaca tulisan ini, kok aku langsung mau ngadu antara “Komeng” melawan”Thukul Arwana” yaa…?
    tuink tuink… :D

    Balas
  18. selama 5 tahun lebih di duri gak punya TV mas, tetapi beberapa kali klo aku keluar kota dan menginap di Hotel suka iseng nonton memang mereka beneran jayus, udahlah becandanya kasar malah kadang menurutku dilucu2kan hehehehehe…
    ataukah itu mungkin sudah ada script dari produsernya?

    Balas
  19. Sepertinya sekarang ini karena jaman mulai gak beres, acara-acara pun seperti tidak punya lagi aturan yang jelas. Padahal kalau jaman dulu itu semuanya harus teratur, apa yang boleh diucapkan, apa yang tidak boleh…
    Aku jarang nonton Dahsyit itu, tapi waktu nonton pun aku heran… ini acara kok kayak guyonan pribadi rame2 di kafe ya? Kayak penting aja gitu nonton mereka.

    Balas
  20. Hal kritis seperti ini memang penting dan perlu untuk disuarakan demi kebaikan bersama. Sekedar pindah channel atau ga nonton acara itu lagi mungkin jadi solusi tercepat meski tidak menghentikan praktek bullying di tv. Kalau boleh saya mau bantu sebarkan artikel ini saja supaya makin banyak orang yang tersadar dan berhenti menelan mentah-mentah tontonan semacam ini. wasalam.

    Balas
  21. Maklum kang, itu untuk cari sensai jha…

    Balas
  22. Tuh, saya sekeluarga semua gak suka ama Olga… :mad:
    Nggak hanya gayanya yang kemayu, lawakannya juga kasar, suka main njendhul kepala. :(

    Balas
  23. Lucu tidak harus kasar, ini yang sepertinya tidak terlalu dimengerti oleh Harvey dan Orgi :). Pernah dengerin guyonan Tike dan pasangannya (aku lupa) di radio? Guyonan mereka tetap bikin seger dan menghibur di kala macet. Dan menurutku celetukan mereka (Tike dan temannya itu) menunjukkan kecerdasan mereka. Mudah2an tulisanmu ini sampai kepada para MC yang sudah salah jalan, supaya mereka bisa bercanda dengan cerdas.

    Balas
  24. Itu tidak ada bedanya dengan acara si Tiwul yang Bukan Mata-Mata itu, Don..
    Doi sudah beberapa kali ditegur dan bahkan dihentikan acaranya lantaran becandaannya yang sudah tidak layak tonton.
    Tapi, nyatanya, pihak produser bisa-bisa saja memunculkan acara itu lagi dengan nama yang sedikit dirubah.
    Setelah itu, pihak penguasa kita, diam saja, tidak melakukan tindakan apa-apa.
    Ini menunjukkan bahwa fungsi-fungsi pengawasan tidak berjalan dengan baik. Seolah, pihak berwenang hanya bekerja jika sudah ada yang “menjewer” mereka.
    Semoga tulisanmu ini dibaca dan diindahkan oleh mereka. Meski aku sedikit pesimis. Sebab, suatu waktu dulu aku pernah menulis kritikan tentang sebuah acara televisi dan kukirim ke website mereka. Jangankan tanggapan dan pembahasan atas kritikanku itu mereka buat, membalas sekedar mengucapkan terima kasih saja, tidak sama sekali mereka lakukan…

    Balas
  25. Jadi kamu addict sama pembawa acara itu yang kayak gitu Don?
    ^_^

    Balas
  26. wah, aku ketinggalan baca postingan ini.
    pancen (memang) nyebeli kok, Paklik, acara lucu-lucuan di tivi Indonesia. kesannya, semua orang bisa dijadikan obyek pelecehan, ejekan, bahkan kekerasan. mereka pada lupa, tindakan yang dipertontonkannya bisa ditiru anak-anak, dan menimbulkan kemuakan penontonnya. anehnya pengelola tivi berhala kepeng memang membiarkan dan diam-diam menyukai yang beginian… menyebalkan, ya?

    Balas
  27. Jadi kangen MTV (yang dulu) ga sih Don? Jamie Aditya dan Sarah Sechan itu lucu abis tanpa harus menghina orang… masa ga ada produser yang mau coba bikin acara musik yang beda ya

    Balas
  28. betul banget. menyebalkan dan menjijikkan. banyak yg ga suka, tapi heran masih aja banyak yg suka juga. ini selera pasar yg suka seperti itu, atau pasar dikondisikan agar mau tak mau suka sama acara macam itu. doh…

    Balas
  29. yaa,, aku nonton itu klo ada lagu2nya yg bagus aja,, tp liat tingkah mereka sangat2 menyebalkan,, dan ku liat penontonya alay semuaaaa hahaha…mau aja dsuruh kebanyakan kayak bencong bwt cowok2 yg ada dsitu, ga ada maco nya.. Plus pembawa acaranya serba lebbaayyy krn mereka bela2in ngata2in org supaaya mereka ttp laku… dan ttp eksiss,,, klo bwt gw tiada maaf bwt yg ngatain org2,,, siapa elloo ??? cm artiskan ?? bukan malaikat,, sm2 makan nasii wkwkwkwkwk….

    Balas
  30. acara televisi membuktikan kalau negara saya ini lebih membutuhkan seorang banci jadi-jadian ketimbang seorang engineer.. *curhat seorang pengguran* salam kenal bang!

    Balas
  31. dulu waktu saya kecil, jam segitu mah yang ditayangin film kartun yang menarik dan mendidik seperti doraemon, dkk. kalau dipikir2 kasian anak kecil sekarang, yang disuguhi malah acara nggak jelas dan pembawa acara ancur begitu. -___-
    (kunjungi dan follow saya di http://sucinabbila.blogspot.com/ thanks!)

    Balas
  32. Sialan banget acaranya tuh, terutama liat siorginya tuh, sama anak buahnya kalo nge bully orang paling banter, giliran dibully aja ada aja alasannya. Gak ada kapoknya, perasaan acara yang satunya pernah di banned juga, tpi bisa balik lagi. ckckckc

    Balas
  33. X_X??????????euuuh???????X_X. Jaman edan om… Yg rata2 ‘sakit’ kaya orgi malah yg laku dan kepake… Heran bener sama komunitas ky mrk malah semakin mewabah di televisi… Gaya bicara, muatan pembicaraannya pun selevel semua… Cuma bisa ngurut dada menanti perubahan… Amin

    Balas
  34. Iya om, gak mendidik dan tidak punya etika. Giliran dia yg dikatain atau dibully, malah marah marah balik dan kaya gak suka gitu dikatain. Tp dia gak mikir perasaan orang yang dia bully jg. Ckckck

    Balas
  35. Org yg ngebully adalah org stress. Org yg senang nonton org yg ngebully adalah ciri2 org sakit jiwa. Program tv dg pembawa acara keik gitu ngajarin org utk sakit jiwa. Ini salah satu cara menghancurkan moral generasi muda. Mo jd apa bangsa ini kalo generasi mudanya sakit jiwa?

    Balas
  36. Andai saja KPI punya otak cemerlang kaya penulis ini,

    Balas
  37. Pembawa acara wartawan sama seperti dokter pengacara dan guru wajib di sertifikasi supaya eling tau diri kode etik profesi dan ketentuan2 profesional……… jadi kalo guru nampar murid bisa dipolisikan. Dokter malpraktek bisa dituntut maka wartawan pembawa acara juga wajib bisa yaaahh…

    Balas
  38. Realita yang terjadi di masyarakat kita sekarang ini : Penonton/pemirsa suka dan merasa terhibur dengan acaranya, rating acara tinggi, pembawa acara-pengisi acara-dan produser sama2 senang, banyak iklan mengantri, program/acaranya “abadi” karena banyaknya “inovasi” tanpa henti. Simbiosis mutualisme, rantai yang sulit untuk dipisahkan, andai salah satu mata rantai terlepas, niscaya generasi penerus kita akan jadi lebih baik.

    Balas
    • Hukum alam… kapitalisme, konsumerisme selalu menarik tapi terkadang melupakan bahkan mematikan ide-ide yang jujur dan brilian

      Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.