Kalau yang benar-benar kusantap adalah tubuhNya sendiri, kenapa aku tak memperoleh hidup?

5 Mei 2017 | Kabar Baik

Kabar Baik Hari Ini, 5 Mei 2017

Yohanes 6:52 – 59
Orang-orang Yahudi bertengkar antara sesama mereka dan berkata: “Bagaimana Ia ini dapat memberikan daging-Nya kepada kita untuk dimakan.”

Maka kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.

Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.

Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.

Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.

Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.

Inilah roti yang telah turun dari sorga, bukan roti seperti yang dimakan nenek moyangmu dan mereka telah mati. Barangsiapa makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya.”

Semuanya ini dikatakan Yesus di Kapernaum ketika Ia mengajar di rumah ibadat.

Renungan

Apakah yang kamu santap saat komuni pada perayaan ekaristi?

“Roti… hosti!”
“Apakah hosti/roti itu?”
“Lambang Tubuh Kristus!”

Ketika lantas ada yang memberitahu bahwa sejatinya itu adalah Tubuh Kristus sendiri, kamu geleng-geleng kepala dan menertawakan, “Itu roti! Jelas-jelas itu roti, gimana mungkin itu tubuh Kristus?!”

Dulu waktu aktif dalam kegiatan apologetika, konon jurus terampuh untuk meyakinkan orang yang bertanya dan mempertahankan iman terhadap apakah yang kita santap adalah dengan mengembalikan semuanya ke kitab suci, ke Kabar Baik dan salah satunya hari ini saat Yohanes menuliskan apa yang diucapkan Yesus, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.”

Tapi itu kan yang nulis Yohanes, Don! Lagipula kita tak tahu apakah tulisan Yohanes yang ada sekarang adalah apa yang benar-benar ditulisnya dulu? Bisa jadi dimodifikasi oleh Gereja untuk mendapatkan legitimasi bahwa yang dimakan saat komuni itu memang benar-benar Tubuh Kristus!

Kalau begini biasanya mandeg. Lantas apa yang perlu dijawab oleh apologetik untuk mempertahankan imannya?

Setelah bertahun-tahun kuberpikir cara terbaik mempertahankan iman, berapologetik tentang hal ini barangkali demikian…

#1 Kalau percaya, percayalah seutuhnya!

Kalau kamu percaya pada pacarmu kenapa kamu tak percaya pada Tuhanmu secara utuh! Kamu percaya pacarmu cantik, tapi ketika ia sedang tak pakai make-up kamu berusaha sekuat tenaga untuk tetap bilang bahwa ia cantik. Kamu percaya bahwa Tuhanlah yang memberimu segala berkat dan kebahagiaan kenapa kamu tak mencoba untuk sedikit berkeringat demi percaya bahwa yang kita makan saat perayaan ekaristi adalah dagingNya dalam rupa roti dan yang kita minum dari cawan adalah darahNya dalam rupa anggur?

#2 Nggak percaya? Carilah Tuhan lainnya!

“Enggak! Aku nggak gila! Itu roti bukan tubuhNya!”?OK! Santai, Sob… santai… jangan esmosi gitu ngomongnya. Mari berpikir dengan kepala dingin…

Bayangkan kamu pergi ke warung bakso. Kamu didatangi pelayannya yang membawakanmu semangkok bakso, “Baksonya, Mas?”

Kamu bilang, “Iya!” Kamu meng-amini-nya lalu kamu pun menyantapnya dengan lahap.

Aku yang duduk di sebelahmu bertanya, “Enak baksonya, Sob?” Kamupun menjawab, “Ini bukan bakso! ini simbol bakso!”

Ketika kamu maju ke depan untuk menerima komuni, uskup/pastor/diakon/prodiakon menawarimu Tubuh Kristus dalam rupa roti dan memintamu konfirmasi, “Tubuh Kristus?”

Kenapa kamu bilang “Amin!” kalau kamu tak percaya bahwa apa yang kamu makan itu adalah benar-benar TubuhNya? Kenapa kamu tak bilang ke mereka, “Itu bukan Tubuh Kristus! Itu simbol Tubuh Kristus! Jadi saya tak mau mengucapkan amin!”

Jadi? Pikirkan sekali lagi, Sob! Pikirkan sebelum kamu percaya dan bilang “Amin!” dan pikirkan sebelum kamu memutuskan untuk tidak percaya dan meninggalkan Gereja demi mencari ‘tuhan’ yang lainnya.

#3 Ini yang paling susah! “Ya! Aku percaya!”

Lho, kok yang paling susah, bukankah sejak awal kita diminta percaya? Yup! Sikap menerima dan percaya itu tak mudah, menentukan sikap selanjutnya setelah kita benar-benar percaya, juga tak lebih mudah!

Ketika kita sudah percaya bahwa yang kita santap adalah benar-benar Tubuh Kristus, pertanyaannya sekarang adakah kita mempunyai hidup di dalam diri seperti yang dikatakan Tuhan hari ini?

Mempunyai hidup menurutku adalah menerima Yesus di dalam diri karena Ia adalah Tuhan yang hidup. Sudahkah kita melakukan hal tersebut? Sudahkah kita memutuskan untuk bersikap seperti Yesus yang menyerahkan seluruh hidup dan mengorientasikannya sepanjang waktu untuk Bapa yang mengutus Yesus?

Orang yang bersikap demikian adalah orang yang memuliakan Allah dalam setiap jengkal hidup. Berani memilih yang baik dari yang buruk meski yang baik tak selamanya menyenangkan dan yang buruk itu mengenyangkan? Berani mengambil tindakan yang menguntungkan Allah meski mungkin untuk itu kita jadi tak populer, dihujat, ditentang?

Kalau belum berani atau kalau tak kunjung berani, takutnya kepercayaanmu itu dengan mudah kamu bantah sendiri, “Kalau yang kumakan itu adalah Tubuh Kristus, kenapa aku tak memperoleh hidup?”

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.