KABAR BAIK VOL.59/2016 ? Berbuah di gereja, menjadi sampah di masyarakat!

28 Feb 2016 | Kabar Baik

KABAR BAIK HARI INI, 27 FEBRUARI 2016

Lukas 13:1 – 9
Pada waktu itu datanglah kepada Yesus beberapa orang membawa kabar tentang orang-orang Galilea, yang darahnya dicampurkan Pilatus dengan darah korban yang mereka persembahkan.

Yesus menjawab mereka: “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena mereka mengalami nasib itu?

Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian.

Atau sangkamu kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem?

Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian.”

Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini: “Seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya.

Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma!

Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!”

Renungan

Dalam Kabar Baik hari ini, Yesus bicara keras.

Melalui perumpamaan pohon ara yang tak berbuah tapi tumbuh di tengah kebun anggur, Ia ingin bicara tentang betapa menyenangkan menjadi benalu. Sebuah kelompok/seseorang mendapatkan segala berkat yang melimpah tapi tak pernah berbuah. Kehadirannya malah mengganggu orang-orang di sekelilingnya yang seharusnya mendapat berkat yang sama banyaknya dan diharapkan untuk berbuah.

Uniknya, pohon ara tersebut tidak langsung ditebang. Ia masih diberi waktu untuk berbuah setahun ke depan.

Pohon ara itu kubayangkan pastilah rimbun.
Batang pokoknya kekar dan berlengan dahan yang kuat menopang. Dedaunannya hijau nan tebal, seperti memberi perlindungan meneduhkan kepada mereka yang berada di bawahnya.

Tapi hanya rasa teduh yang ditawarkan, ia tidak sanggup mengenyangkan, tidak menghasilkan.

Malah, kerimbunannya menutupi asupan sinar matahari untuk pohon anggur yang ada di bawahnya.

Orang seperti pohon ara itu adalah mereka yang rajin menerima firman, pelayanan kesana kemari, sangat rajin ke gereja. Setiap ada acara retret dan rekoleksi dan acara-acara semacam kebangkitan rohani, selalu muncul dan tampak sangat khusuk. Kalau berdoa dalam bahasa Jawanya, ndhakik-ndhakik?.

Tapi mereka sangat jarang memberikan pelayanan langsung kepada sesama. Tak peduli kalau ada yang kesusahan. Berlaku sok sibuk saat tenaganya dibutuhkan tetangga yang kesusahan. Mengemplang pajak karena ia berpikir yang penting toh pelayanan dan membuang sampah sembarangan dengan alasan, ?Ini kan pelayanan untuk masyarakat! Levelnya ada di level empat setelah pelayanan kepada Tuhan, keluarga lalu komunitas keagamaan!? Mereka tak sadar, Paus Fransiskus pun sangat peduli terhadap alam bahkan mengeluarkan ensiklik khusus membahas tentang hal itu belum lama ini.

Mereka adalah orang-orang yang maunya menerima ?susu? dari Tuhan tanpa pernah berpikir untuk menyalurkan apa yang sudah diterimanya kepada sesama.

Pohon ara yang berbuah adalah pohon yang tak hanya menerima berkat Tuhan tapi juga memberikan apa yang telah diterima kepada sekitarnya. Mereka adalah orang-orang yang mau terjun ke lapangan, membantu yang kesusahan tanpa melihat perbedaan, menyediakan diri ketika ada yang memerlukan dan mempertaruhkan nyawa demi kebenaran dan keadilan.

Mereka melakukannya dengan penuh ikhlas dan syukur. Syukur atas kebesaran hati Tuhan membiarkan ia ada dan tumbuh serta hidup di tengah kebunNya.

Jadi, marilah kita berbuah.
Tak hanya bangga ketika kita sering ke gereja, mengerti tradisi dan aturan gereja, aktif dalam pelayanan, mengerti dan hafal firman serta kenal dengan ratusan pastor dan lebih dari dua belas uskup banyaknya.

Tapi berbuahlah di masyarakat. Mengenali mana yang paling berkekurangan di sekitar kita lalu memberikan makan, menawarkan minuman, memberikan tumpangan, melawat dan merawat karena dalam diri mereka, kita menemukan Tuhan yang harus kita beri belarasa.

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.