KABAR BAIK VOL.48/2016 ? Stop At Nothing

17 Feb 2016 | Kabar Baik

KABAR BAIK HARI INI, 17 FEBRUARI 2016

Lukas 11 : 29 – 32
Ketika orang banyak mengerumuni-Nya, berkatalah Yesus: “Angkatan ini adalah angkatan yang jahat. Mereka menghendaki suatu tanda, tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus.

Sebab seperti Yunus menjadi tanda untuk orang-orang Niniwe, demikian pulalah Anak Manusia akan menjadi tanda untuk angkatan ini.

Pada waktu penghakiman, ratu dari Selatan itu akan bangkit bersama orang dari angkatan ini dan ia akan menghukum mereka. Sebab ratu ini datang dari ujung bumi untuk mendengarkan hikmat Salomo, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Salomo!

Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama angkatan ini dan mereka akan menghukumnya. Sebab orang-orang Niniwe itu bertobat waktu mereka mendengarkan pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Yunus!”

RENUNGAN

Dalam Kabar Baik hari ini, Yesus menyatakan bahwa diriNya adalah yang terbesar dan terbaik dibandingkan dengan para pendahulu termasuk Salomon dan Yunus yang sangat diperhitungkan kaum Israel.

Persoalannya sekarang adalah, apakah kita juga sudah menjadi yang terbaik dalam hal-hal yang berkenan kepadaNya?

Menerima Yesus berarti menerima keutuhan diriNya termasuk sifat ke-terbaik-anNya dan merefleksikanNya dalam setiap langkah hidup kita. Karena Yesus adalah yang terbaik, maka langkah hidup yang kita ambil haruslah selalu yang terbaik pula dibandingkan dengan kaum-kaum lain yang menerima nabi-nabi lainnya.

Bagaimana menjadi yang terbaik? Tidak mudah dan cenderung susah. Bukan perkara bisa atau tidak bisa, tapi perkara motivasi dan usaha tanpa henti.

Aku terinspirasi pada satu kampanye online yang sedang diadakan oleh perusahaan tempatku bekerja di sini. Stop at nothing, demikian slogannya berbunyi.

Melakukan yang terbaik itu tidak mengenal berhenti, alias stop at nothing. Setiap kita diberikan hari baru, itu berarti kita harus berbuat lebih baik lagi dari hari sebelumnya.

Salah satu contoh nyata adalah merujuk pada apa yang dilakukan Pak Suroto dan Bu Elizabeth, orang tua almarhumah Ade Sara. Kurang hancur apa hati seorang ayah dan ibu seperti mereka melihat anak tunggalnya dibunuh kawan dekatnya sendiri?

Namun bahkan ketika jasad Ade Sara belum dikuburkan, mereka berdua memilih untuk memaafkan pembunuhnya. Itu adalah awalan yang baik meski kita bisa saja berkomentar, ?Ah, itu cuma spontan aja!?

Tapi yang terjadi kemudian, hari demi hari, Pak Roto dan Bu Elizabeth sekuat tenaga mempertanggungjawabkan ucapan pemberian maafnya itu dalam wujud nyata.

Mereka datang ke persidangan kasus pembunuhan anaknya; bukan karena ingin melihat para pembunuh diadili, tapi justru ingin memberikan support karena mereka tahu konsekuensi hukum yang dihadapi tidak ringan.

Ketika akhirnya pembunuh anaknya diganjar hukuman berat, seumur hidup, Pak Roto dan Bu Elizabeth tetap berusaha menjenguknya di penjara untuk sekadar menanyakan kabar dan penghiburan karena mereka tahu dihukum seumur hidup saat usia masih muda adalah jauh dari menyenangkan.

Kawan, mari berkaca pada Pak Roto dan Bu Elizabeth ini.?Setiap hari kita bisa berjanji dan menepati janji untuk berbuat baik dan kita percaya kebaikan itu menyenangkan Allah. Tapi terpikirkah kita untuk berbuat lebih baik lagi dari segala kebaikan yang pernah kita perbuat? Stop at nothing? Seperti Yesus yang tak bisa dihentikan dan diperbandingkan kebaikannya dengan Salomon dan Yunus dan semua nabi yang telah dan pernah akan ada…

Aku pernah menuliskan tentang Ade Sara, Pak Roto dan Bu Elizabeth di sini.

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.