KABAR BAIK VOL.44/2016 ? Yang paling benar

13 Feb 2016 | Kabar Baik

KABAR BAIK HARI INI, 13 FEBRUARI 2016

Lukas 5:27 – 32
Kemudian, ketika Yesus pergi ke luar, Ia melihat seorang pemungut cukai, yang bernama Lewi, sedang duduk di rumah cukai. Yesus berkata kepadanya: “Ikutlah Aku!”

Maka berdirilah Lewi dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Dia.

Dan Lewi mengadakan suatu perjamuan besar untuk Dia di rumahnya dan sejumlah besar pemungut cukai dan orang-orang lain turut makan bersama-sama dengan Dia.

Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bersungut-sungut kepada murid-murid Yesus, katanya: “Mengapa kamu makan dan minum bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?”

Lalu jawab Yesus kepada mereka, kata-Nya: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit;

Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.”

RENUNGAN

Aku ingin mengambil sudut pandang yang agak berbeda pada renungan Kabar Baik hari ini. Sudut pandang sebagai Yesus, sudah banyak yang mengulas. Sudut pandang sebagai orang Farisi, barangkali sama banyaknya.

Mari berandai-andai jadi para tukang cukai, teman-teman Lewi yang diundang ke acara makan-makan.

Ketika menerima undangan makan dari Lewi tentu mereka terkejut. ?Hah, Yesus? Serius nih si Lewi ngundang Yesus?? Waktu itu Yesus sudah semakin dikenal sebagai orang yang sering membuat mukjizat dan membawakan pengajaran di sana-sini.

?Wah, jangan-jangan Lewi sudah berubah, Bro?? kata seseorang kawan.

?Bisa jadi sih. Katanya dia juga udah ninggalin semuanya.. eh tapi belum tentu juga, kalau dia meninggalkan semuanya kenapa masih bisa ngundang makan-makan kita? Uang darimana?? tukas si tangkas, kawan yang lainnya lagi.

?Berpikir positif ajalah. Berpikir bahwa Lewi berhasil membujuk Yesus untuk berada bersama kita karena denger-denger Dia ini dimusuhi orang-orang Farisi!?

Orang-orang Farisi dikenal sebagai imam agama dan menunjung tinggi Taurat. Sudah barang tentu para pemungut cukai membenci mereka karena mereka tak bisa menarik pajak (karena ke-imam-annya) dan mereka tahu bahwa orang-orang Farisi sebenarnya adalah orang yang sangat munafik.

?So fingers crossed deh Yesus ada di pihak kita!?

Sekarang, mari kita berandai-andai jadi orang-orang yang tak berduit dan merasa sudah benar.

Hah!? Yesus makan-makan bersama orang kaya pemungut cukai??Apa-apaan? Tempo hari dia bilang kalau orang kaya akan susah masuk surga bahkan lebih mudah unta masuk ke lubang jarum tapi kenapa sekarang begini?

Apa Ia telah berubah? Atau jangan-jangan justru inilah wajah asliNya dan selama ini Ia menunjukkan kemunafikan melalui hal-hal baik yang ditunjukanNya.

?Eh, tapi bagaimana dengan mukjizatnya?? tanya seorang teman.

?Ya bisa jadi Ia pakai mejik! Pake trick dibantu murid-muridNya!? ujar kawan yang lainnya.

?Ohhhhh? pantes waktu itu Ia menghindar dan memilih untuk naik perahu sendiri dan menghindar dari kita? Mungkin Ia tak nyaman dan para pemungut cukai itu lantas memberikan perahu baru yang nyaman untuknya. Juru selamat palsu!?

?Gue bilang juga apa? yang juru selamat asli tuh sebenarnya si Yohanes Pembaptis, Bro!?

Dari dua sudut pandang yang sebenarnya tak mewakili keseluruhan, kita bisa lihat siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan.

Pihak yang paling diuntungkan dengan kondisi ini sebenarnya adalah kawan-kawan si Lewi, para pemungut cukai.

Kalau Yesus bisa dibujuk untuk berada di pihak mereka, entah dengan jalan disuap perahu baru atau yang lain, mereka bisa mengalahkan kaum Farisi dan itu berarti, cukai bisa ditarik dari para imam-imam munafik itu.

Tapi, andai pun Yesus yang berhasil menarik mereka, yang selamat juga adalah mereka sendiri karena pertobatan yang dilakukan seperti yang telah Lewi lakukan.

Yang paling merugi? Jelas tampak yaitu mereka yang merasa paling benar.?Orang-orang yang merasa paling benar pada awalnya mungkin memang benar. Tapi sekalinya jadi benar tak berarti selamanya akan demikian.

Rasa iri dengki, perasaan ditinggalkan menggosok-gosok ego untuk jadi besar dan akhirnya menyombongkan diri, berjumawa seolah dirinyalah yang paling benar.

Jadi, kapan kita bisa berhenti untuk merasa yang paling benar? Jangan lama-lama, Tuhan menanti di tikungan depan…

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.