Kabar Baik Hari Ini, 8 Februari 2017
Markus 7:14 – 23
Lalu Yesus memanggil lagi orang banyak dan berkata kepada mereka: “Kamu semua, dengarlah kepada-Ku dan camkanlah.
Apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya.” (Barangsiapa bertelinga untuk mendengar hendaklah ia mendengar!)
Sesudah Ia masuk ke sebuah rumah untuk menyingkir dari orang banyak, murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya tentang arti perumpamaan itu.
Maka jawab-Nya: “Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya, karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban?” Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal.
Kata-Nya lagi: “Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan.
Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang.”
Renungan
Dalam soal makanan, jadi orang Katolik itu mudah! Tak ada pantangan, semua tumbuhan dan hewan, halal untuk dimakan.
Mau bayam, lengkuas, ketumbar…
Mau buaya, kangguru, babi, kerbau, sapi, ayam, kambing, katak, kuda, anjing hingga ikan teri … bebas, semua halal!
Kok bisa?
Bisa! Yesus yang menjaminkan seperti ditulis Markus hari ini. Lalu kadang ada segelintir dari kita merasa sok jumawa hanya karena diberi kebebasan ini. Sombong dan pamer hanya karena kita dibebaskan sementara mereka, saudara kita dari agama lain, tak demikian.
Padahal, apa yang sebenarnya harus dibanggakan?
Itu kan hak, Don! Kita diberi hak yang berbeda dari kaum lain, bangga dong!
Betul kamu bangga pada hak yang kamu terima, tapi apa yang sudah kamu lakukan untuk sesama? Sudahkah sama besarnya dengan hak yang kita bangga-banggakan itu?
Kita seharusnya berbangga ketika kita bisa berbuat banyak kebaikan, membela yang lemah dan melawan kemungkaran, bijak dan bajik dalam hidup, meski kita dihalalkan makan apapun.
Bagiku, kelonggaran yang diberikan Yesus tentang makan-makanan ini adalah wujud dari prinsip bebas bertanggung jawab yang seperti menjadi ciri pengajaranNya. Yesus membebaskan kita untuk makan apapun yang kita suka asal bertanggung jawab termasuk dalam hal bagaimana kita mengelola kebebasan itu termasuk kesehatan.
Loh, Don? Apa hubungannya?
Bayangkan, karena dibebaskan makan apapun, kita lantas layaknya orang murka, hidangan apa saja dilahap hingga tandas seolah tak ada hari esok. Akibatnya kolesterol, gula darah, dan tekanan darah saling adu tinggi-tinggian. Ketika tak terkontrol sama sekali, kesehatan limbung, serangan jantung atau stroke padahal anak masih kecil-kecil, tanggung jawab dan angsuran hutang masih banyak.
Itu kan namanya musibah, Don?
Betul! Musibah! Tapi seperti halnya Ahok yang berhasil mengelola banjir dan Jokowi yang mengatasi kebakaran hutan, kita pun sebenarnya dikaruniai akal dan budi untuk menjauhi resiko sakit penyakit yang disebabkan oleh gaya hidup itu tadi dengan jalan mengelola serta menakar makanan yang hendak kita makan.
Memang tak jaminan 100 persen bahwa kalau kamu makan teratur lantas tak kena sakit-penyakit, namanya juga hidup, Mas Bro! Tapi setidaknya berusaha, memanfaatkan akal dan budi untuk mengelola kebebasan yang diberikan Tuhan kepada kita, termasuk dalam hal makanan menurutku adalah hal yang wajib juga kita lakukan. Ingat lho, Thomas Aquinas pernah menulis begini, “Iman adalah satu kegiatan akal budi yang menerima kebenaran ilahi atas perintah kehendak yang digerakkan oleh Allah dengan perantaraan rahmat.”
Jadi?
Masih berani makan babi, kambing, anjing, katak, sapi dan yang lainnya? Boleh-boleh saja, sah-sah saja karena Tuhan membebaskan… asal tahu takaran!
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan