Kabar Baik Hari Ini, 5 Februari 2017
Matius 5:13 – 16
“Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.
Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu.
Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”
Renungan
Hoax dimana-mana!
Di sosial media, orang beradu berita bohong bahkan saat dirinya sendiri tak tahu kebenaran berita yang mereka sebarkan. Pokoknya asal menyerang lawan politik, asal terdengar bagus untuk menyokong jagoannya, kita lemparkan berita maupun foto itu sambil ditambahi bumbu-bumbu penyedap sedikit biar seru dan heboh, boleh juga!
Menjadi garam dan terang dunia, dalam era digital yang rentan terhadap penyebaran berita palsu alias hoax seperti sekarang ini, kita bisa memilih sikap untuk tak meneruskan apa yang telah disebarkan selama kita tak yakin apakah berita itu benar atau tidak, bermanfaat atau tidak bagi orang lain, berguna atau tidak bagi kita lalu berujung pada apakah dengan membagikan berita itu maka kita turut memperbesar kemuliaan Allah di dunia atau tidak?
Misalnya ada berita tentang percakapan seronok orang mirip tokoh yang dibenci sebagian besar masyarakat dengan seorang wanita yang konon adalah selingkuhannya. Publik ramai seolah ingin melakukan aksi balas dendam terhadap si tokoh, kita pun ikut berapi-api untuk menyebarkan. Biar tau rasa dia! Dia kan selama ini nggak pernah ngerti bagaimana rasanya disudutkan! Begitu alasannya sembari memencet tombol ‘Share’ dan tersebarlah berita itu.
Donny, tapi itu bukan hoax! Konon itu berita benar lho! Perilaku seksualnya memang menyimpang!
OK. Katakanlah demikian, katakanlah berita itu nyata dan bukan hoax tapi apakah gunanya bagi kita? Apakah dengan kita menyebarkan kabar itu maka tokoh itu akan bertobat? Apakah dengan menyebarkan kabar itu maka orang-orang yang pernah disakiti si tokoh akan terobati sembuh betul?
Sebagai garam dan terang dunia, kita pantang untuk membagikan kabar semacam itu. Kalau kita benci terhadap si tokoh lalu menyebarkan hoax tentangnya, apa bedanya kita dengan dirinya yang juga menebar fitnah untuk menyakiti orang lain?
Akankah tugas sebagai garam dan terang dunia dalam hal perlawanan hoax berhenti saat kita telah berhasil menahan diri untuk tidak ikut menebar hoax? Belum. Itu baru langkah awal! Sebagai terang dan garam dunia, kita harus berani memberi warna lain kepada dunia yang gelap temaram nan hambar.
Warna lain di sini tentu adalah banyak hal-hal positif yang ada dalam jalanNya. Tak melulu harus yang berbau agamis seperti Kabar Baik yang kutulis dan kupublikasikan selama ini, ketika kamu bercerita tentang hal-hal positif di sekelilingmu pun, itu sudah lebih dari cukup.
Misalnya tentang bagaimana caramu membangun kejujuran pada diri anak-anak berdasarkan pengalaman sehari-hari. Bayangkan kalau tips-mu lantas dibaca banyak ibu-ibu di luar sana dan mereka mempraktekannya kepada anak-anak mereka. Dua puluh, tiga puluh tahun ke depan, apa yang kamu lakukan saat ini akan berbuah ketika angka korupsi di masa itu menurun hanya gara-gara hal sepele karena kamu membagikan cerita tentang kejujuran tersebut kepada anakmu, dan dari ibu-ibu yang membaca tulisanmu kepada anak-anak mereka.
Atau kalau misalnya kamu membagikan tips bagaimana cara memasak sambel yang membuat suamimu tak sabar untuk pulang selepas kantor karena ingin santap malam bersama dengan sambel bikinanmu. Ada berapa banyak rumah tangga bisa terselamatkan hanya gara-gara tipsmu bikin sambel dibaca lalu dipraktekkan istri-istri di luaran sana padahal semula ada banyak suami yang sudah berencana selingkuh sepulang kerja, tapi karena mereka terpancing sambel bikinan istrinya, mereka melupakan ‘sephia’-nya lalu ngeloyor pulang ke rumah karena lapar membayangkan sambel itu…
Hal yang sepele lainnya, kamu punya sepetak tanah lalu kamu berpikir untuk menanam lombok dan tomat di petak tersebut lantas kamu mengunggahnya di social media. Kamu telah menyebarkan kabar baik, kabar tentang bagaimana memanfaatkan alam dengan sebaik-baiknya sehingga berguna bagi kehidupan.
Bayangkan kalau karena kamu mengunggah cerita tentang bercocok tanam lantas ratusan bahkan ribuan orang berpikir yang sama bukankah itu baik untuk lingkungan hidup, konservasi tanah karena itu adalah salah satu ajaran gereja juga?
Wah, bener juga sih, Don… tapi, kalau beneran demikian kasian penjual lombok dan tomat dong! Lalu mereka harus jualan apa kalau semua sudah punya lombok dan tomat?
Errrrr… bener juga ya? Ya jualan garam ajalah! Garam dunia! Hahahaha…
0 Komentar