Kabar Baik Vol. 350/2016 ? Menemukan padang gurun di Thamrin dan Sudirman

15 Des 2016 | Kabar Baik

Kabar Baik Hari Ini, 14 Desember 2016

Lukas 7:24 – 30
Setelah suruhan Yohanes itu pergi, mulailah Yesus berbicara kepada orang banyak itu tentang Yohanes: “Untuk apakah kamu pergi ke padang gurun? Melihat buluh yang digoyangkan angin kian ke mari?

Atau untuk apakah kamu pergi? Melihat orang yang berpakaian halus? Orang yang berpakaian indah dan yang hidup mewah, tempatnya di istana raja.

Jadi untuk apakah kamu pergi? Melihat nabi? Benar, dan Aku berkata kepadamu, bahkan lebih dari pada nabi.

Karena tentang dia ada tertulis: Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan-Mu di hadapan-Mu.

Aku berkata kepadamu: Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak ada seorangpun yang lebih besar dari pada Yohanes, namun yang terkecil dalam Kerajaan Allah lebih besar dari padanya.”

Seluruh orang banyak yang mendengar perkataan-Nya, termasuk para pemungut cukai, mengakui kebenaran Allah, karena mereka telah memberi diri dibaptis oleh Yohanes.

Tetapi orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat menolak maksud Allah terhadap diri mereka, karena mereka tidak mau dibaptis oleh Yohanes.

Renungan

Padang gurun dalam bahasa ‘Kitab Suci’ sering dianggap sebagai tempat atau kondisi dimana kita memilih menepi dari riuhnya hidup yang kompleks.

Pagi ini Yesus bertanya lantang, untuk apa kamu menepi? Apa yang kamu cari?

Ada banyak orang yang memerlukan diri untuk mengambil ‘cuti’ dari rutinitas hidup yang mencekik.

Ada yang memilih berkeliling dunia menghabiskan tabungan yang memang direncanakan untuk itu. Ada lagi orang yang memilih mengikuti seminar-seminar tentang motivasi hidup. Ada juga yang mengambil cuti tapi lantas berkumpul di lapangan besar untuk berdemo, ya macam-macamlah jadinya…

Salahkah hal itu? Setiap orang punya kehendak bebas dan tak ada yang boleh melarang karena Tuhan pun tidak, Ia membebaskan. Perkara salah atau benar itu biar jadi keputusan Tuhan saja, jadi jangan cenderung terlalu mudah menyalahkan sekeliling dan orang lain!

Tapi kembali ke topik, perlukah kita sejatinya menepi?
Bagaimana jika hidup tak mengijinkan kita untuk bahkan mengambil satu hari libur saja? Atau katakanlah libur tapi pikiran kita tak bisa lepas dari permasalahan-permasalahan yang bagaikan moncong senapan berada di atas telinga, siap ditembakkan dan membunuh kita kapan saja?

Nah, di sinilah tantangannya.
Tantangan untuk menemukan ‘padang gurun’ di tengah sibuknya lalu lintas dan perekonomian di Thamrin dan Sudirman CBD, di tengah riuhnya dunia bisnis di Martin Place di Sydney atau di kota manapun tempat putaran hidup dunia dipusatkan dan dijalankan.

Kita harus memberanikan diri untuk menciptakan sebuah meditasi atau kalau bisa bahkan berkontemplasi di tengah kesibukan. Menilik apa yang kita kerjakan dalam dunia bisnis, dalam relasi dengan teman, bahkan dalam perjuangan kita mengatasi masalah demi masalah lalu merefleksikannya ke dalam konteks spiritual, tentang bagaimana mengaitkan apa yang sedang kita hadapi ke dalam Tuhan.

Waduh, Don! Kalau begitu mana bisa fokus kerja? Loe enak kerja di kantor, lha gue kerja di lapangan, di pasar. Masa angkut beras sambil ngalamun, bisa ditoyor juragan, Don!

Kuncinya adalah berhenti sejenak dan kesejenakan itu fleksibel. Bisa satu menit, sepuluh menit tapi jangan berjam-jam karena itu bisa-bisa jadi pertanda kamu malas dan menggunakan alasan kontemplasi untuk meninabobokan kemalasanmu sendiri!

Mengambil waktu satu menit, memulai dengan mengatur nafas, menyadari bahwa ketika bernafas, ada organ-organ tubuh kita yang bekerja untuk menjalankan mekanismenya. Lalu dalam hening kita mencari satu, satu saja persoalan atau keadaan yang sedang atau baru saja kamu hadapi. Lalu bayangkan kamu berhadapan dengan Tuhan dan biarkan Ia berbicara dalam batinmu.

Aku sering gagal melakukan ini dengan alasan terlalu sibuk. Tapi sebisa mungkin aku melakukannya setidaknya sekali dalam sehari.

Ada sebuah aplikasi yang kuinstall di iPhone, Breathe namanya. Aplikasi itu membantuku untuk mencapai kesadaran bahwa aku harus mengatur nafas seperti yang kujelaskan di atas. Aku cukup terbantu dengan Breathe meski ketika aku sudah benar-benar bisa tenang, handphone ya kulepas karena Tuhan yang kucari seperti yang Yesus bilang di Kabar Baik hari ini, “Jadi untuk apakah kamu pergi (ke padang gurun)? Melihat nabi? Benar, dan Aku berkata kepadamu, bahkan lebih dari pada nabi.”

Dalam keheningan pribadi, dalam kontemplasi di tengah aksi, kita menemukan wajah Yesus yang lebih dari nabi karena Ia adalah Tuhan itu sendiri.

Yuk, dipraktekkan!

Oh ya, teman-teman, aku membuat survey/angket ?Kabar Baik?. Aku memerlukan feedback/saran/kritik terhadap serial Kabar Baik yang kuterbitkan setiap hari tahun ini. Silakan dilihat di sini. Terima kasih ya!

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.