Kabar Baik hari ini, 27 November 2016
Matius 23:37 – 44
“Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia.
Sebab sebagaimana mereka pada zaman sebelum air bah itu makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, dan mereka tidak tahu akan sesuatu, sebelum air bah itu datang dan melenyapkan mereka semua, demikian pulalah halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia.
Pada waktu itu kalau ada dua orang di ladang, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan; kalau ada dua orang perempuan sedang memutar batu kilangan, yang seorang akan dibawa dan yang lain akan ditinggalkan.
Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu pada hari mana Tuhanmu datang.
Tetapi ketahuilah ini: Jika tuan rumah tahu pada waktu mana pada malam hari pencuri akan datang, sudahlah pasti ia berjaga-jaga, dan tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar.
Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga.”
Renungan
Kalau kutanya, kenapa kedatangan Anak Manusia tak diberitahukan tanggal dan waktu pastinya?
Jawabannya bisa diambil dari Kabar Baik hari ini, kalau kita diberitahu, kita pasti akan berjaga-jaga dan tak membiarkan kemah kita dibongkar.
Tapi kalau kutanya lagi, kenapa Tuhan seolah takut bahwa kita akan berjaga-jaga? Meski analoginya adalah pencuri, benarkah Ia adalah seorang pencuri?
Jawabannya barangkali akan begini, “Kalau diberitahu kapan kiamatnya, kamu pasti akan hidup dengan baik-baik, Don!”
Pertanyaanku ketiga adalah, “Ada yang salah dengan hidup baik-baik? Bukankah itu yang dimaui oleh Tuhan?”
Dan kalian mungkin akan tetap berkelit, “Ia mau kita hidup baik-baik secara tulus.”
“Tulus? Seperti apa yang tulus dan seperti apa yang tidak tulus?”
Hahahaha…
Bingung? Aku tentu setuju dengan jawaban kalain tapi aku menafsirkan Kabar Baik hari ini dengan caraku sendiri.
Bagiku kenapa Anak Manusia tak memberitahu kapan hari kedatanganNya adalah justru supaya kita tetap bisa fokus pada pembangunan kemah kita tanpa pernah takut kehilangan karena tahu ‘tanggal mainnya’.
Sekarang yang menarik adalah, apakah kemah itu? Aku mengartikan kemah sebagai upaya pelayanan kita terhadap Tuhan dan sesama. Setiap kita memuji Tuhan, datang ke perayaan ekaristi, kita membangun iman, kita membangun kemah.
Setiap kita membantu sesama, memberi sumbangan pada tetangga yang memerlukan, mengantarkan orang yang membutuhkan pertolongan ke rumah sakit, kita menyempurnakannya, kemah-kemah itu.
Nah, bayangkan kalau Tuhan memberi tahu bahwa Ia akan datang tanggal sekian, bulan sekian dan tahun sekian, bisa jadi kita memang akan lebih fokus membangun kemah-kemah itu, tapi alasan fokus tak lagi pada ‘demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar dan demi sesama’ tapi demi terangkatnya kita dan keselamatan kita pada Hari Kiamat.
Disitulah aku meletakkan arti kata ‘berjaga-jaga dan tak membiarkan kemahnya dibongkar’. Bukan karena Ia tak suka kita bersiap-siap, bukan karena Ia tak suka kita jadi orang baik, tapi justru karena Ia mau kita bersiap-siap dan menjadi orang baik karena kita tak pernah tahu kapan waktu Ia datang, kapan waktu Ia meringkus kemah-kemah kita ini.
Setuju?
0 Komentar