Kabar Baik hari ini, 7 November 2016
Lukas 17:1 – 6
Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Tidak mungkin tidak akan ada penyesatan, tetapi celakalah orang yang mengadakannya.
Adalah lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya, lalu ia dilemparkan ke dalam laut, dari pada menyesatkan salah satu dari orang-orang yang lemah ini.
Jagalah dirimu! Jikalau saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia, dan jikalau ia menyesal, ampunilah dia.
Bahkan jikalau ia berbuat dosa terhadap engkau tujuh kali sehari dan tujuh kali ia kembali kepadamu dan berkata: Aku menyesal, engkau harus mengampuni dia.”
Lalu kata rasul-rasul itu kepada Tuhan: “Tambahkanlah iman kami!”
Jawab Tuhan: “Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu.”
Renungan
Aku tertarik mencermati apa yang terjadi di bagian awal Kabar Baik hari ini dan tanggapan para rasul.
Pada bagian awal, Yesus bicara tentang kemungkinan adanya penyesatan, menegur saudara yang berdosa serta mengampuni yang bersalah pada kita meski ia telah tujuh kali sehari melakukan hal yang sama.
Lalu tiba-tiba para rasul yang diajak bicara menanggapi, “Tambahkanlah iman kami!”
Waktu kecil dulu, almarhumah Mama sering meminta tolong aku untuk membelikan keperluannya sepulang sekolah. Jadi kebetulan waktu itu aku sudah dipercaya naik sepeda dan ia sering malas keluar rumah untuk membeli sendiri karena adikku, Chitra, masih kecil.
“Don, nanti mama titip beliin rokok, rokoknya Mama habis!” Ya, mamaku memang seorang perokok aktif dulu.
“Don, nanti kamu kalau pulang sekalian ambil jahitan di Elita ya.” Elita itu nama penjahit di Kebumen, kota tempat kami tinggal, dulu.
Lalu aku membalas, “OK, tapi aku minta tambahan sangu (bekal uang), Ma!” Mama lantas menambahi uang untuk membeli keperluannya itu.
Kira-kira aku bayangkan, para rasul itu berada di posisi yang sama denganku.
Yesus bicara tentang masa mendatang dan para rasul merasa gentar. Mereka tak bisa membayangkan bagaimana kalau ada yang menyesatkan umat yang mereka gembalai nantinya? Mereka sulit untuk membayangkan akan seberat apa beban mental untuk menegur saudara yang berdosa atau berpikir dari sisi lain, mereka sulit untuk mendapat gambaran bahwa hidup itu tak perlu berbuat dosa sehingga tak perlu pula ditegur saudara lainnya.
Dan barangkali yang paling sulit adalah ini, mengampuni orang yang bersalah kepada kita padahal sudah pernah dimaafkan atas kesalahan yang sama pada masa sebelumnya? Mana bisa? Mana mudah?
Untuk itu para rasul lantas minta ‘bekal tambahan’, iman tambahan.
Apa yang lantas jadi jawaban Yesus adalah satu hal yang tak bisa dilukiskan dengan analogiku waktu kecil dulu yang kupapar di atas. Ketika Mama memintaku untuk membelikan ini dan itu, aku menghitung angka, menghitung berapa jumlah uang sakuku per hari dan berapa jumlah uang yang harus kubayarkan untuk membeli keperluan Mama.
Tapi bicara iman, kita tak punya takaran bahwa seorang yang bisa melakukan ini dan itu pasti memiliki iman sebesar sekian karena bahkan meski hanya sebiji sesawi saja, itu sudah amat besar untuk ukuran iman.
Bagaimana tanggapanmu?
Mungkin ada yang beranggapan, “Oh, berarti walaupun iman kita cuma sebiji sesawi saja kita bisa melakukan itu semua? Gampang, Don!”
Aku lebih berpikir, “Waduh, berarti selama ini iman kita bahkan masih belum sebesar biji sesawi? Pantas aku belum bisa melakukan itu dengan sempurna.”
Jadi? Ya minta tambahan iman lagi setidaknya bisa sebesar biji sesawi, karena bukankah Yesus tak pernah melarang kita untuk memintanya?
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan