Kabar Baik VOL. 310/2016 ? Mamon dan Tuhan, kaisar dan Tuhan

5 Nov 2016 | Kabar Baik

Kabar Baik hari ini, 5 November 2016

Lukas 16:9 – 15
Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.”

“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.

Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?

Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?

Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”

Semuanya itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu, dan mereka mencemoohkan Dia.

Lalu Ia berkata kepada mereka: “Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah.

Renungan

Tuhan adalah sosok pencemburu, Ia tak mau diduakan. “Pilih Aku atau mamon!”

Tapi uniknya, di sisi lain, Ia meminta kita untuk setia pada hal-hal kecil, hal-hal duniawi yang terkait ‘harta orang lain’ karena dari situ, kita akan dinilai apakah kita setia pada hal-hal besar.

Nah, susah kan?!
Gimana dong! Berwajah ganda nih aturannya!!?

Tenang! Mari sandarkan pada apa yang pernah ditulis Santo Paulus untuk umat Tuhan di Kolose. Begini katanya, “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia” (Kolose 3:23)

Dari sini semuanya jadi mudah, meski ketika melakukan hal untuk mamon, untuk dunia dan harta, kita harus melakukan semuanya seolah untuk Tuhan.

Hah? Mudah? Serius loe, Don?!

Aku pernah bekerja sebagai seorang manajer anak usaha di Indonesia dulu. Tanggung jawabku besar berupa target nominal yang harus dicapai aku dan timku. Untuk itu aku bekerja keras, saking kerasnya kadang aku berlaku terlalu keras tak hanya terhadap diriku tapi juga di hadapan para anak buahku. Kata-kata kasar dan tekanan kuanggap sebagai cambuk bagi mereka, tak peduli apakah mereka suka-tak-suka.

Tapi ‘konyolnya’, pelayananku di Gereja dan persekutuan doa juga kenceng pada saat yang bersamaan! Pagi dan siang marah-marah sampai misuh-misuh nggak keruan di hadapan pegawai, sorenya jadi pembicara di persekutuan doa, menyampaikan Kabar Baik bagi sesama. Pagi teriak, “Asu!” dan “Setan!”, sore dan malamnya memekik “Tuhan!”

Hal itu menunjukkan betapa aku tak setia pada perkara-perkara kecil. Bagi perusahaan yang menggaji, apa yang kulakukan tentu dimaklumkan dalam rangka pencapaian target kerja tahunan. Tapi di mata Tuhan, apakah kita telah melakukan yang terbaik? Memaki-maki anak buah, menganggap apa yang mereka kerjakan hanya dengan pertimbangan target uang, bagiNya aku tak setia!

Tapi persoalannya sekarang kalau demikian, relevankah membawa Tuhan ke dalam pekerjaan? Tentu relevan karena memangnya Tuhan pernah menghendaki kita untuk berhenti bekerja? Justru inilah tantangan kita.

So? Mari setia dengan mengimani apa yang pernah pula Yesus katakan dalam Kabar Baik lainnya, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” (Mat 22:21).?Bekerjalah sebaik mungkin untuk memenuhi permintaan perusahaan tempat kita bekerja! Kalau ‘kaisarnya’ menuntut hak yang bertentangan dengan Kaisar dari para kaisar alias Tuhan?

Mari kita cari kaisar lain, pekerjaan lain! Berani?

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.