Kabar Baik hari ini, 1 November 2016
Matius 5:1 – 12
Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya.
Maka Yesuspun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya:
“Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.”
Renungan
Tahun 2011 silam, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membentuk sebuah komite khusus yang membahas tingkat kebahagiaan penduduk negara-negara di dunia. Setahun kemudian, komite itu menelurkan sebuah laporan bertajuk The First World Happiness Report yang berisi ranking negara berpenduduk paling bahagia di muka bumi.
Kriterianya? Tingkat pendapatan per kapita, bantuan sosial yang diterima dari negara, tingkat harapan usia sehat, kebebasan untuk memilih dan berpendapat, tingkat generousity (kemurahan hati saat memberikan donasi/bantuan) dan tinggi-rendahnya tingkat korupsi yang terjadi.
Dua ribu tahun silam, Yesus menerbitkan kriteria kebahagiaan versiNya seperti termaktub dalam Kabar Baik hari ini. List-nya bisa kalian baca di atas sebelum renungan ini.
Lalu mana yang perlu kita ikuti? Definisi bahagia menurut PBB atau Yesus?
Sebagai what-so-called Anak Tuhan, kita harus mengikuti Yesus, Don!
Jelas! Itu jelas tepat! Tapi pertanyaannya sekarang, apakah mengikuti Yesus berarti tidak mengikuti kriteria-kriteria yang diutarakan komite PBB itu?
Apakah selalu harus berseberangan antara hal-hal surgawi dengan duniawi? Tentu tidak karena dunia ini tidak identik dengan neraka. Hal yang harus bertentangan adalah surga dan neraka, bukan surga dan bumi.
Jadi?
Kita tetap perlu berpenghasilan yang cukup untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan jasmani karena bukankah dengan berpenghasilan maka kita bisa memberikan materi itu kepada sesama kita?
Kita tetap perlu fokus dan peduli untuk mendorong pemerintah negara tempat kita tinggal untuk memberikan bantuan sosial terutama pada yang papa karena bukankah itu pula yang diajarkan Yesus kepada kita untuk memberi?
Kita juga harus peduli pada kesehatan sebagai cara untuk kita memampukan diri kita memberikan yang terbaik dalam pelayanan setiap hari kepada sesama kita.
Tentang kemurahan hati/generousity adakah yang masih perlu dibicarakan? Tentu tidak! Jelas hal itu pun termaktub dalam kriteria kebahagiaan Yesus.
Begitu juga dengan korupsi, hal itu tentu tak perlu dipertanyakan lagi.
Aku memandang hal terbaik adalah menggunakan kata ‘melandaskan’. Bagaimana melandaskan kriteria-kriteria bahagia versi PBB itu di atas kriteria-kriteria Yesus.
Melandaskan itu penting sebagai upaya untuk meyakinkan bahwa jaman boleh berganti, kriteria-kriteria bahagia akan pula berganti. Tanpa memiliki landasan yang tepat dan tetap, kebahagiaan akan kehilangan definisi dan mana bisa kita bahagia kalau kita sendiri tak tahu artinya?
Kecuali kita tenggelam dalam halusinasi…
0 Komentar