Kabar Baik VOL. 287/2016 ? Melawan yang di dalam

13 Okt 2016 | Kabar Baik

Kabar Baik hari ini, 12 Oktober 2016

Lukas 11:47 – 54
Celakalah kamu, sebab kamu membangun makam nabi-nabi, tetapi nenek moyangmu telah membunuh mereka.

Dengan demikian kamu mengaku, bahwa kamu membenarkan perbuatan-perbuatan nenek moyangmu, sebab mereka telah membunuh nabi-nabi itu dan kamu membangun makamnya.

Sebab itu hikmat Allah berkata: Aku akan mengutus kepada mereka nabi-nabi dan rasul-rasul dan separuh dari antara nabi-nabi dan rasul-rasul itu akan mereka bunuh dan mereka aniaya, supaya dari angkatan ini dituntut darah semua nabi yang telah tertumpah sejak dunia dijadikan, mulai dari darah Habel sampai kepada darah Zakharia yang telah dibunuh di antara mezbah dan Rumah Allah. Bahkan, Aku berkata kepadamu: Semuanya itu akan dituntut dari angkatan ini.

Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat, sebab kamu telah mengambil kunci pengetahuan; kamu sendiri tidak masuk ke dalam dan orang yang berusaha untuk masuk ke dalam kamu halang-halangi.”

Dan setelah Yesus berangkat dari tempat itu, ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi terus-menerus mengintai dan membanjiri-Nya dengan rupa-rupa soal.

Untuk itu mereka berusaha memancing-Nya, supaya mereka dapat menangkap-Nya berdasarkan sesuatu yang diucapkan-Nya.

Renungan

Yesus diintai. Para ahli Taurat bersekongkol untuk menjatuhkan dan membinasakanNya.

Mengungkap kebenaran memang perlu keberanian. Berani dilawan, berani disudutkan karena berani bicara dan bertindak benar.

Yesus mendapatkan keberanian dari BapaNya, kitapun harusnya berani karena kita murid-muridNya. Tak hanya diam seperti banci yang mengatasnamakan kedamaian, “Udahlah diam saja! Damai, damai! Nggak usah ribut!”

Lalu apakah kita harus menjadi seperti Munir, Marsinah, Udin dan Salim Kancil yang berani mengungkap kebenaran hingga harus dimatikan karena pengungkapannya itu?

Tidak perlu. Mereka adalah mereka dan kita adalah kita. Aku adalah DV, kamu mungkin Budi, Anies, Wati, Michael, Ahok, Nusron, Pranyoto dan lain sebagainya yang punya jalan sendiri-sendiri untuk jadi berani bicara dan bertindak benar.

Mengungkap kebenaran tak harus dimulai dengan perbuatan-perbuatan besar, kita harus berani menyingkap kesalahan dari sudut terdekat yaitu diri kita sendiri.

Tempat sampah tak tersedia lalu kita membuang sisa permen karet begitu saja di kolong kursi ruang tunggu stasiun kereta api, beranikah kita keluar sebentar tanpa takut kehilangan nomer antrian demi membuang sampah pada tepatnya?

Jalanan macet lima kilometer ke depan jauhnya, panasnya nggak ketulungan. Beranikah kita tak mengarahkan sepeda motor ke arah trotoar dan memilih menunggu karena tahu meski mungkin lewat trotoar bisa mempersingkat perjalanan tapi ia dibangun dan ada untuk para pejalan kaki yang punya hak sama dengan kita?

Anak sedang butuh biaya besar untuk membayar uang sekolah lalu di layar monitor tampak ada angka di neraca perhitungan perusahaan tempat kita bekerja. Kita punya kuasa untuk memutarnya sehingga uang bisa kita tilep untuk menalangi biaya sekolah anak. Beranikah kita untuk tidak melakukannya dan memilih cara yang lebih bermartabat?

Berani benar itu dimulai dari dalam diri bukannya berkebalikan, melawan yang ada di luar dengan garang tapi diri sendiri kotor dan runyam!

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.