Kabar Baik VOL. 283/2016 ? Kita harus merasa asing untuk bisa bersyukur?

9 Okt 2016 | Kabar Baik

Kabar Baik hari ini, 8 Oktober 2016

Lukas 17:11 – 19
Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem Yesus menyusur perbatasan Samaria dan Galilea.

Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh dan berteriak: “Yesus, Guru, kasihanilah kami!”

Lalu Ia memandang mereka dan berkata: “Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam.” Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir.

Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria.

Lalu Yesus berkata: “Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu?

Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?”

Lalu Ia berkata kepada orang itu: “Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau.”

Renungan

Terbiasa, atau kebiasaan itu menumpulkan apresiasi?

Waktu aku masih tinggal di Jogja dulu, kalau ada orang Jakarta bilang ingin makan ke rumah makan ayam goreng legendaris, Ny Suharti, aku mengernyitkan dahi, i?balasku.

Tapi ketika sudah tidak tinggal di Jogja, setiap kali mendarat di Maguwo, Jogja, dengan perut lapar, aku langsung menyebut, ?Suharti!? ketika ditanya, ?Mau makan apa??

Sama dengan kini. Ketika ada kawan dari indonesia datang ke Sydney dan ngajak ketemuan, spot-spotnya pasti kalau nggak Darling Harbour, Blue Mountain atau Opera House. Lagi-lagi, aku mengernyitkan dahi, ?Ngapain di sana? Spot turis semua itu! Makanan dan kopinya standard!?

Tapi tentu aku tak bisa menyalahkan kawanku yang orang Jakarta dan yang orang Indonesia itu, seperti halnya aku tak mau dipersalahkan ketika aku ngotot minta makan Suharti saat tiba di Jogja, kota yang kudiami selama 15 tahun sejak 1993 itu.

Karena kita terbiasa, kita jadi enggan menikmati hal-hal besar yang ada di sekitar kita, Suharti, Darling Harbour, Opera House, Blue Mountain.

Kita butuh jadi ?terasing? untuk menganggap hal-hal itu ?kembali tampak? besar dan bukan hal-hal biasa karena kita terbiasa merasakannya.

Kabar Baik hari ini sedikit banyak bicara hal yang sama. Orang Samaria yang disembuhkan dari kusta itu memilih untuk kembali ke Yesus dan mengucapkan syukur setinggi-tingginya atas anugerah sehat yang diberikan sementara sembilan lainnya pergi begitu saja.

Apa yang salah dengan sembilan orang itu?

Aku tak tahu tapi mungkin yang sembilan yang tak kembali untuk bersyukur itu berpikir, ?Namanya juga Tuhan, Dia Anak Tuhan, sudah wajar dan pantas kalau Ia menyembuhkan. Kalau tidak, kenapa Ia harus jadi Tuhan dan kita panggil Anak Tuhan, kan??

Semua jatuh pada kelumrahan, keterbiasaan.

Sementara dalam diri orang Samaria itu, kesembuhan oleh ?Allah yang Asing?, ?Allah bangsa sebelah?, oleh ?Anak Allah yang Hanya Didengar? adalah sesuatu yang amat besar dan hebat.

Aku tak tahu apakah setelah melakukan demikian si orang Samaria itu lantas memutuskan jadi pengikut Yesus. Tapi ?ketakutanku? setelah ia jadi pengikutNya, karena terbiasa dengan berkat dan rahmat dari Yesus, orang itu akhirnya jatuh dalam keterbiasaan dan lupa mengucapkan terima kasih atas hal-hal yang akan diterima dariNya yang lebih besar lagi ketimbang hanya kesembuhan sakit kusta.

Adakah kita pernah merasa terbiasa dan ?Ah, sudah tak asing lagi? ketika kita bicara tentang Allah dan Yesus?

Jika iya, kita harus mawas diri, jangan-jangan kita adalah satu dari sembilan orang yang tak bersyukur itu. Kita harus menumbuhkan perasaan ?keterasingan? ketika kita bicara tentang Allah.

Bukan, bukan untuk mengajak supaya kita menjauh dariNya.?Tapi keterasingan yang muncul dari kedagingan kita, dari keduniawian kita. Perasaan semacam, ?Oh, kupikir kuasa Tuhan itu sudah berhenti di sana ternyata Ia juga besar karena mengerjakan begitu banyak hal yang tak terpikirkan sebelumnya!?

Nah, perasaan ?tak terpikirkan sebelumnya? itulah yang kita perlu tumbuhkan, perasaan asing yang memicu rindu nan menggebu untuk selalu kenal lebih dalam lagi tentangNya…

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.