Kabar Baik VOL. 275/2016 ? Mengasihi Tuhan yang matematis layaknya seorang anak kecil

1 Okt 2016 | Kabar Baik

Kabar Baik hari ini, 1 Oktober 2016

Matius 18:1 – 4
Pada waktu itu datanglah murid-murid itu kepada Yesus dan bertanya: “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga?”

Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka lalu berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.

Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga.

Renungan

Tuhan itu matematis, sama perhitungannya dengan hitung-hitungan menang-kalah di Pilkada. Eh, begitukah?

Tahun depan Indonesia akan ramai-ramai mengadakan Pilkada serentak hampir di seluruh daerah secara bersama-sama dan seksama. Banyak jago yang diajukan parpol dan mereka yang maju lewat jalur independen lengkap dengan berbagai macam program serta kampanye yang mereka jual. Menebak yang akan menang tentu tak mudah, tapi menebak kriteria untuk menang dalam Pilkada amat mudah, siapa yang paling unggul dalam jumlah angka perolehan suara, ia pasti menang! Begitulah peraturannya.

Menebak siapa yang akan masuk Kerajaan Sorga itu juga tak mudah. Kita yakin masuk surga, tapi kenyataannya? Hehehehe, lihat nanti saja. Tapi menebak kriteria untuk bisa ‘menang’ lalu masuk Surga itu disampaikan secara gamblang oleh Yesus hari ini. Dalam Kabar Baik besutan Matius kali ini, Ia menyatakan peraturan sederhana, bahwa mereka yang akan masuk adalah mereka yang bertobat dan menjadi seperti anak kecil. Sedangkan untuk jadi yang terbesar di dalam surga, pertobatan dan menjadi seperti anak kecil saja tidak cukup, seseorang harus rendah diri.

Adalah menarik bahwa keduanya (dunia, terwakili soal Pilkada dan surgawi, terwakili dengan apa yang dibicarakan dalam Kabar Baik hari ini) menyangkut hal ‘paling’ dan membicarakan tentang hal ‘paling’ adalah memperbandingkan, memperhitungkan makanya diawal kutulis sebagai Tuhan yang matematis karena matematika itu penuh perhitungan dan perbandingan.

Tapi yang menarik, ada satu takaran yang justru tak punya perhitungan atau ketika kita masuk ke dalam takaran itu, kita tak lagi menghiraukan segala bentuk perhitungan dan perbandingan. Hitungan itu adalah hitungan anak kecil.

Seorang anak kecil, ia tak mengenal perhitungan. Ia tak menghitung berapa jumlah mainan yang diberikan orang tuanya, yang ia tahu, ia mencintai bapak dan ibunya.

Seorang anak kecil, ia tak berhitung apakah bapaknya sudah mandi atau belum, yang ia tahu, ketika melihat bapak pulang kantor di sore atau malam hari, ia langsung berlari memeluk menyambutnya tak peduli bau keringat bapaknya semerbak menggantikan wangi bedak bayi dan minyak kayu putih yang tadi dibubuhkan ibunya. Anak kecil berlaku secara natural, tanpa perhitungan.

Jadi, apakah Tuhan itu matematis?
Kalau kita masih bisa melihatNya demikian, berarti kita belum seperti anak kecil. Jadilah anak kecil yang secara tulus nan polos mengasihi Tuhan dan sesama tanpa menghitung dan memperhitungkan apa yang kita dapat nantinya ketika kita sudah memberikan semuanya yang tarebaik yang kita dapatkan sebelumnya. Seperti Yesus yang mengasihi BapaNya dan manusia layaknya anak kecil. Ia mau menyerahkan nyawaNya kepada manusia tanpa memperhitungkan, Ia mau berbakti pada BapaNya meski di saat-saat akhir menjelang kematianNya, Ia merasa begitu ditinggalkan.

Kamu? Sudah seperti anak kecil?

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.