Kabar Baik VOL. 259/2016 ? Menjalani duka dengan penuh suka

15 Sep 2016 | Kabar Baik

Kabar Baik hari ini, 15 September 2016

Yoh 19:25 – 27
Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena.

Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: “Ibu, inilah, anakmu!”

Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: “Inilah ibumu!” Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.

Renungan

Hidup ini pilihan, kata orang dan itu benar.?Tapi suka dan duka itu takdir. Ia tak bisa dipilih. Keduanya berpilin-pilin, berkelindan satu sama lain sepanjang usia kita.

Yang jadi pilihan, terkait suka dan duka hanya dua opsi: memaklumkan atau tak mengakuinya.

Orang yang tak mengakui duka adalah orang yang hidup dalam halusinasi. Kaum seperti ini akan selalu menyangkal bahwa dirinya sedang berduka melalui berbagai macam cara. Mulai dari mengkonsumsi narkoba, pergaulan bebas bahkan agama!

Agama? Ya! Ada begitu banyak orang mencoba untuk seolah tak mengindahkan duka nestapa dengan berlindung pada kata-kata suci agama sebagai penghadir halusinasi. Mereka mencomot ayat-ayat yang dianggap membahagiakan tapi menyembunyikan bagian yang menyatakan bahwa dukacita itu juga bagian dari hidup kita. Manipulatif!

Hari ini, Gereja Katolik mengenang ‘Kedukaan Santa Perawan Maria’. Ada tujuh peristiwa yang diakui Gereja yang melambangkan kedukaannya.

  1. Kedukaan sewaktu Simeon meramalkan apa yang akan terjadi atas diri Yesus, Anaknya sewaktu ia bersama Yusuf mempersembahkan Yesus di Bait Allah.
  2. Kedukaan yang dialaminya sewaktu pengungsian ke Mesir.
  3. Kedukaan sewaktu ia bersama Yusuf mencari Yesus di Yerusalem.
  4. Kedukaan sewaktu bertemu dengan Yesus di jalan salib.
  5. Kedukaan sewaktu Yesus disalib dan wafat.
  6. Kedukaan sewaktu Yesus dibaringkan di pangkuannya.
  7. Kedukaan sewaktu Yesus dimakamkan.

Maria tidak menghindari duka-duka tersebut.

Ia menerimanya sejak ia berkata kepada Malaikat Tuhan, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu.”

Penerimaan itu berlangsung secara sadar dan tulus. Kesadaran dan ketulusan mendatangkan ikhlas, keikhlasan mendatangkan kesukacitaan. Kenapa? Karena ikhlas hadir tanpa paksaan, dan kebebasan itu memerdekakan, menggembirakan.

Tapi hanya itukah yang membuat Maria mau melakukan semuanya? Tidak. Itu semua hanya awalan. Sepanjang hidup, yang membuat Maria sadar dan ikhlas menerima segala bentuk kedukaan adalah karena ia melakukannya bersama Yesus, anaknya yang dikandung dari Roh Kudus.

Bagaimana dengan kita?
Kawanku yang usianya jauh di atasku, enam tahun silam meninggal dunia karena kanker. Ia seorang Indonesia yang sudah lama tinggal di Australia. Perkenalanku dengannya pada sekitar dua tahun terakhir masa hidupnya, membuatku mengerti bahwa ia adalah contoh orang yang berdukacita secara sadar dan ikhlas.

Ia tak mau hidup berhalusinasi.
Ia tidak menolak kenyataan bahwa ia terkena kanker. Ia mengikuti segala treatment kesehatan yang dianjurkan dengan tabah dan saksama, di antara rasa sakit yang kadang ketika melihat wajahnya pun aku jatuh iba tiada terkira.

Pernah suatu kali aku bertanya, “Kalau rasa sakit datang, apa yang Om pikirkan?”

Ia merogoh saku celana dan mengambil rosario, menunjukkan kepadaku. “Om berpikir tentang Maria dan Om mau menerima ini semua karena Om tau penyertaan Yesus itu sempurna, sesempurna Ia menyertai ibuNya.”

Ia pergi untuk selamanya dengan tenang beberapa saat sesudah pertemuan itu.

Bagaimanapun juga caranya, seperti apapun wujud pedih perihnya, suatu saat nanti kita akan berduka. Masalahnya bukan siap atau tidak siap, karena meski kamu bilang tidak siap, ketika saatnya tiba, tibalah ia.

Hal terutama adalah penyadaran diri dan keikhlasan untuk mengalami duka. Ketika keduanya, ikhlas dan sadar diri, kita pegang di bawah kuasa Yesus, kata siap – tidak siap jadi tak bermakna karena ia berurusan dengan waktu sedangkan kelekatan kita pada Yesus, Anak Maria, itu selamanya bahkan hingga saatnya nanti ketika kita bertemu muka dengan muka di surga, dimana duka kehilangan makna dan definisinya.

Selalu bersama Yesus, seperti Maria!

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.