Kabar Baik VOL. 249/2016 – Aturan untuk hidup atau hidup untuk aturan?

5 Sep 2016 | Kabar Baik

Kabar Baik hari ini, 5 September 2016

Lukas 6:6 – 11
Pada suatu hari Sabat lain, Yesus masuk ke rumah ibadat, lalu mengajar. Di situ ada seorang yang mati tangan kanannya.

Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, supaya mereka dapat alasan untuk mempersalahkan Dia.

Tetapi Ia mengetahui pikiran mereka, lalu berkata kepada orang yang mati tangannya itu: “Bangunlah dan berdirilah di tengah!” Maka bangunlah orang itu dan berdiri.

Lalu Yesus berkata kepada mereka: “Aku bertanya kepada kamu: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat, menyelamatkan nyawa orang atau membinasakannya?”

Sesudah itu Ia memandang keliling kepada mereka semua, lalu berkata kepada orang sakit itu: “Ulurkanlah tanganmu!” Orang itu berbuat demikian dan sembuhlah tangannya.

Maka meluaplah amarah mereka, lalu mereka berunding, apakah yang akan mereka lakukan terhadap Yesus.

Renungan

Di depan forum, aku dulu pernah bertanya apakah yang akan dilakukan kalau suatu pagi saat kita hendak pergi ke gereja untuk mengikuti perayaan ekaristi hari minggu, tepat di depan halaman gereja kita menemui seorang lelaki tua terjatuh dan ia butuh bantuan.

“Waktunya udah mepet banget sebelum misa dimulai dan kalian sejak dari rumah sudah berniat dan bersiap untuk ke gereja. Kalian mau gimana? Tetap masuk ke gereja dan pura-pura nggak ngeliat atau menolong si bapak?”

Uniknya, ada lho yang berpikir untuk tetap pergi ke gereja. Dasarnya, karena hari itu hari minggu dan kita wajib ke gereja. “Toh nanti ada orang yang ngebantu si Bapak!”

Ada juga yang tak kalah uniknya, mereka memilih tetap pergi ke gereja tapi menelpon ambulance dan polisi untuk datang membawa bantuan bagi si bapak yang terjatuh. Yang paling banyak tentu adalah mereka yang memilih untuk menolong si lelaki dan memutuskan untuk tak pergi ke gereja.

Jika Yesus hidup di masa kini, Ia tentu juga akan memilih untuk menolong si lelaki dan memutuskan untuk tak pergi ke gereja sedangkan orang-orang Farisi yang dihadapi Yesus dalam Kabar Baik hari ini adalah mereka yang memilih untuk tetap pergi ke gereja.

Kabar Baik hari ini, kalau kuistilahkan dan kubahasakan secara singkat menyangkut ke soal mana yang lebih benar, aturan untuk kehidupan manusia atau manusia hidup untuk aturan?

Orang-orang Farisi memerintahkan orang-orang untuk mengabdikan hidup pada aturan. Mereka sendiri sebenarnya juga tidak taat pada aturan tapi mereka mengatakannya supaya orang-orang bisa diperalat dan diperintah menggunakan aturan-aturan yang mereka pegang. Untuk itulah mereka dianggap munafik.

Sementara Yesus menganggap aturan untuk hidup manusia. Eh… Benarkah begitu?

Hahahaha, jangan hepi dulu karena kalau begitu kalian bisa bilang, “Yes! Berarti kita boleh melanggar aturan asal demi kehidupan karena toh Yesus juga demikian!”

Sayangnya tidak, setidaknya menurutku tidak.
Yesus tidak meniadakan aturan bahkan dalam kali kesempatan Ia mengatakan kedatanganNya tidak untuk menghapus dan membatalkan Hukum Taurat, hukum yang dijalankan Farisi, barang se-ayat pun, barang se-iota pun.

Yang Yesus tidak sukai adalah orang-orang yang memanfaatkan aturan seolah kita hidup untuk membela aturan tersebut. Ia tetap meminta kita taat pada aturan tapi sekaligus Ia juga berharap kita tahu bahwa di atas segala aturan, Yesus adalah Tuhan Segala Aturan Baik. Karena demikian dan karena Yesus adalah Kasih, maka tidak ada satupun aturan yang bisa berada di atas kasih itu sendiri.

Wah, asik itu, Don! Berarti kita benar dong kalau memilih untuk tak ke gereja demi membantu si lelaki itu?

Benar! Tapi Kasih yang pertama yang kalian harus ingat dan hal ini disampaikan Yesus adalah Kasih kepada Tuhan Allah baru kemudian kasih pada sesama. Artinya? Tolonglah si lelaki itu, bawa ke rumah sakit, urus sebisa-bisanya. Ketika sudah teratasi, kembalilah ke gereja atau berusahalah mencari jadwal perayaan ekaristi yang masih bisa terjangkau.

Kalau tidak lagi ditemukan jadwal misa hari itu, berdoalah mohon ampun karena kamu lemah dan tidak bisa menuntaskan kedua tugas suci itu (ke gereja dan membantu orang) di saat yang bersamaan, tapi di sisi lain, percayalah Tuhan mengerti apa yang menjadi usaha dan perbuatan kita.

Jangan malah lantas memilih nggak ke gereja padahal masih ada misa-misa selanjutnya dengan alasan, “Capek gue, tadi udah bantu si bapak itu lalu ke sana-kemari, pikiran nggak tenang! Percuma lah ke gereja kalau pikiran nggak ke sana…” lalu kongkow bareng kawan-kawan di warung kopi terdekat nggosipin aksi heroik yang baru saja kita lakukan.

Kalau begitu, apalah bedanya kita dengan orang-orang Farisi itu sendiri, kan?

Sebarluaskan!

1 Komentar

  1. Enak mas Don tulisanmu. Berawal dengan argumen yg memposisikan org di pilihan sulit seakan akan hanya ada pilihan A dan B, padahal masih pilihan C hehe…

    Tapi pilihan C bisa dibilang kesempurnaan kasih, kasih kpd manusia dan kpd Tuhan. Pergi ke gereja stlh membantu org yg jatuh menjadikan ke gereja itu sendiri makin bermakna karena perngorbanan besar di balik kehadiran kita di gereja.

    Love demands sacrifice :)

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.