Kabar Baik hari ini, 27 Agustus 2016
Lukas 7:11 – 17
Kemudian Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain. Murid-murid-Nya pergi bersama-sama dengan Dia, dan juga orang banyak menyertai-Nya berbondong-bondong.
Setelah Ia dekat pintu gerbang kota, ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu.
Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: “Jangan menangis!”
Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya, dan sedang para pengusung berhenti, Ia berkata: “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!”
Maka bangunlah orang itu dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya.
Semua orang itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: “Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita,” dan “Allah telah melawat umat-Nya.”
Maka tersiarlah kabar tentang Yesus di seluruh Yudea dan di seluruh daerah sekitarnya.
Renungan
Salah satu benang merah yang berhak untuk ditarik dari Kabar Baik ini dan tak bisa dipersalahkan sama sekali adalah, karena tergerak hati oleh belas kasihan, Yesus menghidupkan kembali anak janda yang mati.
Tapi kalau lantas hal itu dijadikan satu-satunya benang merah, maka kita bisa beranggapan bahwa kalau kita memohon belas kasihan ketika salah seorang kerabat kita meninggal, maka Ia akan menghidupkan kembali si kerabat.
Jadi, kalau untuk yang paling berat, soal menghidupkan orang mati saja bisa dan mau, apalagi kalau soal permohonan jodoh dan rejeki yang berlimpah, Tuhan pasti mau dong?
Hehehe…
Kabar Baik hari ini harus dibaca sebagai sebuah kisah yang menampilkan betapa Yesus menaruh belas kasih pada kita, hambaNya yang memerlukan bantuan. Namun demikian, Ia melakukan mukjizat berdasarkan satu alasan kuat: memuliakan Allah.
Kok tahu?
Terbukti! Setelah menghidupkan anak itu kembali, semua orang yang hadir ketakutan dan memuliakan Allah! Tak satupun hal yang dilakukan Yesus yang tidak memuliakan Bapa yang dikasihiNya.
Bagaimana dengan kita, sudahkah kita memuliakan Allah dalam laku hidup sehari-hari? Kan kita ngakunya saudara Yesus?
Sekitar sebelas tahun silam aku dan kawan-kawan pernah sukses mengadakan konvensi kepemudaan katolik se Indonesia di Jogja. Di acara itu, namaku ‘berkibar’!
Semua orang yang hadir dari seluruh pelosok negeri dan bahkan luar negeri tahu Donny Verdian, seorang organisatoris, seorang song leader, seorang pembawa firman.
Tak lama sesudah itu, aku banyak menerima undangan untuk datang ke kota-kota dan persekutuan doa para peserta konvensi.
Awalnya tentu aku senang dan aku menganggapnya sebagai pelayanan karena aku pergi untuk memuliakan namaNya.
Tapi ada di satu titik dimana aku memutuskan untuk berhenti melakukan itu semua.
Pada suatu malam sesudah diundang pelayanan di Semarang, tak jauh setelah konvensi diadakan, aku merenung sebelum tidur. Sekonyong-konyong aku seperti dipaparkan pada satu pertanyaan, “Ngapain aku melakukan semua ini?”
Kupikir semula itu adalah bisikan iblis supaya aku berhenti melakukan hal tersebut. Aku tak menanggapinya.
Sepulang ke Jogja, pertanyaan itu kembali muncul dan aku memberanikan diri untuk menanggapinya dengan membuka wacana pikir, “Iya, ya… Kenapa aku mau melakukan semua ini?”
Supaya tak disetir iblis, aku lantas mencoba menghadirkan pertimbangan dalam benakku, “Mana yang lebih dimuliakan dalam setiap acara yang kudatangi, Tuhan Allah atau diriku sendiri?”
“Siapa yang lebih dielu-elukan saat aku membawakan acara, menyanyikan lagu dan mengajarkan firman? Tuhan Allah atau Donny Verdian?”
Tak lama sesudahnya aku akhirnya memutuskan untuk berhenti melakukan pelayanan sementara waktu hingga euforia kesuksesan konvensi berlalu karena sepanjang permenungan itu aku tak pernah menemukan jawaban yang lebih tepat daripada “Aku memuliakan diriku sendiri dan menggunakan embel-embel Allah dalam setiap pelayananku!”
Yesus adalah Tuhan, Yesus adalah manusia.
Hari ini Ia mengajarkan kepada kita kapan kita harus melakukan sesuatu dan kapan tidak melakukan. Semuanya ditimbang dalam skala, apakah yang kita lakukan itu untuk memuliakan Allah lebih besar lagi atau tidak…
0 Komentar